"Sayang, akhir pekan besok kamu ga ada acara, kan?" tanya Bima. "Iya, Mas. Masih belum ada acara, kenapa Mas?" tanya Dahlia. "Kita ke rumahku, ya. Aku mau memperkenalkan kamu ke orang tuaku," kata Bima. "A-apa? Apa kamu yakin, Mas?" tanya Dahlia terkejut. "Iya donk, aku sangat yakin dan tidak sabar menunggu pertemuan itu. Kenapa? Kamu cemas, ya?" tanya Bima. "Iya, Mas. Aku takut, bagaimana kalau orang tuamu tidak menerima aku? Apa mereka akan menyukai aku, Mas?" tanya Dahlia. "Tenanglah sayang, aku selalu ada bersamamu. Apapun yang akan terjadi nanti, kita akan menghadapinya bersama. Aku tidak akan membiarkanmu sendiri, aku juga tidak akan membuatmu merasa tertekan atau tidak nyaman di sana," kata Bima. "Tapi aku takut kalau orang tuamu mengetahui bahwa aku ini seorang janda, wanita yang pernah bercerai, mereka tidak akan menyetujui hubungan kita. Jujur aku trauma, Mas. Dulu ibu mertuaku tidak pernah merestui dan menerima aku sebagai menantunya. Aku pikir ketika kami akhirnya m
Bima sangat mengerti kegelisahan yang sedang dialami oleh Dahlia. Bima menggenggam tangan Dahlia untuk memberinya ketenangan dan mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya akan selalu bersama Dahlia. "Pa, Ma.." Bima mencoba mengurai suasana kaku dan tegang yang terasa di antara mereka di ruangan itu. "Apa kalian sudah berkomitmen dan saling mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing?" tanya Papa Bima yang selalu terlihat serius dan berwibawa. "Iya, Pa. Bima mencintai Dahlia, bukan karena kecantikan fisiknya, tapi juga karakter dan pribadinya." kata Bima. "Lalu, bagaimana dengan kamu, Dahlia?" tanya Papa Bima. "Dahlia juga, Om. Pasti Om dan Tante sudah mendengar cerita masa lalu dan kegagalan Dahlia. Sejujurnya, sangat sulit bagi Dahlia untuk kembali membuka hati dan mempercayai seorang pria. Namun Bima begitu tulus menerima Dahlia apa adanya, dan berhasil membuat Dahlia percaya padanya. Tentu bagi kami saat ini, di usia yang sudah dewasa, bukan waktunya untuk bermain-ma
"Nak, bagaimana pertemuan dengan orang tua Nak Bima tadi?" tanya ibu. "Semuanya berjalan lancar, Bu. Akhirnya kedua orang tua Mas Bima merestui hubungan kami. Mas Bima akan segera menemui Bapak dan Ibu untuk membahas mengenai acara lamaran dan pernikahan kami," jawab Dahlia sambil tersipu malu. "Wah, Ibu ikut senang, Nak. Akhirnya hubungan kalian berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pihak," kata ibu. "Iya, Bu. Dahlia sangat senang dan bersyukur," kata Dahlia. Keesokan harinya, Bima segera menemui orang tua Dahlia dan menyatakan keseriusan hatinya. Bapak dan ibu Dahlia juga menyambut dengan baik maksud baik Bima itu. Bapak hanya mengingatkan Bima, untuk selalu menjaga dan berusaha membahagiakan Dahlia. Bima berjanji di hadapan Bapak dan Ibu Dahlia akan selalu setia dan tidak membuat Dahlia terluka kembali. Akhirnya disepakati bahwa pertemuan keluarga Bima dengan keluarga Dahlia akan diadakan dia minggu lagi. Acara pertemuan tersebut akan diadakan di rumah orang t
Setelah tiga puluh menit, Monica meninggalkan rumah Dahlia. Dahlia sangat terpukul dan gundah mendengar kabar mengenai masa lalu Bima. Dahlia menjadi tidak fokus bekerja, dan lebih memilih berdiam diri di kamarnya. Dahlia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan. Bisa saja dia mengabaikan Monica, dan tetap melanjutkan rencana pernikahannya seperti biasa dan seolah tidak terjadi apa-apa. Tetapi jika yang dikatakan oleh Monica benar, rasanya semua bertentangan dengan hati nurani Dahlia. Berulangkali Bima menghubungi Dahlia melalui ponselnya. HP Dahlia berbunyi tanpa henti, tapi Dahlia tetap diam dan tidak ingin menerima telepon dari Bima itu. Ibu yang mendengar suara HP Dahlia masuk ke dalam kamar. Ibu melihat Dahlia hanya duduk di tempat tidurnya dan melamun. Ibu melihat HP Dahlia, "Nak, ini Nak Bima menelepon terus. Apa kamu tidak ingin mengangkatnya?" tanya ibu. "Biar saja, Bu," kata Dahlia. "Ada apa, Nak? Apa kamu sedang bertengkar dengan Nak Bima? Ibu perhatikan sejak kamu men
Bima dan Dahlia sampai di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Lulu dan seorang pria, yang ternyata teman Bima sudah menunggu di depan rumah itu. "Mbak Lia," Lulu menyapa Dahlia dengan ramah. Teman Bima yang bernama Aryo turut menyalami Dahlia. Bima menekan bel rumah itu, lalu seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dan membukakan pintu. Dahlia melihat sekelilingnya, rumah yang sangat besar dan bersih itu. Monica dan seorang wanita cantik keluar dari dalam kamar. Wanita yang ternyata adalah Ibu Monica segera memegang lengan Monica. Sekilas Monica memang tampak normal dan seperti orang sehat, tetapi Ibu Monica begitu panik ketika melihat Bima ada di depan Monica. Monica terkejut dan tersenyum melihat Bima, lalu ia berusaha mendekati Bima. Bima hanya menatap Monica tanpa ekspresi. "Mas Bima? Akhirnya kamu datang menemui aku, aku sangat merindukanmu, Mas," kata Monica. Monica terus meronta dan akhirnya bisa melepaskan diri, ia berlari dan langsung memeluk Bima dengan erat
Bima segera membawa Dahlia masuk ke dalam mobil. Bima mengambil kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang selalu tersedia di mobilnya, dan mencoba menutup luka Dahlia untuk sementara.Dahlia meringis menahan rasa sakit, tapi ia sempat melihat wajah Bima. Bima terlihat begitu panik dan kuatir melihat keadaan Dahlia. Bima sama sekali tidak menduga jika Monica akan bertindak sejauh itu. "Kita harus ke rumah sakit, aku sangat kuatir melihat lukamu. Aku tidak mau terjadi infeksi nantinya, jadi lukamu harus ditangani dengan benar," kata Bima sambil membalut luka Dahlia dengan perban yang ada. Setidaknya, itu sebagai pertolongan pertama sebelum Dahlia mendapat pertolongan medis di rumah sakit terdekat. Dari dalam rumah itu masih terdengar suara teriakan Monica. Monica bahkan mencoba berlari mengejar Bima, tentunya dengan sigap Aryo dan Lulu berusaha menahan Monica. Namun Monica terus meronta dan berusaha melepaskan diri. Monica sudah berubah menjadi lebih agresif, liar, dan tak
Berita mengenai rencana pernikahan Bima mulai beredar di kalangan karyawan-karyawannya. Aditya juga sudah mendengar rencana pernikahan mantan istrinya itu. Aditya merasa kecewa dan kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin Aditya bisa mengancam atau menggagalkan rencana pernikahan atasannya tersebut. Apalagi Bima juga sudah memperingatkan dirinya untuk tidak mengusik Dahlia lagi. Akhir pekan itu Aditya pulang ke rumah ibunya. Aditya menyerahkan sejumlah uang pada ibunya untuk kebutuhan sehari-hari. "Nak, ada apa? Ibu perhatikan kamu banyak diam dan menyendiri?" tanya ibu. "Dahlia akan menikah, Bu. Dia akan menikah dengan Pak Bima. Bukan sekedar atasan Adit saja, tetapi juga putra pemilik perusahaan tempat Aditya bekerja. Aditya merasa keadaan Adit ini sangat memalukan dan menyedihkan. Aditya sangat malu setiap kali bertemu dengan Pak Bima," kata Aditya. "Aneh, kenapa wanita seperti Dahlia bisa seberuntung itu? Kenapa nasibnya setelah bercerai dengannu menjadi begitu
Perkataan Ibu Aditya begitu menghujam dalam hati dan benak Mama Bima. Mama Bima menjadi gelisah, bahkan menangis karena menyesalkan keputusan Bima untuk menikah dengan Dahlia. "Ma, ada apa? Kenapa sejak tadi sore Mama lebih banyak diam?" tanya Papa Bima. "Pa, kita harus mencegah Bima menikah dengan Dahlia," kata Mama Bima sambil menatap suaminya. "Loh, ada apa ini? Bukankah kita sudah sepakat dan menyetujui pilihan anak kita? Kita tahu bahwa Bima sangat mencintai Dahlia," kata Papa Bima. "Iya, Pa. Kita memang melakukan semua itu demi kebahagiaan Bima. Tetapi Mama merasa kalau Dahlia itu bukan calon istri yang baik untuk Bima. Mama takut Bima salah memilih dan akhirnya tidak bahagia. Dahlia itu bukan wanita yang baik, buktinya dia bercerai dengan suaminya dahulu. Kalau dia istri yang baik, pasti mereka masih harmonis sampai saat ini," jawab Mama Bima. "Ma, Bima itu sudah dewasa, bisa melihat dan berpikir dengan baik. Papa rasa dia sudah memikirkan dan mempertimbangkan semuanya ini
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend