"Jesen, James. Maaf aku tidak bisa ikut kembali bersama kalian."
Terlihat Jesen berkaca-kaca mendengar kata-kataku, hampir menumpahan tangisnya.
"Apa maksudmu sayang, kenapa kamu tidak mau ikut kembali bersama kami?"
James menatapku dengan tajam, tatapan itu sangat kurindukan selama ini. Walaupun matanya yang tajam itu terlihat sangat sayu, seperti tidak ada semangat hidup. Badannya juga terlihat kurus dari terakhir aku melihatnya, membuat hatiku terasa berdenyut nyeri.
"Kenapa Mama tidak mau pulang? Mama tidak sayang lagi sama Jesen?"
Kini Jesen menumpahkan tangisannya, suaranya memenuhi ruang tamu rumah ini yang minimalis. Aku tidak tega melihat Jesen yang seperti ini, air mataku ikut tumpah ikut merasakan sakit yang dirasakannya saat ini.
Aku merasa serba salah harus berbuat apa, aku ingin memeluknya dan bilang akan kembali bersama mereka. Tapi aku kembali teringat kejadian terakhir kali, tidak mungkin kejadian itu akan berlalu begitu saj
Setelah memantapkan hati, aku kembali duduk di kursi, tempat mereka masih menungguku dengan pikiran mereka masing-masing. Aku menyerahkan amplop yang kubawa tadi kepada James. Dia telihat bingung ketika menerimanya, dan menatapku seakan bertanya apa isi amplop itu. "Bukalah James!" James terlihat membukanya secara perlahan dengan ragu, dia seperti takut akan apa isi dari amplop itu. Sebuah foto hitam putih hasil USG yang memperlihatkan sebuah gumpalan kecil, di keluarkannya dari amplop beserta surat hasil kehamilanku dari dokter. Dia memabaca surat hasil pemeriksaan kehamilanku itu, yang kini sudah berusia enam minggu. "Apa ini sayang? kamu benar sedang hamil anak kita?" James terlihat sangat kaget, seketika matanya berkaca-kaca menahan tangis. Aku sangat tidak menyangka dengan respon yang diberikan oleh James saat ini. Aku menjawab pertanyaan James dengan anggukan, aku masih enggan untuk menjelaskan apapun. "Mama, jadi Jesen akan jadi kakak? kalau begitu nanti Jesen tidak akan ma
Kami pun sepakat untuk menginap di rumah ini semalam, rencananya besok pagi aku mengundang Bu Parmi untuk berdiskusi mengenai orang yang akan merawat rumah ini. Bu Parmi sangat bersemangat namun juga terlihat sangat kecewa, ketika tahu aku akan pindah kembali. Beliau sudah aku anggap saudara, yang sangat menerimaku masuk ke daerah ini. Beliau jugalah yang menceritakan keseharian almarhumah nenek, sampai nenek menghembuskan napas terakhirnya. Aku sangat menyesali saat tidak bisa menemani disaat-saat terakhir nenek, Bu Parmi lah yang menghiburku dan menenangkanku saat itu. Aku sangat berterimakasih akan itu.Sebagai ucapan terimakasih, aku sudah mengatakan rencanaku untuk membiayai khursus anak Bu Parmi yang bernama Santi. Dia sangat tertarik juga dengan rias dan potong rambut. Biarlah nanti Santi bisa mengembangkan salonku bersama Rini.Di rumah ini hanya ada dua kamar, karena kondisiku yang tidak bisa berdekatan dengan James, Jesen akan tidur bersamaku dan James ak
Sesampainya di rumah James, kami pun disambut oleh semua keluarga. Masih ada rasa takut dan bersalah ketika melihat wajah Mama, namun James segera menenangkanku untuk jangan mengkhawatirkan apapun. "Tenang sayang, Mama juga sangat merindukanmu." "Apakah benar sayang? Mama tidak membenciku?" Aku sangat khawatir dengan tanggapan dari keluarga James tentang kepergianku waktu itu. Sebenarnya aku juga sangat penasaran dengan apa yang terjadi disana, setelah kepergianku yang mendadak. Aku takut untuk menanyakannya pada James, semoga saja mereka tidak mempermalukan keluarga James lebih dari terakhir aku mendengarnya. "Daisy sayang, Mama kangen sama kamu nak." Mama langsung memelukku ketika aku sudah berada di hadapannya, kami pun menangis bersama dalam pelukan. Sungguh aku tidak menyangka dengan sambutan yang aku terima ini. Bagaimana mungkin mereka masih begitu menyayangi dan merindukanku, setelah apa yang aku dan orang tuaku lakukan waktu acara itu. Tid
Semua orang yang ada di meja makan itu terlihat sangat terkejut, setelah James menceritakan tentang kehamilanku. Aku pun ikut terkejut karena James menceritkannya tanpa aba-aba apapun padaku. Aku menelan salivaku, karena khawatir dengan reaksi yang akan diberikan semua keluarga. Bagaimana mungkin James menceritakan semuanya dengan sangat bangga seperti itu. Padahal kami belum resmi menikah, dan anak ini hadir tanpa rencana dari kami. Perlahan aku melihat perubahan sinar mata dari Mama, namun anehnya kekhawatiranku berbeda dengan apa yang aku lihat. Mama dan seluruh keluarga terlihat sangat bahagia, bahkan Papa yang jarang sekali mengutarakan pendapat, malah melontarkan kalimat bercandaan seolah mendapatkan kabar gembira. "Tidak Papa sangka James, milikmu ternyata belum karatan. Papa kira milikmu tidak akan berfungsi lagi karena terlalu lama kamu diamkan. Hahahahaha...." Tawa Papa diiringi oleh tawa-tawa anggota keluarga yang lain, sedangkan aku masih
Pagi ini aku berencana untuk memberi perhitungan kepada seseorang, berani-beraninya dia ingkar janji kepadaku. Ya siapa lagi kalau bukan sahabatku Lina, padahal dia sudah berjanji padaku untuk tidak memberitahukan keadaanku dan tempat aku tinggal kepda James. Dia masih belum aku beri tahu tentang kehamilan dan rencana pernikahanku, biarlah ini menjadi balas dendamku untuk penghianatannya. Aku menekan bel pintu rumahnya, tidak beberapa lama di membukakan pintu dengan ekspresi kaget. "Ai, kenapa kamu bisa ada disini?" Dia masih menengok ke arah luar untuk mengecek aku datang bersama siapa, namun aku tidak menjawab dan langsung memeluknya dengan erat. Sebenarnya aku tidak marah sedikitpun kepadanya, aku bahkan sangat merindukannya. Aku hanya ingin membuat perhitungan, karena aku sangat bersyukur dengan keputusannya. Kalau saja dia tidak memberitahukannya kepada James, mungkin sampai saat ini aku akan berpikir untuk merawat anakku seorang diri. L
"Aku hampir lupa, niatku datang kesini untuk memberitahu sebuah kabar." Aku menatap mata Lina dengan tajam, dia terlihat tegang dengan perubahan suaraku yang mendadak menjadi serius. "Ada apa Ai, apa yang terjadi? Apa orangtuamu membuat ulah lagi?" Aku menahan senyum karena sudah berhasil membuatnya panik, aku sudah tidak khawatir dengan orang tuaku mungkin aku akan bisa menghadapi mereka demi orang-orang yang melindungiku. "Bukan itu Lin, sebenarnya....." Aku sengaja menggantungkan kata-kataku agar dia lebih panik lagi, dan benar dia terlihat sangat panik dan penasaran dengan lanjutan kalimat yang ingin aku sampaikan. "Kamu gak berubah Ai, senang sekali menjahiliku dan membuatku penasaran!" "Hahahaha...Iya iya, maaf Lin. Wajahmu sangat lucu saat penasaran." "Sudahlah, cepat ceritakan ada apa atau aku akan marah." "Baiklah, jangan marah. Itu tidak cocok denganmu." Aku mengeluarkan amplop yang waktu itu sempat aku berikan kepada
"Sayang!"Aku memanggil James sambil mengetuk pintu kamarnya."Sayang, bangun dong!" teriakku lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari dalam.Aku akhirnya membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan masuk ke dalam. James ternyata masih tertidur pulas, namun aku tidak segan untuk membangunkannya,"James sayang, ayo bangun!"Aku menggoncang-goncangkan badannya agar dia segera bangun. Beberapa detik kemudian dia bangun sambil mengucek matanya, dan melihatku yang sedang ada dihadapannya."Ada apa sayang? Ini masih tengah malam, apa kamu mau tidur denganku? Sini langsung masuk aja!"James malah kegirangan mengira aku sudah tidak mual lagi berdekatan dengannya, tapi melihat matanya sudah terbuka dengan lebar, membuatku senyumanku merekah."Sayang aku mau itu!"Kataku mencoba merayunya, entah kenapa aku sangat menginginkanya. Walaupun ini masih tengah malam, tapi aku tidak bisa tidur kalau belum merasakannya."Benarkah
Warning 18+"Ini kebab pesanan kamu."James meletakkan bungkusan kebab di atas meja yang ada di hadapanku. Dia pun melepas jaketnya dan ikut duduk disampingku sambil menghela napasnya."Terimakasih sayang, maaf ya udah ngerepotin kamu. Aku juga gak tahu, kenapa tiba-tiba pengen banget makan itu.""Tidak apa-apa sayang, mungkin itu mau anak kita yang ada di dalam sini."James menenangkanku, sambil mengelus perutku yang masih rata. Entah kenapa aku sangat menyukainya, dan membuatku sudah tidak mual lagi berdekatan dengan James.Aku pun langsung mendekat, dan memeluk James dengan erat. Sebenarnya aku sangat merindukannya, dan ingin memeluknya seperti ini sejak pertemuan kami kembali waktu itu."Sayang, kamu sudah tidak mual lagi berdekatan denganku?"Tubuh James sedikit menegang saat pertama kupeluk tadi, mungkin dia kaget karena aku memeluknya secara tiba-tiba."Aku suka waktu kamu mengelus perutku tadi sayang, entah kenapa aku sudah tidak
Mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah parkiran, aku tidak tahu jelas tempat apa ini karena di luar cukup gelap. Aku melepas seatbelt dan akan membuka pintu mobil, namun lenganku buru-buru dihadang oleh James."Tunggu dulu, Sayang!""Kenapa? Bukankah kita sudah sampai?""Aku ingin memberikan kejutan untukmu, jadi sebelum keluar kamu tutup mata terlebih dahulu.""Kejutan? Bukankah tempat ini gelap, kejutan apa yang kamu maksud, Sayang?"Aku bingung dengan apa yang direncanakan oleh James, karena tempat ini terlalu sepi dan gelap. Bahkan dari kaca mobil, aku tidak bisa melihat pemandangan di luar selain lampu tempat parkir."Namanya bukan kejutan kalau aku beri tahu, kamu percaya saja sama aku."Akupun mengikuti semua arahan James, dia melilitkan sebuah kain untuk menutupi mataku. Setelahnya terdengar suara James membuka dan menutup pintu mobil di sebelahnya, dan tidak lama kemudian pintu di sebelahku terbuka. James meraih tanganku dengan lembut,sambil memegang bagian atas kepalaku
Ternyata James menahan diri dengan sangat baik. Aku kira kami akan menjalani malam panas di ranjang, tapi nyatanya kami hanya tiduran dengan posisi James yang memelukku dari belakang. Walaupun dia sempat membisikkan tepat di telingaku dengan suara rendah, bahwa dia sedang sangat menahannya. Aku hanya terkekeh mendengar bisikan darinya, dan hanya menikmati tubuh hangat James yang menyentuh punggungku. Aku sangat menyukai posisi ini, perasaan nyaman yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.Aku masih tidak menyangka, kalau saat ini aku sudah menjadi istri seseorang. Dulu untukku membayangkannya saja sangat sulit, dan aku kira aku akan tetap berada di kubangan lumpur itu hingga aku sudah tidak terpakai lagi. Tapi seperti pangeran berkuda putih, James mengangkat ku dari kubangan itu dan bahkan kini menjunjungku hingga ke atas langit.Semoga saja tidak ada hal lain yang menjatuhkan ku dari ketinggian ini, karena itu pasti akan semakin membuatku terpuruk dari sebelumnya. Aku masih mera
Setelah selesai acara inti, James tidak memperbolehkanku berdiri lagi begitu lama. James langsung mengantarkanku masuk ke dalam ruang rias tadi, dan ditemani oleh Lina. Benar kata Alice waktu itu, bahwa James akan membawaku kabur dari acara setelahnya. Aku tidak menyangka kalau James akan segentle itu, untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan para tamu seorang diri.Setelah itu aku menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol dengan Lina, hingga aku ketiduran. Entah berapa lama, dan setelah aku bangun aku berada di kasur dan sudah berganti pakaian. Aku sangat asing dengan ruangan ini, bahkan James pun tidak terlihat disana. Ini bukan kamarku atau kamar James, ini juga bukan kamar di rumah utama.Aku mencoba turun dari kasur, dan berjalan keluar mencari siapapun orang yang aku kenal. Aku hanya takut diculik oleh seseorang, mungkin memang kedengarannya lucu, tapi mungkin saja ada seseorang yang tidak menyukaiku karena menikah dengan James. Tapi kalau aku diculik, mana mungkin aku dibiarkan be
Isi suratnya tidak terlalu panjang, tapi aku sangat merasakan ketulusan Jesen dalam setiap tulisannya yang masih belum rapi.'Untuk Mama DaisyTerimakasih sudah mau jadi Mama Jesen. Jesen sayang sekali sama Mama. Jesen janji akan jadi anak baik buat Mama dan Papa. Jesen juga akan jadi kakak yang baik buat Baby DE.I Love You Mama'Aku sama sekali tidak habis pikir dengan surat yang di tulisnya ini. Bagaimana anak ini begitu polos, dan menyayangiku sedalam ini. Bahkan aku tidak melakukan apapun untuknya, tapi dia menganggap semua yang kulakukan begitu istimewa.Aku kembali memeluknya dengan erat, sedangkan yang kupeluk malah seperti orang dewasa yang menepuk-nepuk punggungku secara perlahan.Bagaimana bisa ibu kandungnya meninggalkan anak yang hatinya setulus ini. Bahkan dia rela membenci keluarga yang menjelek-jelekkan ibunya itu, walaupun dia tidak ingat wajahnya.Aku berjanji untuk menjaganya dengan sepenuh hati, dan akan berusaha untuk selalu membahagiakannya.Dari arah panggung te
Hari yang sudah dinanti-nanti kini sudah ada di depan mata, perasaanku sudah campur aduk karena gugup. Aku sudah berada di kamar rias dengan memakai gaun pernikahan, make up pada wajah dan rambut yang tertata dengan cantik, membuatku terlihat sangat berdeda dari biasanya.Terlihat dari pantulan cermin senyumku yang mengembang begitu lebar, aku hanya berharap acara hari ini akan berjalan dengan lancar. Semoga kejadian sebelumnya tidak terulang kembali dan tidak akan mempengaruhi pernikahanku ini.Mama dan Alice masuk kedalam kamar, untuk mengiringku menuju mobil yang akan mengantar kami menuju gereja. Karena acara akan segera dimulai dan James sudah menungguku disana, kami pun segera bergegas untuk berangkat.Sesampainya di depan pintu gereja, Mama dan Alice membantuku untuk merapikan gaun. Kulihat gereja yang akan menjadi tempat bagi kami untuk mengucap janji, ini gereja yang sama tempat Kak Jeremy dan Kak Emely menikah dulu. "Mama selalu mendo'akan yang terbaik untuk kalian, kamu ja
Tidak terasa lusa sudah hari pernikahanku dan James, semua dibuat sibuk oleh semua persiapan acara. Walaupun sudah ada WO yang menanganinya, semua keluarga tetap ikut memberi saran dan membantu. Alice malam ini menginap disini, dan tidur denganku. Katanya kita akan pesta piyama, sebelum melepas masa lajangku. Sebenarnya Kak Emely sangat ingin ikut dengan kami, tapi perutnya yang sudah mulai membuncit membuat kami takut jika harus tidur bertiga di ranjangku.Sebenarnya Alice yang paling takut, karena katanya kebiasaannya tidur lumayan parah. Aku sendiri sedikit melotot ke Alice, saat dia mengatakannya, tapi dia hanya memperlihatkan cengiran tanpa dosa.Aku pun pasrah dengan kondisiku nanti saat kami tidur, tapi aku tetap senang karena Lina mau menggantikan Kak Emely untuk menginap juga.Alice sangat mudah bergaul, jadi tidak ada rasa canggung diantara kami bertiga, bahkan aku sempat merasa seperti obat nyamuk, karena mereka bercerita tentang banyak hal yang aku
Pernikahanku tinggal seminggu lagi, semua persiapan pernikahan sudah hampir selesai. Aku tinggal fitting baju pernikahan terakhir, agar gaunnya nanti sesuai dan tidak perlu dirubah lagi.Dan hari ini aku juga sudah janjian dengan WO yang mengurus pernikahanku, untuk persiapan terakhir acara yang masih belum selesai dipilih. Rencananya aku akan janjian di rumah, setelah dari rumah sakit untuk periksa kandunganku.James juga jadi calon suami siaga saat ini, karena mulai hari ini dia sudah tidak masuk bekerja. Semua pekerjaan sudah dia serahkan kepada Alex dan Andre, katanya agar Alex segera bisa membantu nanti, jadi semua tanggung jawab diserahkan kepadanya untuk sementara.Tapi James masih memantau pekerjaan Alex dari rumah, jadi sekarang semua waktu James sepenuhnya untukku dan Jesen.Setelah aku kembali, aku tidak diperbolehkan oleh James untuk mengantar Jesen ke sekolah. Entah karena apa, tapi aku mengikuti saja apa keinginan James.Aku tahu James Berusaha meli
Warning 18+"Ini kebab pesanan kamu."James meletakkan bungkusan kebab di atas meja yang ada di hadapanku. Dia pun melepas jaketnya dan ikut duduk disampingku sambil menghela napasnya."Terimakasih sayang, maaf ya udah ngerepotin kamu. Aku juga gak tahu, kenapa tiba-tiba pengen banget makan itu.""Tidak apa-apa sayang, mungkin itu mau anak kita yang ada di dalam sini."James menenangkanku, sambil mengelus perutku yang masih rata. Entah kenapa aku sangat menyukainya, dan membuatku sudah tidak mual lagi berdekatan dengan James.Aku pun langsung mendekat, dan memeluk James dengan erat. Sebenarnya aku sangat merindukannya, dan ingin memeluknya seperti ini sejak pertemuan kami kembali waktu itu."Sayang, kamu sudah tidak mual lagi berdekatan denganku?"Tubuh James sedikit menegang saat pertama kupeluk tadi, mungkin dia kaget karena aku memeluknya secara tiba-tiba."Aku suka waktu kamu mengelus perutku tadi sayang, entah kenapa aku sudah tidak
"Sayang!"Aku memanggil James sambil mengetuk pintu kamarnya."Sayang, bangun dong!" teriakku lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari dalam.Aku akhirnya membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan masuk ke dalam. James ternyata masih tertidur pulas, namun aku tidak segan untuk membangunkannya,"James sayang, ayo bangun!"Aku menggoncang-goncangkan badannya agar dia segera bangun. Beberapa detik kemudian dia bangun sambil mengucek matanya, dan melihatku yang sedang ada dihadapannya."Ada apa sayang? Ini masih tengah malam, apa kamu mau tidur denganku? Sini langsung masuk aja!"James malah kegirangan mengira aku sudah tidak mual lagi berdekatan dengannya, tapi melihat matanya sudah terbuka dengan lebar, membuatku senyumanku merekah."Sayang aku mau itu!"Kataku mencoba merayunya, entah kenapa aku sangat menginginkanya. Walaupun ini masih tengah malam, tapi aku tidak bisa tidur kalau belum merasakannya."Benarkah