Layla yang masih gemetar tiba-tiba menggigil dan lemas. Ia terduduk di sofa ruang tamu dengan menekuk lututnya. Logan segera mengambil selimut untuk menghangatkan tubuh Layla yang tengah terkena shock setelah mengalami kejadian menegangkan.
"Tolong bawakan aku teh manis hangat sekarang," titah Logan yang langsung dilaksanakan oleh para pelayan di Mansion tersebut. Tak butuh waktu lama, teh hangat pun terhidang di hadapan Layla. Ia pun segera meneguk tehnya sembari menghirup aroma teh tersebut dalam-dalam. Seketika tubuhnya bereaksi. Jantungnya perlahan menurunkan ritme detaknya. Giginya berhenti bergemelatuk. Perutnya yang mual mulai merasa nyaman, sehingga keringat dingin yang keluar dari pori-pori kulitnya pun mengering. Ia lebih merasa tenang di dan nyaman."Kamu sudah lebih baik?" tanya Logan, memandang iba pada diri Layla. Ia merasa bersalah telah membuat Layla masuk dalam kehidupannya yang sering kali harus mengalami situasi berbahaya."Iya, Log. Aku sudah baik-b"Bob, ayo kita keluar. Sepertinya hari sudah menjelang siang." Suzy akhirnya merasa lelah juga hanya rebahan di kasur hingga matahari mulai naik menuju siang."Keluarlah terlebih dahulu, aku sedang tidak ingin melakukan apapun hari ini. Bahkan untuk makan sekali pun, rasanya aku enggan." Bob menarik selimutnya kembali dan menutupi seluruh tubuhnya. Ia hanya ingin sendiri meratapi kepergian ayahnya dan tak diganggu oleh siapapun."Terserah kau saja lah." Suzy beranjak dari kasur dan menuju ke luar kamar. Seperti biasanya ia menuju dapur untuk menyeduh teh kesukaannya."Kemana orang-orang ini, kenapa sepi sekali." Suzy berbicara sendiri menyadari bahwa tak ada anak dan menantunya yang biasanya berseliweran di sekitar rumah mereka yang sempit itu ketika tidak pergi bekerja. "Apa mereka masih dikamar?" Suzy berjalan mendekati kamar Layla dan mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup sempurna."Hah? Tidak ada. Kemana mereka pergi? Apa Layla pergi kekantor?" Suzy pun kembali ke dapur
Baru saja ia berusaha berpikir positif dan merasa sedikit beruntung, kini semua perasaan tersebut hilang entah kemana setelah melihat kantor milik Dony Wong telah berganti banner dan beralih usaha menjadi toko cake and bakery. Tak ingin gegabah, Suzy pun berkeliling lagi berharap ia salah mengambil jalan. Namun, ia justru bertemu kembali dengan Andi Adams yang tadi ditemuinya di Bus."Tuan Adams? Apa anda berhasil menemui Dony Wong? Sialnya aku lupa lokasi kantornya," keluh Suzy yang mulai frustasi."Sayang sekali saya juga merasa bingung, saya kira saya telah mengambil jalan yang benar, namun yang saya temui bukanlah kantor Dony Wong melainkan toko kue." Raut wajah Andi Adams terlihat kesal."Permisi, bolehkah saya bertanya? Apa anda tahu dimana kantor Dony Wong?" tanya seseorang lainnya dengan wajah yang kebingungan."Astaga! Apa anda juga mencari kantor Dony Wong?" Suzy begitu terkejut, ia kini yakin bahwa Dony telah menipu dan membawa seluruh tabungannya. Tak terasa ia pun meros
"jadi siapa sebenarnya mereka?" Logan begitu menahan emosinya agar tidak sampai meledak-ledak. Namun, saat kejahatan itu berkaitan dengan orang-orang yang ia sayangi ternyata tidak mudah menyikapinya dengan wajar. Rasa amarah dengan mudah menguasai Logan, terutama jika ada yang mencoba untuk mencelakai orang terkasih Logan, dalam konteks ini adalah Layla. Orang yang tanpa Logan sadari telah masuk kedalam hatinya. Layla membuat Logan hilang akal ketika keselamatan Layla dipertaruhkan."Mereka bukanlah orang-orang milik Don. Mereka mengatakan bahwa yang menyuruh mereka adalah orang asing yang bermarkas di Bangkok. Kami sedang mencari informasi lebih lanjut," Jelas Jovi yang kala itu tengah mengintrogasi komplotan pengintai Logan. Ia bersama dengan Elias berhasil menyergap para pengintai tersebut setelah beberapa pasukan milik Elias datang dan mengapit mobil tersebut hingga tak ada jalan lain bagi para pengintai tersebut kecuali mengikuti perintah Elias dan Jovi karena puluhan senapan me
"Kau menjijikkan! jangan goda menantuku!" gerutu Suzy.Logan kemudian masuk dan menemui pihak pengembang disana untuk mengetahui sesuatu tentang Dony Wong. Namun, sayangnya usahanya itu tidak berhasil. Pihak pengembang itu bertingkah menyebalkan dengan terus-menerus menggunakan bahasa mandarin agar Logan tak berusaha menanyainya lagi. Padahal di awal pembicaraan mereka, jelas-jelas seluruh orang di kantor pengembang tersebut menggunakan bahasa Indonesia."ini terlalu memakan waktu!" Logan mulai tak sabar lagi, ia pun merogoh kantung celananya untuk mengambil ponsel dan menelepon seorang."Halo, paman John. Kau tahu tentang lelaki tionghoa bernama Dony Wong?" tanya Logan pada John Davis."Tunggu, apa dia mengganggumu?" tanya John yang memang mengenal siapa Dony."Tidak, ia hanya sedang berbuat ulah di China Town. Dia menipu banyak kaum lansia dan membawa kabur uang-uang mereka. Salah satu korbannya adalah ibu mertuaku." tutur Logan yang mulai kembali rileks karena merasa masalah ini aka
"Astaga, kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan lainnya. Sungguh sangat melelahkan," gumam Logan dalam hati."Ayo! Kenapa kamu malah bengong disitu? Ayo kita pergi makan malam berempat!" Suzy mengguncang lengan menantunya."Tunggu, kenapa Ayah tak terlihat Bu?" Logan berusaha mengalihkan pembicaraan."Hah? Kau benar juga. Sebentar aku cek dulu kekamar? Jangan pergi kemanapun! Awas saja kau!" titah Suzy pada Logan."Astaga benar-benar sulit menipunya," gumam Logan lagi."Baik Bu." Jawab Logan kemudian masuk kedalam kamarnya untuk mengambil benda yang ia cari.Suzy segera masuk ke kamarnya dan mengecek kondisi suaminya yang pagi tadi masih berada di atas kasur dan tidak mau beranjak kemanapun. Namun, ini sudah sore hari bahkan langit sudah memerah saga hampir menuju gelap."Bob?" panggilnya.Tak ada jawaban, Suzypun menyibak selimut yang masih berantakan di atas kasur. Benar saja, ia mendapati suaminya itu tengah meringkuk tertidur pulas meski tanp
"Sebaiknya kita ke apartemen kemudian berganti kendaraan, agar tidak seperti konvoy begini. Kita bawa saja mobil tua milikmu, Log!" usul Suzy."Emh, aku punya mobil dinas. Lebih bagus, kita pakai saja mobil itu. Ibu tentu akan lebih suka." Logan merasa lega, telah memikirkan masalah ini sebelumnya. Sehingga ia telah meminta Layla untuk menyiapkan mobil yang tampak biasa saja untuk akomodasi mereka beberapa waktu kedepan."Ya itu lebih bagus." Suzy mengunci pintu rumah mereka, kemudian segera naik ke atas sepeda motor Bob. Mereka pun berangkat dengan berkendara beriringan dengan posisi Logan berada didepan sambil memandu kedua mertuanya.Selama di perjalanan, Logan kembali menelepon Layla melalui earphone yang masil melekat di telinganya."Bagaimana Sayang? Sudah siap? Maaf kau harus mengerjakan banyak hal. Apalagi Jovi sedang tidak bisa menemanimu," ucap Logan ketika panggilan tersambung."Tidak apa-apa, Log. Aku dan pak Koki sudah menyelesaikan semuanya. Dia sangat bisa diandalkan."
Tut... Tut... Tut...Logan berusaha menghubungi Layla saat Suzy memaksanya untuk mengantarkannya menemui Layla di apartemen yang ceritakan pada Suzy."Halo?" sapa Layla diseberang."Bagaimana keadaanmu?" tanya Logan sungguh berharap Layla sudah membaik."Aku baik-baik saja, kau pergi kemana? Bibi Annete bilang kau sedang ada urusan." tanya Layla sembari mengunyah apel di kamarnya."Sayang, dengarkan perintahku dengan baik. Karena aku tidak bisa mengulang perkataanku ini. Waktu kita terbatas, kau harus meminta bantuan Jack Lee untuk mencari apartemen disewakan di area pinggiran Metro Local A yang jaraknya paling dekat ke kantormu. Kalau tidak ada yang disewakan, beli saja unit yang ada disana dengan harga berapapun yang mereka minta asalkan kita mendapat satu unit apartemen itu. Segera minta Jack untuk mengisinya dengan perabot sederhana yang penting nampak ada kehidupan di dalam apartemen itu. Waktu kita hanya satu setengah jam. Jovi tidak bisa mendampingimu karena aku menugaskan dia
Keringat membasahi pakaian Logan. Wajahnya memucat dan suhu tubuhnya begitu dingin. Giginya bermegemeletuk sedang bola matanya melirik kesana kemari dengan pandangan mengabur."Lucy..." Braaaaakkk...Tubuh Logan limbung hingga terjatuh di lantai, sedang tak seorangpun berani mendekatinya. Bahkan, Layla sekalipun. ***"Ohhh Baby, Jangan berhenti! Itu terasa nikmat!" Lucy melenguh merasakan tikaman cinta dari Logan. Mendengar hal itu, Logan hilang kendali dan menambah tempo permainannya hingga Lucy menyerah terlebih dahulu."Ohhh Baby, it's coming... Ohhh my God, it's so good, Baby," erang Lucy."Tahan sedikit lagi Sayang, kita keluarkan bersama." Logan mempererat pelukannya pada tubuh polos Lucy dan mengulum bibir ranum milik Lucy dengan beringas."Ohhhh God, it's coming..." Logan begitu terlena dalam pelepasannya sampai tak sadar menggigit bibir Lucy hingga mengeluarkan darah."Oh Sayang maafkan aku, aku tidak sengaja," ujarnya merasa bersalah. Ia mengelap darah di bibir Lucy perla