Dari kejadian malam itu, lahirlah seorang anak laki-laki yang ia beri nama ‘Kresnaldi Pramudia Wardana’. Wanita itu memang sengaja memberi nama yang sama persis dengan nama sahabatnya. Walau sebelumnya terjadi perdebatan cukup sengit dengan suaminya, bahkan tidak mempercayai yang ia lahirkan adalah anaknya.
‘yeah, terserahlah.’ wanita itu tidak ambil pusing.
Kabar tentang nama yang wanita itu berikan di unggah kedalam sosial medianya berlogo F.
[Yang melintas kala membuat nama my baby, adalah kamu. Kresnaldi Pramudia Wardana.] Unggahnya serta dengan foto bayinya yang berusia empat puluh hari.
Tak berselang lama, orang yang dituju langsung mengirim di kolom komentar.
‘Kok, nama aku 'sih?’
‘Nggak pa-pa 'kan, Di? Biar unik kayak kamu...’
Dan seterusnya yang dilanjutkan nostalgia dengan masalalu mereka.
Kini, Aldi kecil sudah berusia lima tahun, dan“Cukup, Mas! Kamu boleh menghinaku, tapi aku tidak terima kamu menghina anakku!”Lalu wanita itu bangkit dari peraduan menuju ruang tamu sederhana mereka. Meletakkan bantal yang ia bawa lalu berbaring beralaskan karpet tipis.Sudut matanya mengeluarkan bulir bening, dengan kecepatan kilat dia langsung menghapusnya.“Jelas-jelas Kresna adalah anaknya!” wanita itu bergumam.Dadanya bergemuruh. Pikirannya menuju istri sahabatnya, mengingat mereka baru saja bertemu dengan lelaki itu.Esoknya, wanita itu menitipkan kembali anaknya pada tetangga kontrakan di sebelah rumahnya. Meski janda itu mengomel saat dititipi, tapi tak urung juga dia menerima menjaga Kresna hingga wanita itu pulang.Sekarang, yang wanita itu tuju adalah Restoran tempat suaminya bekerja. Setidaknya kalau tidak bertemu dengan Rena, ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Adisana.Dengan tekad penuh, wanit
[Kak, pecat Pak Fais sekarang.]Aku mengirimkan sebuah pesan di aplikasi hijau pada Kak Adi. Aku ingin membuat wanita itu jera karena tingkahnya.‘kenapa lagi, Ren? Yang salah itu istrinya, bukan Fais. Kamu nggak boleh egois begitu, pentingkan anaknya yang harus diberi makan,’ kak Adi ceramah diujung telfon ketika aku baru saja mengangkatnya.“Tadi mereka kemari, Kak. Mereka ribut lagi, kakak tau 'kan?” diujung sana terdengar helaan napas kak Adi.“Dan Mas Aldi malah menenangkan gundiknya dari pada langsung pulang kayak janji yang dia bilang ke aku!”Perlahan-lahan bulir embun seketika menggenang di pelupuk mata. Sakitnya di hianati yang ia rasakan sendiri.Klik!Kak Adi memutus sambungan telfon. Aku hanya bisa memeluk lutut sembari mengasihani diri.[Kakak di depan rumahmu, keluarlah.]Cukup lama aku berada diposisi ini. Aku terperanjat kala ponselk
Sudah seminggu ini, Rena tidak pulang ke rumahnya sendiri. Sedangkan Aldi, lelaki itu seperti orang depresi mencari kesana kemari tapi tetap nihil.Lelaki itu kira, istrinya ada di rumah sahabatnya. Tapi saat Aldi memaksakan diri menghampiri rumah sahabat istrinya.“Ngapain lo kesini,” pertanyaan ketus meluncur dari bibir tipis Mita yang sedang berdiri di ambang pintu.“Jangan sembunyiin istri gue, Mit. Lo 'kan yang sembunyiin bini gue?”Netra Mita membelalak, “apa yang terjadi sama, Rena? Lo apain lagi sahabat gue, brengs*k!”“Gak cukup apa, selama ini lo cuma jadi beban dia doang. Nyadar dong, Di, lo punya apa! Gak ada. Kaya kaga tapi kelakuan minus.” sengit wanita berambut ikal di hadapan lelaki itu.“Gue mau berubah, Mit. Tolong kasih tau di mana bini gue,” lelaki itu tetap mengiba di hadapan Mita. Gadis itu memandangnya malas.“G
Kini, kedua sahabat itu tengah berjalan-jalan di antara kebun teh. Pemandangan langka saat mereka ada di Ibu Kota. Memandangi hamparan kebun yang menenangkan.Semilir angin membuat rambut kedua wanita itu bergoyang. Mita merentangkan kedua tangannya, hidungnya bangirnya menghirup dalam-dalam udara segar di sekitarnya.Dari kejauhan, Aldi sedang duduk di kursi kayu, tengah menatap Rena yang sedang tersenyum memandangi hamparan teh di depannya. Aldi menatap istrinya dari balik daun teh, sedangkan badannya sedikit merunduk agar tidak ketahuan.“Kira-kira, berapa usia janin yang ada di perut lu?” tanya Mita, gadis itu tengah menghadap sahabatnya, membuat lelaki di kejauhan sana sedikit terhalang pandangannya.“Sekitar dua bulanan,” jawab Rena singkat.Pikirannya menerawang pada tiga hari yang lalu. Saat wanita itu melajukan roda empatnya menuju Taman bunga nusantara, saat setengah perjalanan, tenggo
Seorang wanita berambut hitam legam tengah menatap Aldi. Sorot matanya penuh luka saat memandang lelaki itu. Ternyata, kaleng bekas minuman bersoda itu tak sengaja mengenai lengan istrinya.Aldi terbelalak, tak menyangka akan ketahuan oleh Rena. Sedangkan Mita memandang suami sahabatnya dengan pandangan menghunus.“Lo ngikutin gue?” todong Mita seraya mendorong tubuh Aldi.Tapi lelaki itu tidak menjawab, matanya tak lepas dari wajah istrinya yang kini tengah mengalihkan pandangan ke arah monyet liar yang sesekali turun ke sisi jalan.“Kita balik ke Hotel, Mit.” ucap Rena dingin. Langkahnya mendekati mobil putih milik Mita.Aldi terus berlari, kaki jenjangnya sesekali menginjak bebatuan yang membuat langkahnya tergelincir. Hingga akhirnya dia sampai tepat di depan Rena.“Rena, maafkan aku ...” ucapnya sambil berusaha meraih tangan Rena yang terus saja wanita itu lepaskan.
Cahaya matahari memaksa masuk dari balik tirai berwarna krem. Tubuh Rena yang lelah hilang karena tidurnya yang nyenyak. Wanita cantik itu langsung turun dari ranjang kemudian menuju kamar mandi.Setelah selesai, masih mengenakan jubah mandi dan handuk yang melilit di kepala, Rena berjalan pelan menuju meja riasnya seraya mengambil hairdryer untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Pandangannya menyipit kala melihat suaminya dari kaca rias, ternyata Aldi masih meringkuk dibalik selimut tebal berwarna putih itu. Wanita itu berjalan pelan ke arah suaminya mengurungkan niat untuk menyalakan pengering rambut.Ragu, itulah yang dirasakan Rena. Mungkin, dulu, kalau dirinya melihat suaminya seperti ini wanita itu akan menghambur ke belakang tubuh suaminya untuk membangunkan tidurnya. Tapi sekarang, untuk menyentuh suaminya saja Rena merasa enggan.Wanita yang kini tengah berbadan dua itu hanya melihat wajah Aldi.
Rena mematung saat melihat seseorang di ruangan yang dimaksud Lexy. Seorang wanita yang kini menatap bengis kearah Rena yang masih berdiri diambang pintu. Bukan, wanita itu bukan Mita melainkan Wulan Arianda.“Apa-apaan. Mit, kenapa dia di sini!” tanyanya geram.Ya. Wulan sedang bersantai ditemani beberapa pelayan Mita yang sedang memberi perawatan untuk sekujur tubuhnya. Wanita itu bahkan terlihat sangat menikmati saat wajahnya dipoles berbagai macam brand make up terkenal pada kulitnya.“Mita udah nggak butuh lu, pergi deh.” ucap Wulan, tatapannya masih sama terlihat dari kaca rias di depannya.Rena melirik kearah Mita yang tetap menggigit apelnya, tak perduli padanya. Diamnya seakan membenarkan apa yang dikatakan istri dari Fais itu.“Baiklah kalau pertemanan kita sampe sini. Makasih ya, Mit. Gue pamit!”Wanita berbadan dua itu memilih pergi dari kediaman Mita. Airmat
Wanita mungkin di takdirkan menunggu. Sebagian besar wanita bisa sabar, sampai akhirnya apa yang diinginkan menjadi milik mereka. Entah sampai berapa lama. Sumber penulis : Rasa dan Asa. 🌺🌺🌺🌺🌺🌺 Sudah beberapa hari ini, Rena hanya diam di rumah. Mengerjakan pekerjaannya melalui laptop, dan sama sekali tidak mengunjungi Restoran dan juga Supermarketnya. Bosan. Wanita cantik itu bosan dengan rutinitasnya. Aldi sering bertanya mengapa istrinya selalu di rumah, dan hanya dijawab dengan sebuah gelengan kepala. Aldi merasa istrinya semakin jauh, meski seatap dengannya, tapi istrinya seperti tidak mengindahkan kehadirannya. Untuk mengusir rasa sedihnya di hati, Rena memilih berkutat di dapur mencoba membuat aneka kue. Wanita itu merasa sangat senang, saat bolu yang ia buat mengembang sempurna. Tak henti-hentinya wanita itu tersenyum senang, dan berkali-kali meminta
Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad
Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko
”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam
POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh
PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng
”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al
Bianglala yang dinaiki Rena berada di posisi tertinggi, dengan pengait yang hampir putus. Bahkan kurungan bianglala tak jauh darinya sudah jatuh hingga pengunjung pasar malam semakin histeris. Haris memeluk Katya dan istrinya yang panik, ditambah suara dalam telfon yang seakan menertawakan kepanikan mereka.”Ris ....” Rena benar-benar tak tahu untuk berbuat apa, sedangkan petugas yang menjalankan bianglala berusaha memperbaiki mesinnya. Perlahan tapi pasti, Rena merasa ia akan menjadi yang selanjutnya yang akan jatuh.Haris berusaha membuka pintu bianglala yang ia naiki, tapi nihil karena dalam keadaan panik membuat semuanya terlihat sulit. Rena, Katya dan Lira berpelukan bersama ...Hingga,Kreek!”Aaaaakkkk! Risjad!”Selama hidup, Rena merasa ini adalah bagian yang paling menyakitkan di hidupnya. Ia merasa dipermainkan oleh takdir. Kebahagiaan yang baru saja ia reguk seakan kembali direnggut.Pengunjung pasar malam dapat melihat bagaimana kurungan yang terdapat keluarga kecil Rena
Sudah seminggu ini Rena tidak ke mana-mana, bahkan untuk ke supermarket atau ke restoran. Rena merasa tidak memiliki semangat seperti biasa untuk mengganggu Rose, bahkan sekedar menanyakan kabar Shilla saja dia tidak menanyakannya. Bahkan saat Mita datang ke rumah dan mengajaknya hang out, Rena menolak ajakan Mita. Hidupnya terasa tidak bergairah setelah suaminya akan pergi 2 hari lagi ke Amerika. Bukan ia tidak ingin suaminya semakin sukses mendapat proyek besar, hanya saja ada perasaan lain yang ia pun tidak tahu.Ketika perasaan aneh itu muncul, Rena hanya akan menangis sambil menelfon suaminya dan merengek agar membatalkan kepergiannya ke Amerika. Bahkan meski Haris kehilangan proyek besar itu, Rena tidak perduli dibanding berjauhan selama itu.”Kamu tau kan aku nggak bisa LDR. Pikiran aku gampang banget parno. Kamu pulang aja, Ris ...,” rengeknya. ”Nggak bisa, Sayang. Gini deh, kamu kasih kepercayaan buat aku, dan bisa aku pastiin kalo nggak ada bule yang nempel nantinya di hat
”Clara dorong aku, Mbak. Dia juga ke sini kemarin siang saat Lira lagi di kantin. Dia ancam aku, dan nggak bolehin aku buat ngomong ini ke siapa pun. Clara ... Clara ....”Shilla terisak, tangannya menyentuh perut. Shilla benar-benar merasa kesakitan di sekitar perutnya saat terisak. Braak!Semua orang sontak melihat ke arah pintu. Mata Shilla, Rose dan Rena terbuka lebar. Sedangkan Fitria dan Lira tidak tahu siapa gadis yang tengah melangkah mendekati Shilla sambil membawa buah-buahan yang tersusun rapi.”Oh, lo udah cerita, Shil? Baguslah, jadi gue pun tau ternyata orang yang gue kira sahabat pun cepuin gue.” Clara memandang Rose.Fitria bagai baru tersadar jika gadis di hadapannya ini adalah gadis yang baru saja mereka bicarakan. Fitria berdiri sambil melangkah mendekati Clara, tak segan-segan ia bahkan mendaratkan cap lima jari di pipi mulus Clara.”Ja-lang! Harusnya lo yang gue gampar! Keluarga lo busuk semua!” maki Clara. Tangannya mendorong Fitria, namun Fitria kembali berdiri