"Mas, mengapa kau tidak melawan?" ulang Siska kesal."Lebih baik kau tutup saja mulutmu itu," ketus Aldo melengos lalu menutup pintu bagasi mobilnya kemudian melangkah berputar ke arah kursi kemudi."Kau tidak mengajakku, mas? Kau bisa tidur malam ini di kamar kostku jika kau mau," Ajak Siska lembut.Beberapa detik Aldo mematung mendengar tawaran itu, tak lama ia mengangguk. Karena baginya tidak ada tempat lain yang bisa dituju. Ia bisa saja menginap di hotel, tapi entah mengapa rasanya terlalu sayang untuk menolak tawaran Siska. Setidaknya malam ini ia bisa beristirahat, biarlah besok ia pikirkan akan tinggal dimana."Baiklah, ayo cepat masuk." Perintah Aldo yang langsung dituruti Siska.Senyum tipis tersungging di bibir Siska, entah apa yang ada dalam kepala wanita itu, tangannya dengan berani membelai lembut lengan Aldo, seakan ingin mencium habis aroma tubuh lelaki itu, tak lama, ia menyandarkan kepala di lengan kekarnya.Deru mobil terdengar menjauh, Aldo memacu mobilnya membelah
Tubuh Aldo mendadak gemetar, tak dapat ia pungkiri bahwa rasa takut menghinggapinya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Christina, direktur personalia itu adalah seorang wanita dingin dan tak banyak bicara, seseorang yang juga tidak bisa diajak kompromi dan mentolerir kesalahan.Jantungnya kini berdegup kencang. Tanpa disadari olehnya jika tangannya kini basah dengan keringat. Perlahan kakinya berdiri sambil merapikan dasi, berusaha menenangkan diri."Aku tidak memiliki kesalahan, pekerjaanku juga selalu selesai tepat waktu, beberapa klien juga mengatakan puas dengan hasil presentasiku, sepertinya tidak ada yang harus kutakutkan," gumam Aldo berusaha mengembalikan kepercayaan dirinya.Dengan menyeret langkah, Aldo keluar dari ruang kerjanya. Beberapa pasang mata bawahannya melirik padanya, namun diabaikan saja oleh nya, kakinya melangkah maju ke arah lift karyawan, menuju ke lantai atas, dimana ruangan direktur personalia berada.Dengan perasaan kacau, perlahan tangannya mengetuk pintu. T
"Saya menunggu penjelasan anda, Pak Aldo? Tidak mungkin video ini bisa sampai kepada saya jika anda tidak mengirimnya sendiri," Suara Christina terdengar begitu memggema di telinga Aldo."Sungguh Bu, itu fitnah." Aldo menyanggahnya.Mata Christina menyorot tajam seakan ingin menguliti lelaki di hadapannya. Tubuh Aldo membeku, sungguh Ia tidak tahu bagaimana video tak senonoh itu bisa sampai pada direktur personalia tempatnya bekerja."Hanna," bisiknya dengan teramat pelan."Hanya dia yang mampu melakukan semua ini, tak ada yang lain selain dia, karena Siska tak mungkin bisa memiliki keberanian sebesar ini untuk membuatku terlibat masalah dengan direktur personalia."Pak Aldo ...?" Panggil Christina yang membuat tubuh Aldo kembali gugup."Saya tidak mengirimnya, bu, seseorang berusaha untuk menjatuhkan karir saya di kantor ini," kembali Aldo menyanggah.Mendengar alasan bawahannya, wajah Christina nampak sedikit melunak, namun tidak dengan tatapan mata yang masih menghujam.Melihat Ald
"Hai Mas!? Bagaimana? Apa kau menyukai hadiah kecil dariku?" Sapa Hanna santai lalu mengambil sepotong pizza di atas meja. "Kau sangat keterlaluan, Hanna, apa yang sudah kau lakukan di kantorku! Kau tahu, perbuatanmu yang rendahan itu benar benar mempermalukanku, hah!," terdengar suara Aldo yang membentak di ujung sambungan."Oh ya? itu baru pemanasan saja, mas. Setidaknya kau tidak di pecat, bukan?" Balas Hanna mengejek."Iya aku memang tidak di pecat, tapi harga diri ku sudah tercoreng. Jabatanku di turunkan, setelah ini apalagi yang ingin kau renggut dariku, hah?" Geram Aldo."Kejutan mas, sebuah kejutan tidak akan menarik jika sudah mengetahuinya lebih dulu," sahut Hanna sambil mengigit potongan terakhir pizza yang ada di tangannya."Aku akan membalas semua ini. Harusnya kau malu dan menyesal karena telah mengkhianatiku dan membuatku kehilangan jabatan," tuding Aldo sengit.Mendengar tudingan tersebut, Hanna terkekeh geli."Teruskan saja menuduhku berselingkuh, mas. Hingga jika f
"Aduh, ada Mbak Hanna, lama nggak main ke sini, Mbok Ijah jadi pangling," sapa seorang wanita paruh baya dengan logat Jawa-nya yang masih kentara."Ah, Mbok Ijah bisa saja, ehm ... ini siapa mbok?" Tanya Hanna pada wanita yang tadi bertanya padanya."Dia pembantu baru di sini, Mbak Hanna, namanya Ratih, baru tiga bulan kerja sini," ujar Mbok Ijah memperkenalkan sosok itu pada Hanna."Ratih, kenalkan ini namanya Mbak Hanna, keponakannya bapak. Dulu sebelum menikah ia tinggal di sini. Sejak menikah, malah sombong nggak pernah mau mampir ke sini," gurau mbok Ijah yang ditanggapi senyuman oleh Hanna."Semoga betah kerja di sini, ya." "Maaf mbak Jika tadi saya bersikap tidak sopan, saya tidak tahu jika mbak masih keluarga," sesalnya."Tak apa, jangan di ambil hati. Aku kesini mau bertemu Bapak, beliau ada kan?" Tanya Hanna."Ada Mbak, sebentar biar mbok yang panggilkan. Mbak Hanna tunggu saja di ruang keluarga." Ucap Mbok Ijah sambil berlalu meninggalkan Hanna dan Ratih yang nampak bengon
"Mas, kapan kau akan menikahiku?" Bisik Siska lembut di telinganya.Aldo memejamkan mata, bisikan Siska di telinganya seakan ingin menambah masalah untuknya. Lelaki itu tak mengerti, apakah Siska tidak tahu jika saat ini kepalanya begitu berat karena masalah yang ditimbulkan Hanna di kantornya?Beberapa detik kemudian, tangan Aldo mendorong kasar tubuh Siska agar menjauh dari dirinya. Membuat wanita itu seketika memekik histeris.Argghh!"Mas, apa yang kaulakukan? Apa kau lupa jika aku sedang hamil," Protes Siska tak terima."Jangan menempel padaku, apa kau tidak mengerti jika kepalaku begitu pusing sekarang? Jangan menambah beban masalahku," bentak Aldo."Mas, aku hanya bertanya. Kapan kau akan menikahiku? Tak perlu harus mendorongku kan!" Suara Siska meninggi."Jangan lupa sekarang aku sedang hamil anakmu," lanjut Siska merengek."Iya, aku mengerti, tapi bisakah kita tidak membahas tentang kehamilanmu itu sekarang. Banyak hal yang sedang kupikirkan."Mendengar jawaban Aldo, refleks
"Persetan dengan persyaratan itu, mas. Apapun yang terjadi aku tak akan menggugurkan janin ini." Tolak Siska tegas."Jangan memaksaku, Siska!" Bentak Aldo yang mulai terbakar emosi."Keluar dari kamarku," usir Siska dengan tangan menunjuk ke arah pintu.Mata Aldo berkilat amarah, ia tak menyangka jika wanita yang biasanya selalu bersikap manis dan menuruti segala keinginannya itu tiba-tiba berubah begitu kasar."Kau ...!?""Keluar dari sini, dan ingat satu hal mas, kau akan menikahiku. Janin ini tidak akan aku gugurkan." "Terserah padamu, aku tak peduli." Sahut Aldo lalu menyambar tas dan sepatunya. Tak lama, lelaki itu keluar dengan raut wajah yang memerah."Persetan dengan semua ancamanmu. Suka atau tidak, aku tetap akan meminta pertanggungjawabanmu atas janin ini," ancam Siska lalu membanting kasar pintu kamarnya.****Hanna menatap sebuah rumah dari balik kaca mobilnya. Sebuah rumah sederhana yang tampak begitu asri dengan beberapa tanaman hias dan bunga yang beraneka warna.Tang
"Apa kedatanganmu ke sini ada hubungannya dengan Aldo dan ibunya?" Tanya lelaki bernama Ridwan itu lalu menyandarkan punggungnya."Iya pak, saya kesini memang ada hubungannya dengan Mas Aldo." Jawab Hanna sambil mengangguk perlahan, tak ia pungkiri, rasa sungkan itu ada."Maaf, jika kedatangan saya ke sini mengganggu," lanjut Hanna.Lelaki itu menggeleng lalu kembali tersenyum. Membuat Hanna sedikit lega."Tak perlu sungkan begitu, bapak tahu, suatu saat hari seperti ini pasti akan datang, karena tak selamanya sebuah rahasia akan tersimpan," sahutnya."Emm, apa Aldo sudah mengetahui semuanya?" Lanjutnya bertanya.Hanna menggeleng lemah, sorot matanya nampak begitu sendu."Tidak pak, Mas Aldo belum mengetahuinya, saya pun baru mengetahui hal ini enam bulan yang lalu, ketika ibu meminta saya menemuinya. Tepatnya, sekitar dua bulan sebelum kematiannya," jawab Hanna."Ibu memohon pada saya untuk menyerahkan amplop ini pada Mas Aldo setelah ia meninggal. Namun, berhubung ada sesuatu hal, s