Sebuah lampu berwarna putih menyorot Syifa diantara kegelapan lalu sebuah lampu menyorot seorang pria didepannya yang berjarak 50 meter. Pria itu berjalan ke arah Syifa. Syifa terkejut karena melihat Zain disana. Zain berjalan ke arahnya. Ia mengambil mikrofon didepannya dan mengagetkan Syifa dengan pernyataannya.
"Syifa, sejak pertama kali kita bertemu, hatiku merasa berwarna, kau telah mengisi kekosongan yang ada pada diriku. Aku tahu ini terlalu cepat. Tetapi cinta tidak mengenal waktu, berapa lama kita bertemu atau berapa lama kita bersama. Cinta datang dari hati, dan didalam hatiku hanya ada satu namamu, Syifa. Aku mencintaimu, maukah kamu menjadi kekasihku?" Tanya Zain.
Syifa terdiam. Ia belum bisa menerima semua yang Zain katakan. Hanya saja ia tidak mau membuatnya dan Zain malu karena menolaknya. Para tamu mulai bersuara.
"Terima, terima, terima."
Syifa yang bingung lidahnya berkata tanpa ia pikirkan apa konsekuaensinya.
"Iya. Aku menerimamu menjadi kekasihmu."
"Terima kasih, Syifa." Zain mencium tangan Syifa.
Lampu yang mati menyala kembali. Diluar ruangan terdapat suara kembang api yang bersahutan. Para tamu melihat keluar di dekat kolam renang. Kembang api itu bertuliskan I LOVE YOU SYIFA. Para tamu sangat terhibur, acara ulang tahun menjadi acara pernyataan cinta.
Syifa dan Zain duduk berdua. Menikmati indahnya malam dan hidangan makan malam dimeja.
"Zain, apa yang kau lakukan tadi. Kau membuatku sangat malu."
"Apakah aku tidak cukup tampan sehingga membuatmu malu?"
"Bukan begitu, ini terlalu mendadak. Aku juga belum mengenalmu."
"Lalu?"
"Aku hanya tidak mau kamu dan aku malu. Jadi aku menerimamu. Bagaimana kalau.."
"Huss.." Zain meletakkan jari telunjuknya dibibir Syifa.
"Kamu sudah mengatakan menerimaku menjadi kekasihmu. Jadi kamu harus melakukannya sampai akhir."
"Terserah." Syifa tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Ia tahu Zain adalah orang yang sangat berpengaruh dikota ini. Zain memang sangat sempurna. Tidak ada wanita yang bisa menolak pesonanya.
Pesta telah usai, Syifa pulang dengan Hanna. Dimobil, Hanna bertanya tentang Zain dan Syifa hanya menjawab bahwa mereka barusaja kenal beberapa hari yang lalu. Hanna berharap semoga Zain adalah laki-laki yang baik yang dikirimkan Tuhan untuk Syifa seperti do'anya.
______
Pagi yang cerah, Syifa memasak di dapur. Hari ini hari minggu. Waktunya melepas penat setelah bekerja keras.
"Nona, ada tamu yang mencari non." Ucap seorang pembantu.
"Siapa bi?"
"Tidak tau nyonya. Seorang pria, tinggi dan tampan, non."
"Baiklah, aku akan kesana." Syifa meletakkan celemeknya dan memcuci tangannya. Ia melangkahkan kakinya ke ruang tamu.
"Zain. Dari mana kamu tahu rumahku?"
"Tidak ada hal yang tidak aku tahu tentangmu. Bersiaplah. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat."
"Aku akan mengganti bajuku dulu." Syifa melangkahkan kaki ke kamarnya dilantai dua.
"Sayang, Siapa tamunya." Tanya Hanna.
"Zain, ibu. Aku akan keluar"
"Ajaklah ia sarapan bersamamu dulu."
"Baiklah."
Syifa dan Zain sarapan bersama. Zain menyuapkan makanan kemulut Syifa. Syifa membuka mulutnya dan memakannya. Mereka bercanda tawa tanpa mereka sadari Hanna melihat kebersamaan mereka. Hanna sangat bahagia karena Syifa bisa tertawa kembali setelah kepergian ayahnya.
Zain membukakan pintu mobilnya untuk Syifa. Syifa merasa dirinya seperti putri saja. Syifa duduk disebelah Zain. Zain memasangkan seatbelt Syifa.
"Zain, ini tidak perlu. Aku misa memasangkannya sendiri." Ucap Syifa.
"Diamlah." Hati syifa berdebar berada sangat dekat dengan Zain. Zain melihat mata Syifa. Mata yang indah, hidung mancung dan bibir yang menggoda. Ingin sekali Zain menciumnya tetapi ia mengurungkannya.
"Sudah selesai." Zain mengemudikan mobilnya. Ia memutar musik romantis yang membuat Syifa berbunga-bunga seperti hatinya saat ini.
"Kita mau kemana?" Tanya Syifa.
"Ke pantai. Aku suka pemandangan pantai. Luas dan menyejukkan." Jawab Zain.
Sesampainya dipantai. Zain menggandeng tangan Syifa, mengabadikan kebersamaan mereka dengan wajah yang bersinar. Dua orang yang saling jatuh cinta, mekangkah bersama menyusuri keindahan semesta.
"Apa kamu mau naik jetski." Tanya Zain.
"Aku belum pernah menaikinya."
"Ayo, ikut denganku."
Zain memesan jetski dan menggandeng Syifa di belakangnya. Jetski melaju dengan kencang membuat Syifa berteriak kencang.
"Aaaaaaaaa"
"I love you, Syifa." Ucap Zain dengan keras.
"I love you too, Zain." Jawab Syifa dengan lantang. Kencangnya jetski membuat Syifa mempererat pelukannya pada Zain. Zain tersenyum penuh kemenangan.
Selesai dengan bermain jetski. Syifa dan Zain makan siang, tanpa mereka sadari ada sebuah kamera yang menangkap kebersamaan mereka.
Bersambung
Hai para readers. Terima kasih sudah membaca cerita Zain dan Syifa. Jangan lupa vote dan komentarnya ya.. thank you.
Zain mengawali paginya dengan senyum di wajahnya. Kehadiran Syifa membuat kehidupan Zain semakin lengkap. Ia melangkahkan kakinya dengan semangat untuk memulai pekerjaannya. Tiba-tiba Ratih menghentikan langkahnya."Ada apa ma?" Tanya Zain."Lihat berita hari ini. Apa maksud isi berita itu? Apa benar kamu menyatakan cinta kepada seorang tukang pijat tradisonal. Memalukan sekali.""Memangnya kenapa kalau dia seorang tukang pijat? Aku memang mencintainya." Ucap Zain santai. Ia melihat berita di koran, majalah dan media internet. Ternyata banyak berita bermunculan tentang dirinya.'Pewaris perusahaan Sanjaya Adhitama grup, Zain haruna Sanjaya menyatakan cinta kepada seorang tukang pijat tradisional''Tukang pijat tradisional merayu pewaris perusahaan Sanjaya Adhitama grup' disertai foto mereka saat dipantai."Siapa yang berani membuat berita seperti ini." Geram Zain. Zain keluar dari rumahnya dengan amarah. Dia tidak suka ada orang yang membuat
Zain menyelesaikan pekerjaan kantornya lebih awal. Ia segera pergi untuk menjemput Syifa. Sesampainya ditempat Syifa. Zain menemuinya. Ia berpapasan dengan Azka di lobi."Hai, bukankah kamu Zain? Lama tidak bertemu.""Hai, kamu Azka, Bagaimana kamu bisa ada disini?""Aku pemilik usaha ini. Ayahku sibuk diluar negeri dan aku menggantikannya. Nenekku di desa ditemani pamanku. Jadi, aku di Jakarta sekarang. Bisakah kita berteman?""Tentu saja. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama." Ucap Zain dengan tulus."Apa kamu akan menjemput Syifa?." Tanya Azka."Bagaimana kau tahu?" Zain menyelidik."Hanya menebak saja. Di internet berita tentangmu sedang menjadi topik utama." Ucap Azka dengan prihatin."Iya. Aku memang menjemputnya. Media memang suka berlebihan. Aku sudah membereskannya. Berita itu sudah tidak bisa dilihat lagi di internet beberapa menit yang lalu." Kata Zain."Benarkah? Kau sangat h
Syifa mengawali harinya dengan berolahraga di samping rumahnya. Ia memutar musik di smartphone miliknya. Menggerakkan tangannya ke samping kanan dan kiri, menggerakkan tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang menyehatkan badan sampai keringat keluar dari tubuh eksotisnya."Syifa, kamu belum bersiap untuk kerja?" Tanya Ratih."Iya bu, sebentar lagi." Jawab Syifa.Syifa menyelesaikan olahraga paginya dan bersiap untuk mandi. Wangi sabun dan shampoo yang lembut membuat Syifa merasa tenang. Ia menyelesaikan ritual mandinya lalu sarapan bersama ibunya."Sayang, kenapa sarapannya tidak dihabiskan?""Aku bisa terlambat, Bu. Aku berangkat dulu." Syifa mencium punggung tangan ibunya.Ditempat kerjanya, seperti biasa Syifa melayani pelanggannya dengan ramah. Hari ini banyak yang datang mengantri untuk dipijat."Nona, pijatanmu sangat nyaman. Aku merasa segar kembali setelah dipijat olehmu." Kata seorang wanita paruh baya."
"Kakak tidak akan pernah meninggalkanmu." Azka mengikatkan gelang berwarna pink dan biru laut di pergelangan tangan Syifa."Janji?" Syifa melingkarkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Azka."Janji." Tanpa sadar Azka sudah membuat janji yang sulit baginya. Saat Ia berusia dua puluh tahun. Ibunya memintanya untuk ke Jakarta karena ayahnya sedang sakit. Waktu itu Azka juga berjanji untuk mengantar Syifa makan malam pada acara kelulusan SMA nya bersama teman-temannya. Azka tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan kepada Syifa karena asisten ayahnya memaksa membawanya ke bandara. Pak Roni membawa dua bodyguard yang membawa paksa Azka menuju mobil. Azka yang sudah siap menjemput Syifa akhirnya ikut dengan asisten ayahnya. Karena ia memberontak dan pikirannya kacau, ia tidak sengaja menjatuhkan ponselnya di kolam ikan hias yang ada di depan rumahnya. Azka sangat menyesal tidak bisa menghubungi Syifa. Ia merasa bersalah padanya. Setelah hari itu, Azka tidak diperboleh
Zain mengantarkan Syifa pulang kekediamannya. Ia tidak ikut masuk kedalam rumah karena sudah terlalu larut. "Selamat malam, Honey. Mimpikan aku dalam tidurmu." "Your wish." "Honey!" "Ada apa?" Syifa yang akan membuka pintu rumah berbalik menatap wajah rupawan Zain. "Maafkan perkataan Mama, dia hanya belum mengenalmu. Kalau ia bisa lebih dekat denganmu. Aku yakin dia akan menyukaimu." "Kau tidak perlu menghawarirkanku. Mamamu hanya ingin yang terbaik untukmu, dan mungkin ia tidak melihat itu pada diriku." Nada suara Syifa melemah. Ia sangat sedih dengan ucapan Ratih yang masih tetekam diotaknya. "Kenapa kamu berbicara begitu, Honey. Kamu yang terbaik bagiku." Zain memeluk Syifa erat-erat. Ia tidak ingin membuat Syifa merasa rendah diri. Syifa tidak bisa menahan air matanya yang menetes tanpa ia minta. Zain menghapus air mata Syifa dengan jari-jarinya yang kokoh. "Pulanglah Zain. Aku sangat lelah hari ini dan
"Fa, Bagaimana menurutmu tas ini? Cantik tidak?" Erliana memperlihatkan tas yang ia beli kepada Syifa namun Syifa diam saja. Ia melamunkan apa yang baru saja terjadi."FA. Kamu kenapa sih? Ditanya malah diam saja.""Kamu tadi tanya apa Er?" Kata Syifa tersadar dari lamunannya." Tuh, kan kamu dari tadi melamun terus. Ada apa sih. Cerita dong sama aku?""Nggak ada apa-apa kok Er. Cuma masalah kecil." Jawab Syifa.Erliana terlihat tidak puas dengan jawaban Syifa. Ia merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Mungkin Syifa belum ingin bercerita apa masalahnya. Erliana hanya berharap Syifa memang baik-baik saja."Baiklah. Kita pulang sekarang.""Oke."Hari semakin senja. Tampak banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan ibu kota yang padat. Erliana mengantar Syifa kerumahnya. Ia melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan mereka.Syifa baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Ia mengganti pakainnya dengan pakaian
Para karyawan terheran melihat keadaan Zain yang sedang berlari dengan kemeja basah tanpa dikancingkan. Ia tidak peduli dengan pandangan karyawan terhadapnya saat ini, yang ada dalam fikirannya hanyalah Syifa. Ditempat parkir yang luas, Zain meraih tangan halus Syifa dan mendekapnya. Syifa merasakan hentakan yang kuat dari tangan Zain saat ia membalikkan tubuhnya. Rasa hangat dari tubuh mereka yang bersentuhan membuat hati mereka berdesir. Nafas Zain yang memburu menyapu pipi kanan Syifa. "Honey. Apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Kinan tidak ada hubungan apa-apa. Apa yang kamu lihat tadi adalah kecelakaan. Kumohon percayalah padaku." Syifa mendorong tubuh Zain dengan kuat tetapi kekuatannya tidak seberapa dibanding dengan kegagahan lelaki yang mendekap tubuhnya. "Kau pikir aku bodoh. Apakah itu yang selalu kau lakukan dibelakangku, Zain? Kupikir kamu sungguh mencintaiku tetapi ternyata selama ini aku salah
Azka mengantar Syifa sampai rumahnya. Ia menelungkupkan jasnya diatas tangannya yang menutupi rambut panjang Syifa. Melindunginya dari derasnya hujan. Saat ia menurunkan Jas hitamnya. Tatapan mata mereka bertemu, ada sesuatu yang aneh dalam hati Azka. Momen yang sangat ia rindukan sejak lama. Berada didekat Syifa dan menatap mata indahnya. Hangatnya kopi dengan aroma khas gula aren menemani malam mereka. Hanna meminta Azka untuk makan bersama. Indahnya rembulan dimalam hari seperti cahaya direlung hatinya. Azka selalu ingin berada disamping Syifa dan menjadi pelindungnya. Perbincangan mereka berlangsung hingga larut. Luka dihati Syifa sedikit terobati dengan kehadiran Azka yang menghiburnya. Menceritakan hal-hal konyol yang mereka lalui bersama saat masih dibangku sekolah. Azka pulang dengan diantar kedua wanita ibu dan anak yang melambaikan tangannya dengan senyum disudut bibirnya. Harum parfum bunga sakura memenuhi ruangan pijat VIP. Seorang pelanggan w
Keesokan harinya Sherly membelikan ponsel baru kepada Syifa. Ponsel Syifa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Iya dengan berat hati memberikannya kepada Syifa. Sherly : "Sorry atas kejadian kmrn Fa, ni ponsel buat kamu."Syifa : "Thanks."Syifa duduk di kursi kerjanya dan mencoba memasukkan kartu nya tetapi kartunya telah rusak. " Kok nggak bisa sih, jangan jangan kartunya rusak lagi, oh my God." Keluh Syifa.Sepulang kerja ia terpaksa membeli nomor baru dan ia mencoba menghubungi Zain.Syifa : "Hallo Zain, ini aku Syifa, hp ku rusak kmrn jadi aku ganti hp dan nmr baru. Are you okey today?."Zain : "Hallo honey. I'm fine."Syifa : "Hari ini aku mau izin cuti lalu aku mau ke apartemen kamu setelah ini."Zain: "Tidak honey, aku akan jemput kmu hari ini."Syifa : "Beneran? Kamu Uda bisa nyetir sekarang?"Zain :" Udah dong. Kamu tenang aja "Tak lama kemudian Zain sudah berada di depan gedung tempat Syifa bekerja. Syifa datang menghampiri Zain. Di mobil Zain bercerita tentang kejadian aneh
Satu minggu kemudianKaki zain sudah sembuh. Ia bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya ada sedikit bekas luka di kakinya. Ia berencana menemui dokter kulit di luar negeri sekaligus honeymoon setelah hari pernikahannya. Zain merasa lega atas kesembuhannya. Lima hari lagi adalah hari pernikahan Zain dan Syifa. Didepan gedung apartemen, Bella berjalan dengan tergesa-gesa. Ini adalah hari terakhirnya untuk memeriksa Zain. Terdengar suara asing yang memanggilnya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Azka disana. "Bella." Panggil Azka. "Azka." Ucap Bella heran. Ia tidak menyangka dipanggil oleh laki-laki yang dikaguminya. "Kebetulan saya lewat dan membeli beberapa sarapan. Ini untukmu dan satu lagi untuk pasienmu." Azka menyodorkan dua kotak berisi makanan dan 2 botol minuman. Bella hanya diam menatap Azka. Ia mengagumi wajah tampan dan rupawannya. "Kok, bengong. Ayo ambil." "Eh, iya terimakasih." Azka berlalu mening
Didepan rumah Syifa, Raka sudah berdiri didepan mobilnya dan menunggu lebih dari lima belas menit untuk menjemput Syifa. Ia melihat arloji ditangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30. Syifa keluar dari rumahnya mengenakan baju sepertiga lengan dengan warna biru polos dan rok sepanjang lutut. Terdapat kalung asesoris dilehernya. Ia terlihat rapi dan stylish. "Nona, Silahkan masuk." Raka membukakan pintu mobil. "Terima kasih." Mobil Rolls Royce hitam itu melesat meninggalkan rumah Syifa menuju apartemen Zain. Entah mengapa Syifa masih kesal karena Zain mempekerjakan perawat wanita di apartemennya. Dia hanya seorang perawat dan mengapa Syifa cemburu. Pikiran Syifa perlu dibersihkan dari pikiran negatif tentang Zain. Mereka sampai di apartemen Zain. Zain membukakan pintu untuk Syifa dan mempersilahkannya untuk duduk. Syifa duduk di sofa ruang tamu diikuti Zain. Di atas meja terdapat album undangan pernikahan yang
Di depan swalayan yang terletak dekat dari apartemen, Bella sudah menyelesaikan belanjaannya. Ia membawa dua plastik besar dengan banyak bahan makanan dan buah buahan. Keringat bercucuran dipelipisnya. "Melelahkan sekali." Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya. Tangannya terasa pegal membawa banyak barang. "Brug" Tidak sengaja Bella menabrak dada bidang tubuh tegap di depannya. Hatinya berdegup kencang. Seorang pria mengambilkan dua kantong plastik besar berwarna hitam itu. "Apa anda baik-baik saja." Pria itu mendongakkan wajahnya. Menampakkan senyum yang menawan hati siapapun yang melihatnya. Bella tertegun sesaat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pria didepannya. Ia sulit berkata- kata. Bibirnya terasa berat mengungkapkan kekagumannya. "Tampan." Bella berkata dengan sangat pelan. Ia melongo seperti orang yang linglung."Apa?" Tanya pria itu."Tidak ada. lupakan saja. Maaf aku tidak meli
Zain mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa ekspresi wajah Syifa mendadak masam dan pergi begitu saja. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Raka sudah siap menjemput Tuannya untuk pulang ke apartemen. Sebuah tongkat bantu jalan digunakan Zain untuk menopang bagian tubuhnya saat berjalan. Mobil lamborghini melesat melewati jalanan yang padat. Banyak kendaraan berlalu lalang membuat kemacetan yang membosankan. "Raka, apa kamu sudah menyelidiki suruhan siapa preman-preman yang berani mencelakaiku kemarin?" "Aku sudah menyuruh orang-orang kita menyelidikinya. Namun plat mobil mereka palsu. Kami sedikit kesulitan menyelidiki mereka karena mereka tidak meninggalkan jejak apapun." "Selidiki lagi lebih lanjut. Aku tidak mau mereka lolos begitu saja." "Baik Tuan Muda." Sesampainya di apartemen kelas atas yang megah dan luas miliknya. Zain merebahkan tubuhnya di ranjang king size yang lembut. Kakinya terasa p
Syifa mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Sesekali Zain melirik Syifa. Sorot matanya memancarkan kekaguman atas keindahan makhluk Tuhan yang ada didepannya.Mereka sampai di rumah sakit dan Zain segera mendapatkan pertolongan. Zain diberikan obat luar dan diberi perban. Dokter juga meresepkan beberapa obat untuk diminum. "Dokter, bagaimana keadaannya?" Tanya Syifa cemas."Untunglah lukanya tidak terlalu serius. Dua atau tiga hari lagi perban sudah bisa dibuka." Dokter memberikan penjelasan seperlunya."Syukurlah. Terima kasih, Dok.""Sama-sama."Syifa memasuki ruang pasien VIP dan duduk disebelah Zain di ranjang pasien."Kamu pasti akan segera sembuh. Apakah ini sakit?" Tangan Syifa memegang kaki Zain yang berbalut perban. "Kau sangat perhatian padaku." Syifa membalas perkataan Zain dengan tersenyum simpul. Malam semakin larut. Syifa membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan masuk dari Hanna. Ibunya menghawat
Sebuah mobil sedan hitam mengikuti mobil Zain dari belakang. Mereka menyadari bahwa sasaran telah mengetahui posisi mereka. Salah seorang dari mereka menelpon kawanannya untuk mengepung Zain ditempat yang sepi.Saat mobil Zain melewati jalan sepi, ia dan Syifa dikepung oleh tiga mobil yang berada di depan, samping dan belakang mobilnya. Mereka berjumlah dua belas orang dengan badan tinggi dan kokoh. Kawanan preman tersebut adalah pembunuh bayaran."Keluar kalian!" Bentak salah seorang preman sambil menggedor-gedor pintu depan."Zain, bagaimana ini, Siapa mereka? apa mau mereka?" Ada kecemasan di wajah Syifa. Mukanya menjadi pucat pasi."Tenanglah. Tetaplah disini. Aku akan keluar.""Hati-hati."Zain keluar dari mobilnya menghadapi kawanan preman yang bertubuh besar dan menakutkan.Keahlian Zain dalam berkelahi tidak diragukan namun ia hanya sendirian sedangkan mereka berjumlah belasan orang. Sepertinya mereka dikirim oleh
Syifa mengambil sepiring cah kangkung seafood untuk Zain. Memperlisahkan Zain untuk menikmati masakan buatannya. Zain yang sedang dalam mood yang buruk menjadi tidak berselera. Ia menyendokkan hidangan ke mulutnya dan rasanya sangat lembut dilidah. Manis gurihnya terasa pas. Namun Zain tidak mau mengakuinya."Rasanya biasa saja. Tidak enak sama sekali." Ucap Zain."Benarkah? Apakah lidahmu sedang bermasalah? Menurutku ini sangat lezat." Kata Syifa dengan sangat yakin."Iya. Ini begitu nikmat." Tambah Azka."Kalau kamu tidak suka, biar aku yang memakannya nanti." Ucap Syifa."Dasar rakus. Karena kamu yang memasak. Aku akan menghabiskannya walaupun rasanya sangat kacau." Ucap Zain."Bilang saja kalau sebenarnya kamu suka." Syifa bergumam pelan sehingga tidak terdengar ditelinga Zain. Senyum tipis terlihat diwajahnya. Setelah selesai menikmati masakan buatan Syifa. Zain mengajak Syifa pergi ke butik langganannya untuk fitting dress pengantin. Acara pernikahan
Dibalkon rumah yang megah. Seorang pria berbadan tinggi dan tegap sedang memandang kearah luar. Sesekali ia menyesap rokok untuk menghilangkan rasa frustasinya. Pandangan matanya memancarkan api kebencian dan kecemburuam. Mengetahui wanita yang selama ini dicintainya memilih Zain yang baru dikenalnya.Hatinya tercabik-cabik. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Azka membayangan saat Syifa tersenyum padanya. Memorinya saat masih remaja terulang dalam benaknya. Ia sangat merindukan Syifa kecil yang menggenggam tangannya, menghiburnya saat merasa sedih. Menunggunya saat hendak pergi kesekolah. Saat-saat mereka bersama dulu.Dalam hati ia berkata 'Jika aku tidak bisa mendapatkan Syifa, maka tak ada satu priapun yang bisa bersamanya.' Azka terbangun dalam lamunannya saat seseorang memanggilnya."Tuan Azka, Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu anda diruang keluarga." Kata seorang pembantu rumah tangga."Katakan kepada mereka. Aku akan segera kesana."