"Selamat atas peresmian anak perusahaan Ganesha Indo Global, Bu." Seorang pria setengah baya terlihat menjabat tangan wanita berpakaian formal di hadapannya."Terima kasih. Semoga kerja sama kita bisa berlangsung tanpa kendala," balas wanita itu dengan senyum ramah di bibirnya."Kalau begitu, saya permisi. Masih ada pekerjaan yang menunggu.""Baik, Pak. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih. Mari, saya antar hingga ke lobi." Wanita itu lantas mengantarkan pria tadi menuju lobi kantor. Di belakang mereka, asisten dari kedua pebisnis itu mengikuti."Saya pamit dulu, Bu Geisha. Sampai jumpa di lain kesempatan," pamit pria tadi sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan lobi. Kemudian, asisten dari pria yang menjadi rekan bisnis Geisha itu pun menyusul sang atasan untuk masuk ke dalam.Geisha melambaikan tangan dengan senyum yang setia tersungging di bibirnya. Begitu memastikan mobil rekannya sudah tak terlihat, ia pun segera memutar tubuh.Wanita itu berjalan men
Geisha mencubit ruang di antara kedua alisnya saat lagi-lagi, kata-kata Samuel kemarin terngiang di kepalanya. Entah sudah berapa kali pria itu melamarnya secara terang-terangan. Jika biasanya ia tak terlalu memikirkannya, maka berbeda dengan kali ini. Ditambah lagi, Gabriel kini sudah mulai masuk taman kanak-kanak. Putranya itu terus menginginkan sosok papa seperti teman-temannya yang lain."Bu, tamu Anda sudah datang," ucap Lucy yang berhasil membuyarkan lamunan Geisha.Wanita yang semula duduk dan menatap kosong pada layar laptop-nya itu pun sontak mengangkat wajahnya untuk melihat sosok tamunya yang baru saja memasuki ruang pertemuan."Selamat pagi, Nona Geisha," sapa tamunya itu. Seorang pria berperawakan tinggi dengan wajah yang cukup rupawan itu berjalan mendekati Geisha yang sudah berdiri dari tempat duduknya."Jadi, Anda Tuan Sagara?" Geisha menjabat tangan pria itu seraya tersenyum ramah."Panggil saja Gara." Bibir tebal pria itu membentuk sebuah lengkungan senyum yang membu
"Nona Geisha, ini aku. Sagara." Pria itu melangkah mendekati Geisha yang sudah berdiri dari posisi duduknya."Ah!" Wanita itu mengeratkan pegangannya pada tas yang ia bawa. "Maafkan saya. Saya pikir ....""Siapa Ganesha? Suami Nona Geisha?" tanya Gara seraya menunjuk sofa yang terletak di ujung kamar, di dekat jendela. Ia mengisyaratkan agar Geisha duduk di sana."B–bukan," jawab wanita itu seraya mendudukkan diri di sofa.Gara mengangguk sekilas. Pria itu lekas meletakkan sebuah laptop di atas meja kaca di depannya. "Saya sudah meminta bagian room service untuk mengantar makanan dan minuman untuk kita. Apa Anda ingin memesan yang lain?""Oh, tidak perlu. Terima kasih," jawab Geisha singkat. Wanita itu mengulas senyum."Baiklah." Gara mengangguk. Pria itu lekas mengutak-atik laptop di hadapannya, kemudian membuka sebuah file berisikan foto desain bangunan."Ini rancangan pembangunan, lokasi, anggaran biaya, dan salinan sertifikat tanah. Anda bisa memeriksanya terlebih dahulu." Gara me
"Itu dia, Papa!" celetuk Gabriel seraya menunjuk ke arah jauh di belakang Geisha.Wanita yang semula berlutut di hadapan putranya itu lantas berdiri dari posisinya, kemudian mengikuti arah yang ditunjuk oleh sang putra. Geisha terperangah melihat sosok pria yang ia kenal itu berjalan mendekat dengan senyum di bibir tebalnya."Tuan Gara?" gumam Geisha tak percaya."Hei! Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Gara dengan bingung. Namun, ia masih menunjukkan wajah ramahnya. Begitu melihat tangan Geisha dan Gabriel yang bergandengan, ia sontak menyadari sesuatu. "Jangan bilang kau dia ....""Gabriel adalah putraku," sahut Geisha tanpa ragu."Astaga ...." Gara menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Papa!" panggil Gabriel seraya menarik-narik tangan Gara.Pria itu menunduk dan tersenyum. Ia mengacak pelan puncak kepala bocah laki-laki tersebut."Gabriel, jangan seperti ini. Dia bukan papamu," peringat Geisha yang lantas menarik putranya untuk sedikit menjauhi Gara."Dia papaku! Papa Gara!" Gab
"Di mana mobilnya? Kau tak membawa sopir?" tanya Samuel begitu mereka tiba di lobi bandara."Aku kemari bersama temanku. Kita naik taksi saja." Baru saja Geisha mengeluarkan ponselnya dari dalam saku blazer untuk memesan taksi online. Akan tetapi, suara Gara sudah lebih dulu menginterupsinya."Kau belum pulang?" tanya Gara yang kini sudah berdiri di hadapan Geisha.Wanita itu tersenyum. Ia menggeleng pelan. "Kau sudah selesai dengan urusanmu?""Ya." Gara mengangguk. Ia kemudian melirik pada pria yang berdiri di sebelah Geisha."Oh! Perkenalkan. Ini Samuel." Wanita itu tersenyum memperkenalkan Samuel pada Gara. "Samuel, ini rekanku. Gara."Kedua pria itu saling berjabat tangan untuk formalitas perkenalan mereka.Samuel tertegun. Pria itu tak mengalihkan tatapannya dari wajah Gara."Aku bisa mengantar kalian untuk mengambil mobil Geisha, jika kalian mau," tawar Gara pada kedua orang di hadapannya.Geisha berniat untuk menolak ajakan tersebut. Namun, Samuel lebih dulu menjawab, "Baiklah.
"Sagara!" gertak Geisha dengan suara keras. Namun, pria itu justru tertawa pelan."Aku bercanda," ucap Gara begitu selesai dengan tawanya. "Kau lucu sekali jika menunjukkan ekspresi wajah sedang marah."Geisha mendengus. Ia tidak ingat seberapa dekat dirinya dengan pria ini, hingga entah bagaimana, Gara berani mengeluarkan lelucon seperti ini."Maaf," sesal Gara pada akhirnya.Geisha hanya bergumam sebagai tanggapan. Wanita itu lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakangnya."Jadi, kita pergi menemui putramu?" Gara menaikkan sebelah alisnya, seakan meminta persetujuan."Biar aku tanyakan pada sekretarisku, apakah aku ada pertemuan atau tidak," kata Geisha seraya beranjak dari tempat duduknya.***"Paman ...," lirih Gabriel terhadap Samuel yang setia menemani di samping bocah itu. Mereka tengah berada di halaman belakang rumah, di mana kolam renang terhampar di sana."Hm ...?" Samuel mengusap pelan kepala Gabriel. Ia memerhatikan wajah murung bocah itu."Sebenarnya,
Entah bagaimana, hubungan Geisha dengan Gara semakin erat. Mereka pergi bersama Gabriel, makan malam bersama, berangkat ke kantor bersama, sampai menjemput Gabriel dari sekolah bersama.Geisha merasa lega sebab kini, dirinya memiliki teman baru yang begitu mengerti akan dirinya dan juga bersedia menuruti kemauan putranya. Bahkan, Gara tidak segan untuk mengakui bahwa Gabriel adalah putranya di hadapan para wali murid sekolah bocah itu yang sering menggunjing Geisha.Mereka yang semula menganggap Geisha sebatas pelacur dan wanita simpanan pun dibuat bungkam oleh Gara. Pria itu mengatakan kepada orang-orang, bahwa Geisha adalah kekasihnya di masa lalu, dan Gabriel adalah putra mereka. Karena sebuah kesalahpahaman, mereka terpisah untuk beberapa waktu."Selamat siang, Tuan Gara," sapa seorang wanita yang merupakan wali murid teman Gabriel.Pria yang disapa itupun tersenyum ramah. "Siang, Nyonya.""Tidak biasanya Anda datang seorang diri. Di mana Mama Gabriel?" tanya wanita itu lagi."Mam
Geisha terperangah begitu melihat pria di atasnya itu menanggalkan kemejanya. Ia bukannya terkesima akan dada bidang serta perut keras berotot milik pria tersebut. Akan tetapi, ada hal lain yang membuatnya kemudian memilih untuk menahan dada pria itu saat akan kembali mencumbu dirinya."Hah .... Kenapa?" tanya Gara dengan suara beratnya, juga napasnya yang sedikit terengah-engah akibat peraduan mereka barusan.Geisha menatap lekat wajah Gara, kemudian melirik pada dada sebelah kiri pria itu. Di sana terdapat sebuah tato berinisial 'G' yang begitu ia kenal sebagai ciri khas yang dimiliki oleh Ganesha. "Ganesha ...?" lirih wanita itu dengan suara yang sedikit bergemetar.Gara tertegun. Kemudian, ia yang menyadari arah pandang Geisha itu lekas mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang tertutup oleh tangan wanita tersebut. Tato miliknya. Pria itu menelan ludahnya dengan kasar, lalu memilih untuk menyingkir dari atas tubuh Geisha. "Kau jangan salah paham. Tato seperti ini banyak yang memi
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik