Barbara mulai menyusun rencana dari hal terkecil sampai yang terbesar. Hal yang terkecil adalah dia akan tetap menjalin hubungan baik dengan Lilian, karena setidaknya itu bisa sedikit menghindari konflik antara mereka di masa depan. Kemudian, dia akan tetap bersikap patuh dan baik seperti Barbara pada biasanya."Ya. Dengan begitu, bisa saja Luther akan lebih mempercayaiku. Dia akan kembali mempercayakan semuanya ke tanganku."Akibat dari perbuatannya dan Lilian sebelumnya, Luther mulai menghandle semua urusan sendirian. Urusan mansion yang biasanya dihandle oleh Barbara, kini diambil alih semuanya oleh Luther. Itulah yang membuat Luther terlihat sangat sibuk dan tak jarang begitu kelelahan."Sebisa mungkin aku juga harus mengompori Lola, supaya melakukan berbagai kesalahan di hadapan Luther," lanjutnya. "Jika semua sesuai rencana, aku akan bisa melakukan gebrakan terakhir. Cara kotor yang aku rasa ampuh untuk membuat Luther bertekuk lutut."Barbara menghempaskan dirinya di tempat tidu
Barbara menghubungi seorang kenalan lama yang dulu pernah bekerja sama dengannya. Tak lama, orang itu mengangkat telepon dari Barbara. Barbara sangat antusias untuk menghubungi kenalannya itu."Halo, Daniel! Apa kabarmu? Masih ingat denganku?""Barbara? Barbara Thompson? Wah, apa kabar? Tumben sekali menghubungiku lagi. Kupikir hidupmu sudah sangat bahagia karena telah berhasil menjadi Nyonya Quinn," ujar seorang laki-laki dari ujung telepon yang terkesan sarkas.Barbara menjadi merasa serba salah. Dia langsung gugup seketika."Daniel, tolong jangan bahas hal ini lagi. Aku menghubungimu karena ada hal penting yang harus aku katakan. Aku memiliki pekerjaan lagi untukmu.""Pekerjaan? Pekerjaan kotor seperti beberapa puluh tahun yang lalu?" sahut Daniel secara blak-blakan. Barbara dengan cepat langsung memotong pembicaraan itu. Apalagi ada Lilian yang turut mendengarkan percakapan mereka berdua."Daniel! Tolong, aku tidak memiliki waktu untuk berbasa-basi. Aku akan menjelaskan semuanya k
Bahu Barbara naik turun. Dia baru saja tersadar jika sekarang masih berada di restoran. Barbara yang merasa gugup langsung meminta maaf pada semua orang yang ada di sana. Ketika suasana sudah kembali terkendali, Daniel melanjutkan lagi perkataannya."Kenapa? Kau benar-benar tidak ingin membahas hal itu? Jangan kau lupa, kau tidak bisa menutup mata atas semua hal yang telah terjadi. Aku mengetahui semua rahasiamu dan segala kebenaran yang terjadi sebenarnya."Barbara mendelik tajam ke arah Daniel. Tangannya masih terlipat di dada, namun napasnya sudah kembali normal beraturan."Sudah kuduga, tidak ada yang namanya persahabatan sejati antara pria dan wanita. Lupakan semua perasaan omong kosong itu. Aku hanya menganggapmu sebagai seorang teman lama."Daniel kini melotot pada Barbara. "Omong kosong? Itu semua bukan omong kosong, Barbara! Jangan hanya karena priamu itu lebih segalanya dari aku, makanya kau menutup mata dan menolak perasaanku!"Barbara sangat merasa jemu dengan semua hal ya
Lola memberanikan diri untuk bersikap nekat. Dia pun bergegas pergi ke kamar dan membawa kartu kredit milik Luther untuk berkeliling ke wilayah Fillmore Street. Penampilannya saat itu tidak begitu mencolok. Dia sengaja berpakaian biasa agar tidak terlalu mengundang perhatian."Apa yang harus kulakukan lebih dulu ya? Mungkin sedikit berfoto-foto untuk dokumentasi pribadi?" Lola memutuskan.Akhirnya Lola mengeluarkan telepon genggam tipisnya dan memulai mode kamera. Dia memotret dirinya sendiri dengan latar jejeran rumah mansion mewah yang berada di belakangnya. Lola tak peduli jika dianggap kampungan, karena memang pada dasarnya dia adalah orang desa."Hasilnya bagus. Aku ingin sekali mempostingnya di media sosialku. Tapi aku takut jika keberadaanku diketahui oleh keluargaku, khususnya ayah tiriku."Lola akhirnya berjalan lagi menyusuri kawasan Fillmore. Dia mencoba melakukan windows shopping ke berbagai butik pakaian hits di sana. Sesekali mengagumi beberapa model pakaian yang menurut
Lola masih mematung, tak bisa berkata-kata. Wanita selingkuhan Max langsung angkat bicara, mengkonfirmasikan apa yang sudah Max katakan sebelumnya."Ya. Aku juga hadir di pesta itu. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, jika wanita ini hadir di pesta sosialita dengan tampilan konyol dan memalukan! Aku jadi penasaran, siapa pria aneh yang berminat untuk menjadikannya wanita simpanan?"Wanita itu tertawa meremehkan Lola. Max juga ikut menertawakan mantan kekasihnya itu."Ya, pria itu pasti buta! Mau-maunya menjadikanmu sebagai wanita simpanan! Dilihat dari segi mana pun, Helena lebih unggul darimu! Dia wanita berkelas, tahu bagaimana harus menyenangkan pasangannya. Berasal dari keluarga mapan sepertiku. Tentunya tidak kaku dan membosankan sepertimu!"Lola bagai terkena hantaman mental secara bertubi. Bahkan sampai detik ini, walaupun hubungan di antara keduanya sudah resmi berakhir, namun Max masih juga menggoreskan luka dan penghinaan di hati Lola, bersama dengan wanita selingkuhan
Lola membeku di tempatnya. Dia sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan yang Luther telah lontarkan sebelumnya pada dirinya. Luther mendelik, semakin yakin jika ada sesuatu yang telah disembunyikan oleh Lola terhadap dirinya."Jadi kau memang menyembunyikan sesuatu, Lola? Kau sudah pernah ... bercinta dengan ayah tirimu sendiri?" Luther menggeram, membuat Lola sangat ketakutan. Tubuh yang sebelumnya membeku kini menggigil kembali. Air mata perlahan meleleh di wajah Lola."A ... aku .... " Lola masih tak kuasa untuk berucap, hanya air mata yang berbicara saat itu. Hal itu malah membuat Luther merasa semakin tidak puas."Katakan padaku! Kau benar-benar sudah bercinta dengan ayah tirimu? Kau sudah tidak perawan lagi?" desak Luther yang kini mencengkeram dagu Lola dengan sangat keras.Lola terpaksa mengangguk, membenarkan pertanyaan Luther tadi. Luther sangat marah besar pada saat itu. Pikirannya bergejolak. Dia ternyata telah tertipu oleh sang munchikari yaitu Virginia yang telah menjua
Luther benar-benar hilang martabatnya di depan para penjaga berperawakan kekar itu. Luther tidak terima karena dia diusir secara tak hormat oleh mereka."Kalian menyembunyikan Virginia, bukan? Suruh dia keluar! Aku mau menemuinya!" Luther terus bersikeras untuk kembali masuk ke dalam.Dengan segera, kedua pria berperawakan kekar tadi menghalangi Luther, membuat tubuh mereka menjadi tameng yang sangat sulit ditembusnya. Luther juga seketika dihadiahi beberapa pukulan keras yang membuatnya terkapar di tanah. "Tuan, jangan pernah lagi datang ke klub malam ini jika tidak mau tubuhmu lebih hancur daripada ini!" Salah seorang penjaga memperingati Luther.Kedua penjaga itu akhirnya meninggalkan Luther begitu saja. Luther terbatuk di tempatnya. Masih dalam kondisi yang terkapar, dia merogoh saku celananya, perlahan mencari kontak Jeremy dan segera menyuruhnya untuk datang."Jeremy ... tolong aku." Suara Luther sangat lirih pada saat itu.
Luther sudah diantar oleh Jeremy ke rumah sakit. Untung saja dokter mengatakan jika tidak ada luka serius akibat peristiwa pemukulan malam tadi di klub malam. Dokter hanya menyarankan agar Luther bisa berisitirahat penuh selama seminggu."Kau bisa menghandle semua pekerjaanku selama seminggu ini, Jeremy?" tanya Luther sepulangnya dia dari rumah sakit."Saya bisa, Bos. Lalu untuk rencana Anda terhadap Virginia?" jawab Jeremy santai, karena memang hal itu sering terjadi padanya."Oh iya, sewa orang untuk memata-matai dan mencari keberadaan Virginia. Di mana dia bersembunyi dan segera laporkan segala tindak tanduknya padaku. Aku akan meringkusnya saat kondisiku sudah lebih baik," perintah Luther."Baik, Bos."Jadi selama seminggu ke depan, Luther akan beristirahat di rumah. Lilian dan Barbara begitu terkejut karena mereka baru melihat Luther yang kembali bersama Jeremy dalam keadaan babak belur. "Luther, apa yang terjadi?" pekik Barbara dengan spontan, kemudian dia mendekati Luther hend