Tatapan itu jelas merendahkan Serina. Lirikannya menyapu penampilan Serina dari ujung sepatu sampai ujung rambut, kemudian satu ujung bibirnya tertarik ke atas.“Kok tahu?” celetuk Serina secara tiba-tiba. Kepala Tanjung mulai terangkat, sedang wajah Narumi menjadi datar dalam sekejap. Pandangannya menyapu wajah Serina lekat-lekat. “Siapa namamu, Nona?” Nada suara itu terdengar antusias, kombinasi antara marah dan tertarik.Serina memasang senyum terbaiknya, tidak canggung sama sekali, lalu mengulurkan tangan. “Serina, Madam.”“Oh, Serina?” Narumi menatap lekat tangan Serina, lalu tersenyum jijik.Serina tidak tersinggung sama sekali. Dia angkat sebelah bahunya santai kemudian menarik kembali tangannya yang tidak tersambut.“Jadi kau memang memungutnya dari kelab malam? Saat kau berusaha menenangkan diri dari patah hati kekanakanmu, anakku? Saat aku menolak kekasihmu?” Serina jelas tahu teknik itu. Teknik yang mencoba meruntuhkan kepercayaan dirinya. Mengoyak habis harga dirinya dan
Hening yang pekat kembali menerjang. Suasana terasa lebih senyap dari sebelumnya, sampai akhirnya Serina mengurai senyum tanpa memutus tatapannya dari Narumi. Kedua mata serupa langit malam itu menyiratkan ejekan yang mampu ditangkap Narumi dengan cepat. “Wah, aku sangat kagum pada intuisimu, Madam. Dari tadi kau menebak dengan benar. Dari mana kau tahu aku adalah perempuan murahan?” Lalu tawa itu meluncur, merobek keheningan yang sejak tadi menyiksa paru-paru Tanjung.Tanjung terperangah. Sumpah mati, tidak pernah ada satu wanita pun yang berani melakukan hal itu di depan Narumi. Bernapas saja mereka tidak berani. Tapi, wanita satu ini melakukan hal-hal yang melebihi semua ekspektasinya.Diliriknya Narumi yang membeku hebat. Ingin rasanya ia mengabadikan keterkejutan yang dibungkus dalam ketenangan itu.“Aku menghibur para lelaki yang sedang kalut di club-ku.” Serina menunduk untuk mengamati kuku-kuku hijaunya yang mengkilap indah. “Aku penasaran seperti apa keluarga yang sudah mend
Tanjung ingat betul, waktu itu umurnya masih lima tahun. Ia sangat suka bermain mobil-mobilan. Malam itu dia menerima mobil balap dengan stik remot yang bisa ia kendalikan sepuasnya sebagai hadiah ulang tahun dari Ayah yang tidak bisa hadir.Teman-temannya sudah pulang. Di ruang tengah berhamburan sisa balon dan pita-pita hiasan. Piring-piring kecil bekas kue berjejeran di atas meja, juga masakan Ibu yang tandas dilahap teman-temannya.Kado-kado juga bertumpuk di atas sofa hijau lumut itu. Satu-satunya hadiah yang dia sentuh adalah hadiah dari sang ayah. Dia sangat senang, senyuman tak pernah luntur dari wajah lugu Tanjung kecil.Ibu bolak-balik mengangkat piring kotor ke dapur. Ia ingat wajah sang ibu yang tersenyum bahagia melihatnya. Senyumnya dibingkai dengan dua lesung kecil di sudut bibir. Mata itu bersinar cerah, kendati ia menahan kecewa karena sang suami lagi-lagi tak menepati janji.Ibunya tidak menuntut apa-apa kepada Ayah, meskipuni ia tahu bahwa dirinya adalah yang kedua
Satu jam kemudian, Tanjung akhirnya masuk ke kamarnya. Ruangan yang didominasi serba hitam itu menyambutnya dengan aroma yang berbeda, wangi lily yang menenangkan memenuhi indra penciumannya sesaat setelah ia membuka pintu.Dan di sana, di depan lemarinya berdiri Serina dengan kaos kebesaran dan boxer longgar miliknya. Tanjung mengerjap saat wanita itu berbalik menatapnya. Pemandangan itu samar-samar dalam penglihatannya. Wajah Serina tidak begitu jelas.Serina melesat cepat ke tempatnya dengan raut yang panik. Tanjung tidak mengerti apa yang membuatnya cemas. Saat wanita berambut gelap mengkilap itu menyentuh dahinya, jari lentiknya tahu-tahu dipenuhi oleh darah.“Kau berdarah,” gumam Serina, kedua mata indahnya sedikit melotot.Tanjung memegang dahinya sendiri. Ah, berdarah lagi. Merepotkan. Ia menghela napas bosan.“Apa yang dia lakukan padamu?”Tanjung hanya menggerakkan kepala tak acuh. “Seperti biasa.”Sudah biasa baginya menerima cangkir yang melayang, entah itu ke kepala, dada
Genderang perang sudah ditabuh secara diam-diam. Serina yakin Narumi telah menetapkan dirinya sebagai target, seperti kucing liar yang akan mencabik-cabik mangsanya.Pagi ini ia bersenandung sambil keluar dari kamar, tali bathrobe-nya ia kibaskan. Menyusuri rumah yang sepi seolah tidak berpenghuni. Langkahnya memasuki ruang makan di mana sudah ada tiga orang yang duduk di meja makan dan Risa yang berdiri sambil menunduk di belakang meja.“Waw, sarapan ala keluarga konglomerat. Aku tidak menyangka akan menghadirinya.” Celetukan yang tiba-tiba itu membuat tiga kepala yang sedang makan menoleh padanya.Serina bersiul sambil mendekat dan menarik kursi di samping Tanjung. “Kenapa tidak membangunkanku, Sayang?” tanyanya mesra, sambil mencium pipi Tanjung sebelum menghempaskan tubuh pada kursi.Sedang yang dicium tiba-tiba menegang dan tak mampu merespons balik akting Serina.‘Ah, payah!’ Ia berseru kecewa dalam hati.Suasana itu sudah tegang jauh sebelum Serina datang, dan kemunculan wanit
Sarapan yang mencekam itu akhirnya berakhir. Hanya Serina yang menghabiskan isi piringnya tanpa terganggu sedikit pun. Mereka baru saja akan keluar dari ruang makan ketika tatapan Narumi menyapu penampilan Serina. Serina ikut menunduk melihat bathrobe-nya yang sedikit kebesaran. “Aku langsung ke sini setelah mandi. Ada masalah, Madam?”“Pelacur akan selalu bertingkah seperti pelacur. Mulai besok aku tidak ingin melihat tampilan murahan itu lagi di meja makanku, atau kau akan kuharamkan menginjak ruang makan.”“Berarti hari ini bisa?” “Punyalah etika sedikit. Aku sudah mengizinkanmu tinggal di rumahku, jadi patuhi aturanku atau kau akan kuseret keluar dengan cara yang tidak pernah kau bayangkan.”Adu pandang itu berlangsung sengit ketika senyum di wajah Serina memudar. Mau tak mau Serina mengakui, bahwa wanita itu sangat hebat. Perlu kekuatan mental yang tidak main-main untuk berhadapan dengannya. Serina berani bertaruh jika Narumi bahkan mampu membungkam mulut presiden sekalipun.T
Narumi sangat muak dengan semua jenis wanita murahan di dunia ini. Kebanyakan dari mereka tidak tahu diri dan tak punya urat malu. Ada banyak perempuan seperti itu yang sudah dia singkirkan, dan wanita di depannya akan masuk ke dalam daftar itu sebentar lagi. Pelacur bernama Serina ini sungguh di luar ekspektasi Narumi. Ia mampu menguasai seluruh keadaan dan juga Tanjung. Serina jelas berada di level yang berbeda. Harus dengan apa dia menyingkirkan wanita ini? Karena firasatnya mengatakan Serina bukanlah tikus yang bisa dilenyapkan dengan mudah. Ia seperti belut, licin dan mampu menyusup masuk ke rumah ini dengan cara yang licik. “Madam … pelacur ini sudah berada di dunia malam yang gelap selama bertahun-tahun, dan aku bisa bertahan dengan kekuatanku sendiri. Tak perlu Tanjung untuk mempertahankan nyawaku sendiri.” Mata Narumi memicing. Sudah dia duga, wanita ini terlalu berani. “Beraninya kau. Pelacur sepertimu menikahi putra tunggalku? Mestinya kau diam saja di ranjang sewaan d
Setelah menutup pintu kamar, ketenangan Serina menghilang. Tubuhnya bergetar hebat dan ia segera berlari ke kamar mandi.Tangan lentik yang bergetar itu mengisi bath up dengan air, lalu mulai masuk setelah menghidupkan pancuran shower. Tak peduli jika ia belum melepas bathrobe-nya.Serina telungkup di dalam bath up, menyembunyikan dirinya entah pada siapa. Segalanya berantakan. Perasaannya kacau balau. Dibiarkannya bath up itu penuh sampai airnya meluber tumpah. Dia izinkan air yang menderas dari pancuran shower memberondong tubuhnya tanpa ampun.Serina mengigit bibir kuat-kuat. Membiarkan air menembus paru-parunya dan mengisi jantungnya. Ia terus di sana, untuk menghilangkan getaran yang membabi buta itu.“Dia bukan Ibu. “ Gumamannya tenggelam di dasar bath up. “Bukan Ibu.”Dicekik seperti tadi bukanlah yang pertama kali bagi Serina. Ia sudah mengalami berbagai macam bahaya, tapi yang satu ini tidak pernah bisa ia lupakan. Umurnya 15 tahun, tepat pada sebelas tahun yang telah lalu.