"Ada apa, Ma?" tanya Bima pada mamanya. "Mama cuma ingin kamu menemani Mama di sini," jawab mama. "Oh, apa mama mau makan sekarang?" tanya Bima. "Mama masih kenyang," kata mamanya lagi. Ma, bagaimana kondisi Mama sekarang?" tanya Bima. "Mama sudah merasa jauh lebih baik," jawab mama. "Kalau begitu, mulai besok Bima mulai akan kembali bekerja di Semarang. Mama tidak apa-apa, kan?" tanya Bima. "Mm.. Apa kamu tega meninggalkan Mama?" tanya mama dengan mata berkaca-kaca. "Ma, Bima harus bekerja. Sudah beberapa hari Bima tidak pergi ke kantor, pekerjaan Bima banyak yang terbengkalai,""Kamu minta pada papa saja untuk kembali bekerja di sini, tidak perlu ke kantor cabang Semarang lagi," bujuk mama. "Ma, mana mungkin bisa seperti itu. Apa yang akan dipikirkan oleh karyawan jika Bima bertindak seenaknya? Bima harus memberi contoh pada semua karyawan dan bisa bersikap profesional," ujar Bima. "Alasan kamu! Kamu pasti mau menemui Dahlia, iya kan?" tanya mama. "Ma, sudahlah. Bima lela
Dahlia berusaha melepaskan pelukan Bima. Bima menatap wajah Dahlia dan menggenggam tangan Dahlia. "Lia, kenapa kamu tidak membalas pesanku? Aku sangat mencemaskanmu," ujar Bima. "Bagaimana keadaan mama, Mas?" tanya Dahlia. "Mama mulai membaik dan kembali dari rumah sakit. Menurut dokter, mama masih harus menjalani perawatan jalan dan minum obat dengan rutin," jawab Bima. "Oh, ada keperluan apa Mas datang kemari?" tanya Dahlia. "Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu aku datang karena merindukanmu, Lia," ujar Bima. "Untuk apa kalau sekedar rindu? Jika mama Mas mengetahui kedatangan Mas kemari bagaimana? Beberapa hari ini aku sudah memikirkan semuanya. Mungkin aku akan menyerah, tidak mengapa jika pernikahan kita memang harus dibatalkan," kata Dahlia. "Lia, aku sudah mengatakan padamu untuk bersabar dan menungguku, karena aku pasti akan datang. Aku sudah mengambil keputusan untuk menghadapi apapun tantangannya untuk bisa bersama denganmu," ucap Bima sambil memandang Dahlia. "Ak
Bima tidak sabar menunggu pagi, ia sangat antusias untuk menyampaikan kabar ini pada Dahlia. Pagi-pagi benar ia sudah bangun, mandi dan bersiap kembali ke Semarang. "Nak, kamu mau ke Semarang lagi? Kenapa pagi sekali?" tanya papa yang baru saja bangun dan keluar dari kamarnya. "Iya Pa, Bima tidak bisa menunggu lagi. Bima ingin segera menemui Dahlia dan menyampaikan kabar gembira ini," "Semangat sekali kamu, papa doakan kebahagiaanmu" ucap papa. Bima langsung menuju ke rumah Dahlia. Dahlia yang sedang menyiram bunga di halaman rumahnya terkejut melihat kedatangan Bima. Bima langsung tersenyum menghampiri Dahlia dan memeluknya dengan erat. "Mas, ada apa?" tanya Dahlia yang masih ada di pelukan Bima. Dahlia sempat merasa tidak nyaman dan melihat ke sekitarnya, beruntungnya suasana masih cukup sepi. "Lia, aku membawa kabar baik untuk kita," kata Bima sambil menggenggam erat tangan Dahlia. "Ada apa, Mas? Kita bicara di dalam saja," ucap Dahlia.Bima dan Dahlia masuk ke dalam rumah
"Lia, besok temani aku menghadiri pernikahan Aditya, ya," kata Bima siang itu. "Apa Mas? Aku tidak mau, Mas. Bagaimana kalau Mas datang dengan teman-teman kantor saja, ya?" tanya Dahlia. "Kenapa Lia? Kamu masih belum siap untuk bertemu dengan mantan suami dan ibu mertuamu? Apa kamu masih punya perasaan cinta pada Aditya?" tanya Aditya. "Apa? Mana mungkin aku masih mencintai Mas Aditya? Perasaanku padanya sudah mati sejak ia mengkhianati aku, Mas," jawab Dahlia. "Bukan begitu, Mas. Aku hanya malas bertemu dengan mereka. Seingatku, setiap kali berjumpa dengan mereka, hanya membuat aku merasa sakit hati. Pasti ada perkataan atau tindakan mereka yang menyakitkan hati," jawab Dahlia. "Iya, aku tahu. Tapi ini kesempatan untuk kita bisa menghadapi mereka. Juga menunjukkan bahwa usaha ibunya untuk menggagalkan rencana pernikahan kita itu sia-sia. Kita tunjukkan di depan semuanya kalau kita tetap bersama," ujar Bima dengan yakin. "Apa itu perlu, Mas?" tanya Dahlia."Iya, kita nyatakan ba
Ibu Dahlia memandang Dahlia dengan sinis, dalam hatinya pasti merasa sangat kesal pada Dahlia."Jangan bicara sembarangan kamu! Apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak mengerti maksudmu!" bisik Ibu Aditya. "Ibu jangan pura-pura, Bu. Ibu sengaja menemui dan menghasut calon mertuaku agar membenci aku," bener Dahlia. "Apa? Apa itu benar, Bu?" Aditya terlihat bingung dan terkejut."Kamu tidak punya bukti, Dahlia!" elak Ibu Aditya. "Siapa bilang? Saya punya buktinya," Dahlia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ibu Aditya terlihat panik, tetapi sorot matanya tetap menentang Dahlia. Dahlia memutar rekaman suara percakapan Dahlia dengan Ibu Aditya. Aditya dan ibunya langsung terkejut dan panik. Ibu Aditya tidak menyangka percakapan itu direkam oleh Dahlia. "Ka-kamu.." Ibu Aditya sangat takut ada orang lain yang mendengar rekaman itu, terutama Ratih dan orang tuanya. Ibu Aditya berusaha merebut ponsel Dahlia. Namun Bima segera mengambil ponsel itu dari tangan Dahlia. "Kenapa? Ibu terkejut
Dahlia dan Bima sedang dalam perjalanan pulang setelah menghadiri pernikahan Aditya dan Ratih. "Lia, bagaimana perasaanmu?" tanya Bima. "Aku? Biasa saja, Mas," jawab Dahlia. "Yakin? Kamu tidak sakit hati melihat mantan suamimu menikah lagi, kan?" tanya Bima. "Apa sih, Mas? Koq bertanya seperti itu?" ujar Dahlia. "Iya, maaf. Aku justru lega kalau kamu mengatakan sudah tidak memiliki perasaan apapun pada Aditya," kata Bima sambil melirik Dahlia. "Tentu saja, Mas. Dia hanya bagian dari masa laluku," kata Dahlia. Bima tersenyum dan menggenggam tangan Dahlia. "Calon istriku benar-benar cantik, aku sangat beruntung bisa mendapatkan hatinya," goda Bima. "Ih, memang laki-laki pintar merayu dan bermulut manis," ujar Dahlia. "Hehehe, tapi memang kamu cantik. Lihat saja wajah Aditya tadi, pasti dia menyesal telah melepaskanmu," kata Bima. "Mas, minggu depan aku akan membuat acara untuk membuka salon baruku. Aku akan mengundang keluarga, dan anak-anak dari panti asuhan. Bagaimana menur
Keesokan harinya, salon baru Dahlia telah resmi dibuka untuk umum dan siap melayani pelanggan yang datang. Seperti biasa, untuk perkenalan dan promosi, Dahlia memberikan diskon kepada lima puluh orang yang pertama datang dan menggunakan jasa salon Dahlia.Banyak orang yang datang karena penasaran, tertarik dengan penawaran diskon, dan juga sudah mendengar tentang salon Dahlia sebelumnya. Bima turut mempromosikan salon Dahlia melalui media sosialnya. Bima sangat bangga pada calon istrinya yang tidak hanya cantik, tetapi juga pintar dan berbakat. "Sayang, kamu lelah?" Bima berinisiatif memijat bahu Dahlia. Malam itu ia baru menemani Dahlia menutup salonnya. Tiga orang karyawan Dahlia sudah pulang ke rumah masing-masing. "Ah, biasa saja koq Mas. Aku malah merasa senang, karena baru hari pertama dibuka, salon ini sudah cukup ramai. Mas Bima pasti lelah, ya? Dari kantor tadi langsung ke sini? Sudah makan malam belum?" tanya Dahlia. "Belum, justru aku mau mengajakmu makan bersama. Aku
Setelah acara Ijab Kabul yang mengharukan, kini mereka sampai di acara resepsi. Rasa gundah, berdebar, dan haru, kini berubah menjadi rasa bahagia dan lega. Air mata bahagia mengalir di sudut mata Bima dan Dahlia. Orang yang dicintai kini sudah sah menjadi pasangan dan belahan jiwa. Bima menatap wajah Dahlia, ia sangat bahagia kini Dahlia menjadi pendamping hidupnya. "Kenapa, Mas?" tanya Dahlia. "Kamu cantik sekali, Lia. Aku sangat bahagia karena kita sudah sah menjadi suami istri. " Aku juga bahagia, Mas," Dahlia tersenyum melihat tamu undangan di hadapannya.Semuanya terlihat ceria dan bahagia dalam acara resepsi itu. Hidangan yang tersedia sangat beragam. Dahlia melihat bapak dan ibu tersenyum bahagia, mereka lega karena Dahlia bisa menemukan kembali orang yang tepat, yang mau menerimanya apa adanya dan berkomitmen untuk membahagiakannya. Namun di sudut ruangan, ada seorang pria yang tak bahagia. Ia hanya bisa menatap Dahlia penuh dengan penyesalan. Bahkan ia tidak punya kebe
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend