Aditya mulai menjalani pekerjaan barunya sebagai sopir. Hari demi hari dijalaninya dengan sangat berbeda. Dulu Aditya adalah seorang manajer perusahaan dengan gaji cukup besar. Sebagai manajer, Aditya selalu berpakaian rapi dan bersih, duduk manis di ruangan ber-AC, memiliki banyak karyawan di bawahnya yang selalu menghormati dan siap menerima perintahnya. Aditya tidak perlu banyak mengeluarkan tenaganya saat bekerja, hanya cukup memberi perintah dan mengatur anak buahnya dengan baik. Saat ini, kondisi pekerjaan dan keuangan Aditya berbalik seratus delapan puluh derajat. Dia harus sangat menghemat pengeluarannya agar bisa mencukupi kebutuhan dengan gaji yang pas-pasan, ditambah lagi harus mengirimkan uang untuk Ibunya dan membayar hutang. Kini, makan dengan menu ayam, ikan, atau daging bagi Aditya cukup mewah, sehingga tidak bisa dilakukan setiap hari. Aditya harus siap menunggu perintah untuk mengemudikan mobil kantor kapan saja dan kemanapun. Ia tidak bisa lagi memakai jas mewah d
"Lia, tunggu!" kata Aditya sambil mengejar Dahlia.Dahlia merasa malas meladeni Aditya. Ia ingin terus melangkah masuk ke rumah dan mengabaikan Aditya. Namun ia takut Aditya justru semakin nekat dan membuat keributan. Beberapa pengunjung salon dan karyawan sudah mulai memperhatikan Aditya dan Dahlia. Aditya memegang lengan Dahlia dan menahannya untuk melangkah. "Apa sih, Mas?" kata Dahlia sambil menepis tangan Aditya. "Tunggu Lia, beri aku waktu untuk bicara denganmu," kata Aditya."Ada apa? Aku sibuk, Mas," kata Dahlia. "Lia, ka-kamu banyak berubah sekarang ini," kata Aditya. "Mas mau aku seperti dulu? Hanya diam dan menerima begitu saja semua perlakuan orang lain, sampai bisa dibohongi dan diinjak-injak?" kata Dahlia. "Lia, jujur kamu semakin cantik, tapi perkataanmu sekarang sangat tajam. Aku datang dengan maksud baik, tapi sedari tadi kamu terus menggunakan kata-kata permusuhan padaku," kata Aditya. "Lalu apa maumu? Kita berpisah tapi menjalin hubungan baik? Jangan lupa kamu
Aditya meninggalkan rumah Dahlia dengan perasaan kesal, marah, dan malu. Memang ini di luar rencananya semula. Tadinya ia hanya ingin melihat Dahlia sebentar saja dari kejauhan. Namun melihat sang mantan istri kini begitu mempesona, hati Aditya tak bisa berbohong. Aditya merasakan ada getaran lain di dalam hatinya. Aditya menyadari, perasaan cinta itu masih ada untuk Dahlia. Sore hari itu Aditya pulang kembali ke rumah kosnya. Sebuah telepon masuk dari ibu mengejutkan Aditya."Hallo, Bu," kata Aditya. "Hallo, Nak. Akhir pekan besok kamu pulang, ya. Kita ke rumah Sinta. Ibu sudah bicara pada Sinta, dan katanya dia mau kembali padamu. Tapi kamu harus menemui dia secara langsung, Nak." kata ibu. "Apa, Bu? Kenapa ibu menemui Sinta tanpa bicara dulu padaku?" kata Aditya. "Iya, Nak. Ibu tahu kamu membutuhkan pendamping hidup, dan ibu mau kamu kembali pada Sinta," kata ibu. "Tapi Bu, dia itu bukan istri yang baik. Dia meninggalkan Adit saat sedang jatuh, dia juga begitu boros dan susah
"Kurang ajar kamu! Kamu yang pelakor!" kata Sinta. Sinta maju dan menjambak rambut Dahlia. Terjadi pergulatan antara Dahlia dan Sinta, keduanya tak mau menyerah dan mengalah. Dahlia pun membalas dengan mencakar dan menjambak rambut Sinta.Bapak dan ibu Dahlia tergopoh-gopoh keluar dari rumah karena melihat dan mendengar keramaian itu. Bapak melotot dan terkejut melihat pertengkaran Dahlia dan seorang wanita muda yang belum dikenalnya. Ibu Dahlia pun berteriak-teriak meminta pertolongan orang-orang untuk melerai perkelahian itu. Dibantu oleh beberapa orang, bapak Dahlia berhasil memisahkan Sinta dan Dahlia. Namun keduanya masih terlihat marah dan ingin kembali saling menyerang. Bapak terpaksa menyuruh semuanya masuk ke dalam rumah, agar mereka tidak menjadi tontonan warga. "Apa yang kalian lakukan di rumah saya? Kenapa harus membuat keributan seperti ini?" tanya bapak. "Bapak tahu? Putri Bapak ini merayu suami saya, Mas Aditya," jawab Sinta dengan penuh percaya diri. "Oo, jadi kam
Ibu Aditya dan Sinta sudah sampai di depan kantor Aditya. Mereka menatap gedung kantor yang megah dan menjulang tinggi itu. "Wah, bagus banget kantornya, Bu," kata Sinta. "Iya, memang Aditya hebat. Bisa menjadi manajer di kantor sebesar ini," kata ibu Aditya dengan senyum ceria dan bangga. "Iya ya, Bu. Pasti gaji Mas Aditya besar, ya Bu. Kalau begitu aku mau kembali sama Mas Adit. Aku masih sayang koq sama Mas Adit. Tapi apa dia masih mencintai aku, Bu? Sedangkan katanya dia malah kembali mengejar Dahlia," kata Sinta dengan raut wajah kecewa. "Aditya masih cinta sama kamu, Sin. Itu kemarin hanya karena Dahlia yang merayu dia. Kita tadi sudah memperingatkan Dahlia dan keluarganya, jadi pasti Dahlia tidak akan berani mendekati Aditya lagi. Kamu tenang saja, Sin, Ibu akan selalu mendukung kamu untuk menjadi menantu Ibu," kata ibu Aditya. Sinta melihat wajahnya di cermin dan memakai bedaknya, lalu memulas bibirnya dengan lipstik yang membuatnya merah merona. Sinta juga menyisir dan m
Kedatangan Sinta dan mantan mertua Dahlia kemarin, membuat luka lama yang hampir sembuh kembali menganga dan terasa perih. Apalagi ketika Dahlia mendengar hinaan yang terlontar dengan mudahnya dari mulut mereka, membuat Dahlia ingin marah dan menangis lagi. Ibu terus mengingatkan Dahlia agar tidak menyimpan kebencian dan dendam di dalam hati, tapi perasaan yang terluka tak mudah untuk dipulihkan. Namun hinaan mantan mertuanya itu seperti cambuk bagi Dahlia. Dahlia ingin membuktikan bahwa ia bisa hidup lebih baik dan terus meningkatkan kualitas dirinya setelah bercerai dari mantan suaminya. "Lia, Bapak mendapatkan informasi, ada tanah yang dijual. Sepertinya lokasi tanah itu cukup strategis, di pinggir jalan besar dan dekat dengan keramaian dan fasilitas umum," kata bapak."Oh, dimana lokasinya, Pak? Bagaimana kalau kita melihat tanah itu? Siapa tahu harganya cocok, Pak," kata Dahlia penasaran. "Boleh, nanti coba Bapak tanyakan pada teman Bapak ya. Nanti kita hubungi langsung penjua
Siang itu, Bima sedang duduk di sofa menonton acara televisi. Walaupun mata Bima memandang lurus ke layar televisi itu, tapi pikirannya melayang entah kemana. "Mas Bima, aku lihat dari tadi Mas diam saja dan bengong. Kenapa Mas? Masalah Mbak Dahlia lagi?" tanya LuluLulu duduk di sofa di samping Bima. "Iya, aku sudah tahu kenapa dia menolak aku. Dia sudah pernah menikah. Dahlia itu seorang janda, dia bercerai dari mantan suaminya. Aku masih belum tahu cerita lengkapnya, tapi aku rasa karena statusnya itu, dia menjadi ragu. Mungkin dia berpikir aku akan mundur setelah mengetahui statusnya itu," kata Bima. "Oo.. Jadi itu penyebabnya, lalu apa tanggapan Mas Bima setelah mendengar itu?" tanya Lulu. "Aku sempat terkejut, tetapi setelah aku berpikir dan merenung, aku masih tetap mencintai dia, Lu. Aku sudah mengatakan padanya bahwa perasaanku tidak pernah berubah, aku masih tetap mengharapkan dirinya. Bagiku statusnya itu tidak penting, walaupun dia pernah gagal dalam hubungannya bersam
"Sudahlah Bima, kamu renungkan dulu baik-baik apa yang akan kamu lakukan. Kamu itu sudah dewasa, bukan waktunya lagi menjalin hubungan dengan wanita untuk main-main, sekedar suka atau mengagumi untuk sesaat," kata papa Bima. Papa dan Mama Bima masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Bima dan Lulu. Bima hanya diam sambil memijat dahinya."Mas, yang sabar, ya. Om dan Tante cuma membutuhkan waktu. Semuanya pasti akan terkejut jika mendengar berita seperti ini, tapi aku yakin kalau Om dan Tante sudah mengenal Mbak Dahlia, mereka juga akan menyukainya. Intinya, kalau memang Mas Bima dan Mbak Dahlia berjodoh, pasti akan bersatu," kata Lulu.---Beberapa hari telah berlalu, Bima kini lebih sering berdiam diri dan mengurung diri di dalam kamar. Sampai suatu sore, mamanya masuk ke dalam kamarnya dan berbicara pada Bima. "Nak, apa kamu serius mencintai wanita itu?" tanya mama. "Iya, Bima belum pernah merasa seyakin ini, Ma. Bima sangat menyukai semua yang ada di dalam diri Dahlia," kata Bima.
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend