Share

Dua Sisi Kehidupan

Penulis: Fazruli Rifkyana Ulfah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bahagia?" Nania mengulang kata itu dengan nada terkejut. "Bahagia? Saya tak paham dengan pertanyaan anda."

Kebahagiaan bagi Nania adalah hal samar yang hampir tak pernah dia rasakan. Hidupnya terlalu sulit ketika dia memutuskan untuk mulai menjadi istri dari seorang Dono.

Kehidupan Nania semakin tak karuan saat wanita itu memutuskan untuk kawin lari dengan Dono saat dia masih berada di kelas satu SMP. Membayangkan hari lalu dimana Nania membuat keputusan terburuk sepanjang hidupnya itu membuat Nania menyesal hingga saat ini.

Dan sekarang, di depan Nania, seorang pengusaha kaya menanyakan apakah Nania bahagia?

Nania tersenyum pahit dan bertanya-tanya jawaban apa yang terbaik untuk dia katakan?

"Boleh saya bertanya juga kepada anda?" Nania tak berani menatap Brata, tapi dia tahu jika pria itu tak lepas dari tubuhnya. "Apakah anda bahagia dengan hidup yang anda jalani?"

Brata tersenyum nyinyir. "Yah, saya punya harta, saya tak kelaparan, dan saya selalu mendapat apa yang saya mau." Jawaban Brata mendapat respon dingin dari Nania.

"Saya tahu anda punya segalanya, tapi, apakah anda bahagia?"

Kediaman mengisi keduanya. Nania dan Brata sama-sama membaca apa yang mereka pikirkan dan tak siap dengan jawaban yang mereka sendiri mengetahuinya.

"Maaf, saya hanya mencoba mencari kesamaan di antara kita, tapi rasanya, saya sudah bertindak terlalu berlebihan."

Nania undur diri begitu saja dari hadapan Brata, sementara Brata tersenyum dengan siluet Nania yang menghilang.

"Wanita yang menarik," gumam Brata.

***

Dono berjalan mendekati Nania dan merenggut apa yang wanita itu bawa. Dia tampak bahagia tanpa tahu jika Nania gelisah setengah mati. Wanita itu gelisah pada apa yang baru ia alami bersama pria aneh bernama Brata.

"Kalau kita dapat uang sebanyak ini, kamu gak perlu lagi keluar ke jalan malam-malam. Kamu bisa buka salon aja, atau justru tidur di rumah sampai waktunya menemui boss itu lagi." Dono seperti anak-anak yang hanya tahu kesenangan atas dirinya sendiri.

"Tidur?" Nania bergumam.

"Aku tak tahu apa bisa tidur setelah ini. Bayangan pria aneh itu akan jadi mimpi di sepanjang tidurku."

Yang tak Nania ketahui, Nania tanpa sadar merasakan ketertarikan setiap kali mengingat sosok loyal si pemberi uang.

***

"Tumben kamu pulang siang, Brata?" Seorang wanita dengan rambut tertata menuruni tangga rumah mewahnya. Dia adalah tipikal wanita yang terlihat luar biasa meski hanya mengenakan baju murah. Orang-orang di sekitarnya memanggil wanita itu dengan nama Nyonya Martha dan bersumpah tak mau terlibat masalah dengannya, karena Ibu dari Brata itu gemar melenyapkan setiap nama yang tidak ia suka.

Brata sendiri hanya mampu melirik tanpa menjawab. Ada hal yang membuatnya tak fokus bekerja dan memilih pulang, dan dia tak mau Ibunya tahu tentang hal itu.

"Tadi Evani datang dan menitipkan sesuatu untukmu. Ibu letakkan barangnya di atas ranjang."

Brata terdiam. Bayangan Nania yang semula mengisi otaknya tiba-tiba pudar setelah nama Evani disebut. Nama seorang wanita dengan kelas yang sama dengan Brata dan ditetapkan sebagai calon istri setelah beberapa kali mereka bertemu.

Barang yang Evani berikan dibungkus kantung dengan cetakan logo dari brand terkenal. Sudah dipastikan wanita itu habis berjalan-jalan hingga mengingat Brata sebagai objek pemberiannya.

Evani memang sempurna sebagai seorang wanita, tapi seperti wanita yang lain, hati Brata tak memiliki rasa sedikit pun.

Tangan Brata menelusuri isi dari kantung kertas itu dan mendapati sebuah dasi berwarna maroon di dalamnya. Dasi itu lebih bernilai ketimbang sosok Evani sendiri yang ternyata bersembunyi di sisi lain kamar Brata dan bergerak untuk meraba tubuh Brata dengan jari lentiknya.

"Kau di sini?" Brata bertanya dan melepaskan jari-jari Evani yang berkuku mahal, tapi gadis itu terus menggerayanginya dan bahkan menangkap wajah Brata untuk sekedar diberi satu kecupan, yang tentu saja segera Brata hentikan pergerakannya.

"Aku merindukanmu, sayang." Evani mendekati Brata dan membuat pria itu limbung di ranjang. Kesempatan itu membuat Evani semakin nakal dan bahkan merayap mendekatinya.

Inilah yang membuat Brata tak terlalu menempatkan Evani sebagai prioritas seperti halnya semua wanita di dekatnya. Wanita-wanita itu dan Evani terlalu agresif dan tak ragu menggunakan tubuh mereka untuk merayu.

Berbeda dengan Nania. Walau Nania tak lebih dari wanita tunasusila, tapi air mata yang luruh di wajah wanita itu membuat Brata semakin yakin kalau dia berbeda, kalau Nania sebenarnya jenis wanita lain yang tengah terperangkap takdir kejam hingga mau melakukan pekerjaan yang mengerikan.

"Bisa kau lepaskan aku?" Tangan kekar Brata menangkap seluruh wajah Evani dan mendorongnya menjauh. Dia sangat tak bernafsu dan butuh jarak dari sisi Evani untuk bernafas.

Evani mendecak. Penolakan ini bukanlah yang pertama kali, dan walau pun terganggu, Evani tak bisa marah karena dia tak mau Brata hilang rasa dengannya.

"Aku mendapat berita kalau kau membawa seorang wanita ke perusahaan. Siapa dia?" Evani beralih ke cermin panjang di sudut ruangan dan membenahi letak kemejanya yang sengaja tak diberi kancing. "Kukira kau sedang berhasrat, tapi bukannya memanggilku, kau malah memanggil pelacur."

"Siapa yang memberi tahumu?"

Evani menengok dan menilai ekspresi kaku di wajah Brata. "Sekertarismu. Kenapa? Kau akan memecatnya?" Brata tak bicara. Dia benar-benar tak bernafsu bahkan untuk sekedar marah. "Aku tak menghalangimu berkencan dengan banyak wanita, sayang. Hanya saja, tolong perhatikan reputasimu. Kau tak bisa membawa gadis dari jalanan ke ruang kerja. Itu sangat tak profesional."

Suara Evani hanya bagai dengung yang tak Brata perhatikan. Dari pada mendengarkan wanita itu, Brata justru memasuki kamar mandi dan mencoba menenangkan diri dengan bantuan air hangat. Sampai Evani muncul ke dalam ruang shower dengan tak mengenakan satu pun benang pun dan masih berusaha menggoda Brata.

"St ... Aku hanya sedang membutuhkanmu. Tak lebih." Evani menunduk dan berusaha bersikap seseksi mungkin.

Dan Brata berpasrah sembari menunggu Evani bosan dengan dirinya.

***

"Mas, kenapa Mas gak beli minyak dan beras? Stok makanan kita sudah habis."

Nania tak berani memandang wajah Dono saat dia bicara. Dia tengah bingung karena puluhan juta uang yang ia dapat dari Brata seperti tak berbekas.

"Sudah kubelikan ponsel baru dan bayar hutang dengan Pak Asep. Kamu kan bisa dapat uang lagi kalau bertemu dengan si boss kaya itu."

Nania sebenarnya kesal. Keuangan rumah tangganya tak pernah membaik, bahkan ketika dihujani dengan banyak rejeki. Tangan Dono terlalu mudah menghamburkan uang, selain itu, dia juga berhutang pada banyak rentenir demi menutupi gaya hidupnya.

Bodohnya Nania, dia hanya bisa kembali ke kamarnya, mengunci pintu, dan menutup mata demi menghilangkan rasa lapar yang ia tahan sejak kemarin malam.

Bab terkait

  • Wanita Hina Bernama Nania   Penolakan

    "Bu, bagaimana kalau pernikahannya dibatalkan saja?"Tepat setelah kalimat dari mulut Brata keluar, dentingan sendok terdengar beserta suara tercekik karena makanan yang menyangkut di tenggorokan."Kamu gila, ya? Kita baru aja memikirkan soal cathering, kamu malah asal membatalkan rencananya saja."Brata kikuk. Dia tak pernah sekikuk ini. Yang dia tahu pasti, perasaannya pada Evani seperti nasi yang membusuk. Dia benar-benar ragu untuk meneruskan hubungan yang semula dia pikir akan menguntungkannya."Coba kamu pikir, apa yang harus Ibu katakan pada orang tua Evani kalau kamu memutuskan untuk menghentikan pernikahan ini? Wajah keluarga kita mau ditaruh ke mana?"Brata menarik nafas. Bahkan setelah dia setua sekarang, dia masih harus mendengarkan semua yang Ibunya ucapkan seakan hal itu hukum pasti yang tak terbantahkan.Dengan menahan kesal, Brata bangkit dan menjauh dari Ibunya yang terus mengomel. Dia benar-benar tak nyaman dan yang bisa ia lakukan adalah masuk ke kamarnya dan berusa

  • Wanita Hina Bernama Nania   Kejutan

    "Kenapa tidak masuk?" Nania terkejut saat Brata sudah muncul di dekatnya. Pria itu tampak sangat sempurna dengan kemeja putihnya yang digulung sampai ke siku. "Sudah lama menunggu?""Tidak juga." Nania berdusta. Dia sudah ada di restoran itu sejak pintunya belum terbuka. Hanya saja, Nania tak berani untuk masuk karena canggung ketika resepsionis menanyakan meja reservasi.Yang membuat Nania lebih terkejut adalah cara Brata memperlakukannya. Pria itu masih seperti es di puncak Everest, namun entah kenapa dengan sangat mudah menggandeng Nania agar berjalan di dekatnya.Nania ingin lepas dari genggaman itu. Dia merasa tak nyaman. Tapi sisi hatinya yang lain seperti ingin ada di genggaman itu selamanya, membuatnya mengutuk tingkahnya yang seperti melupakan siapa dirinya sebenarnya.Brata melambai pada dua wanita yang tampak sibuk bicara. Kedua wanita itu punya perbedaan usia yang kentara tapi sama-sama memandang tak suka pada diri Nania yang berada di genggaman Brata."Siapa dia?" Evani m

  • Wanita Hina Bernama Nania   Sangkar Emas

    Nania berandai-andai, jika saja pertemuannya dengan Brata terjadi beberapa puluh tahun silam, mungkin nasibnya akan berubah. Kalau pun dia harus jadi budak, dia tak akan lebih dari budak orang kaya yang memberikannya banyak hal yang menarik hatinya.Dono tak mungkin memperlakukan Nania sebaik Brata. Dia hanya tahu mabuk dan beradu jotos dengan orang yang tak ia suka.Tapi Brata di depannya ini benar-benar sosok pria yang menarik. Dia hanya fokus pada kopinya, ponsel, dan tak seperti seseorang yang membutuhkan Nania namun sekaligus memperlihatkan kepeduliannya dalam diam.“Apa aku terlihat aneh?”“Ya?” Nania mengira Brata tak bicara dengannya.“Kau memandangiku sejak kopi kita datang, kau berpura-pura sibuk dengan ponsel tuamu yang mati sejak dua jam lalu dan kau menghela nafas seakan kau berbeban berat.” Mata almond kering itu menatap dengan esensi yang beku. “Apa yang aneh dariku?”“Ma, maaf.” Nania merinding. Dia dipergoki seperti seorang maling ayam.“Untuk apa? Untuk apa ka

  • Wanita Hina Bernama Nania   Brata Sudah Menandai Wanita Itu

    “Kau mungkin mencoba terlihat baik-baik saja, Nania. Tapi kau tidak. Aku tahu hidung belang di luar sana semakin merendahkanmu dan bahkan tak membayarmu dengan layak.” Rokok baru hidup di bibir Mertua Nania. Dia adalah sosok yang tak bisa hidup lama jika jauh dari nikotin. “Dono bisa dapat banyak pelacur yang lebih memberikan kehidupan di kantongku, tapi kau ..., kau hanya bisa menangis seharian dan memenuhi tubuhmu dengan lebam.” Hisapan nikotin itu semakin kuat saat nada sinisnya terdengar. “Aku bahkan jengah menatap cerita hidupmu yang seperti itu setiap harinya.”“Tapi aku tak bisa pergi.”“Apa alasannya?” Suara Mertua Nania itu bertambah tinggi. “Kau mau bilang kau mencintai anakku? Kau sakit jiwa, hah? Anakku bahkan tak menganggap kamu manusia.”Nania diseret dengan kekuatan super seorang paruh baya. Dia melempar Nania dari rumahnya saat hujan baru saja turun ke bumi.“Pergi! Cari kehidupanmu dan lupakan tempat ini.”Petir menggelegar seperti tahu efek suaranya cocok dengan

  • Wanita Hina Bernama Nania   Nania, Kau Tak Punya Pilihan

    “Boss. Sebenarnya, siapa Nania?” Budi baru saja menyeret tuannya agar segera menjauh dari rumah bordir itu. Dia tahu tak baik ada di tempat kotor itu dengan amarah yang tinggi.“Memang kenapa, Bud?” Brata tampak fokus dengan lebam di wajahnya.Budi menarik nafas dan terlihat tak nyaman. “Saya merasa anda tak seperti diri anda. Wanita bernama Nania itu seperti seseorang yang setiap tingkahnya menaklukkan anda.”Brata tersenyum dingin. “Aku tak pernah ditaklukkan, Bud. Dari pada banyak bicara, cepat bawa aku ke rumah. Aku lelah karena belum sempat istirahat semenjak tadi malam.”Budi tak punya pilihan. “Baik, Tuan.”Di dalam hati Brata sendiri, tampaknya ada rasa mengutuk atas apa yang dia perbuat. Perlahan dia tahu bahwa dia berbuat salah, tapi tak bisa memutar balik apa yang sudah dia perbuat.Brata masuk ke dalam kamarnya saat ruangan itu terlihat. Dia baru saja membuka kemejanya sampai sepasang tangan mencoba memeluknya.“Sayang ... “Brata mendesah lelah. “Untuk apa lagi ka

  • Wanita Hina Bernama Nania   Keduanya Terjadi

    “Lagi pula, kau pasti membenci hidupmu, kan? Aku tahu tak ada yang mau menjadi pelacur.” Brata meraih sebuah apel dan mengupas kulitnya. “Kau harus berpikir tentang masa depanmu. Bayangkan jika kau bisa memiliki sebuah keluarga yang sehat, suami yang tak memaksamu bekerja, dan juga anak-anak yang mungkin berjumlah lebih dari dua di sekelilingmu.”“Anak-anak?” Entah kenapa Nania merasa amat canggung. “Apa anda juga menginginkanku untuk jadi Ibu anak-anak anda?”Kali ini Brata yang terdiam. Entah kenapa dia sadar kalau hayalnya sudah berjalan terlalu jauh. Dia ternyata sudah membayangkan hari depannya dengan seorang wanita yang bahkan berbeda kasta darinya.“Lupakan, Nan. Yang lebih penting, aku harus terus memastikan kalau kau tetap dalam kondisi sehat. Seluruh lukamu harus sudah sembuh sebelum akhirnya kau bekerja untukku.”Kalau boleh jujur, Nania merasa lega sudah dipertemukan dengan Brata. Walau setiap kalimatnya angkuh, tapi Brata selalu punya gambaran akan k

  • Wanita Hina Bernama Nania   Konflik Internal

    “Jadi dia ada di sini?” Nyonya Martha menatap Budi yang hanya bisa diam dengan wajahnya yang kaku. Saat ini Nyonya Martha sudah tak lagi tergeletak di ranjang kamarnya dia sudah sangat cantik dan bibirnya bahkan terpoles warna merah yang segar. “Kupikir Brata sudah angkat tangan untuk tak lagi berhubungan dengan wanita asing itu. Kupikir drama ini sudah sempurna, tapi ternyata aku salah.”Mata Nyonya Martha teralih pada Evani. Dia menggigit bibirnya dan terlihat sama kesalnya seperti si ibu mertua.“Evani sayang, tenanglah. Kau ketakutan soal apa, sih? Soal wanita yang Brata dekati? Bukankah sekarang kau sudah jadi istrinya?” Nyonya Martha tahu jika Evani takut akan pesaingnya. Dia juga lebih takut saat tahu wanita yang merebut Brata darinya tak lebih dari seorang wanita yang kelasnya jauh di bawahnya.“Bud!” Evani masih menggigiti jarinya karena resah. “Kenapa kau tidak pernah bisa menjaga Brata? Apa kamu tidak tahu mana yang baik dan buruk bagi Tuanmu?”Budi terdiam. Di saat sep

  • Wanita Hina Bernama Nania   Home

    “Apa yang kau perbuat, Nan?” Nania sedang bicara dengan dirinya sendiri. Dia baru saja mencium seorang CEO perusahaan ternama tanpa ragu. “Pelacur. Kamu pelacur, Nan. Kamu menyerahkan segala yang ada pada dirimu untuk jadi objek pria setampan Pak Brata.”Nania mendesah dan terdiam memandang jendela kamar rumah sakitnya. Brata meninggalkannya untuk mengurus beberapa keperluan dan berjanji akan menemuinya kembali dengan cepat.Tapi apa gunanya? Nania sangat sadar bahwa pria bernama Brata itu membuatnya masuk ke sebuah masalah yang menurut batin Nania cukup salah.“Tidak. Hidupku tak mungkin akan berjalan dengan mudah dengan jadi istri seorang CEO. Jadi istri germo saja sudah susah, apa lagi jadi istri seorang petinggi perusahaan yang bertindak tak wajar atas hidupku.”Rasa kepak sayap kupu-kupu di perut Nania kini berubah jadi melilit yang pedih. Nania pikir, dia harus membuat keputusan lain sebelum akhirnya bertemu kembali dengan Brata.“Aku harus pergi. Aku harus meninggalkan pri

Bab terbaru

  • Wanita Hina Bernama Nania   Aroma Kasmaran

    "Rasa lapar bukanlah hal terpenting bagi manusia seperti saya, Tuan." Nania menerawang entah kepada apa. Matanya yang hitam kecoklatan itu seperti membayangkan masa lalunya yang tak pernah diliputi bahagia."Yang terpenting bagi saya adalah, apakah orang-orang di sekitar saya bisa tidur nyenyak. Apakah mereka bisa bangun keesokan harinya tanpa banyak mengeluh."Mata itu kemudian menatap pada sosok Brata. Seorang pria yang entah bagaimana bisa terlarut dengan semua cerita Nania.Brata yang mengerti apa yang Nania rasa, kemudian bangkit. Dia mendekati Nania, memeluknya dan mengecup keningnya."Entah apa saja yang sudah kamu lalui selama ini. Yang jelas, aku tak mau kamu kembali menjadi Nania yang dulu."Nania menarik napas. Entah kenapa dia begitu tenang saat ada di peluk pria itu. Entah kenapa dia tak ingin lepas walau tahu bahwa dirinya tak pantas ada di naungan seorang Brata.***Nania membuka laptopnya dengan susah payah. Dia kehilangan fokus pada beberapa kolom dokumen yang sengaja

  • Wanita Hina Bernama Nania   Makan

    "Ga, Gado-gado?" Suara Budi seperti seekor tikus yang terkena jebakan. Dia tak mengira jika seluruh effort yang dia keluarkan adalah untuk mengabulkan keinginan Nyonyanya berjualan gado-gado. "Nyonya mau buka usaha gado-gado?" ulang Budi."Ya, Pak Budi. Ada yang salah?Sebenarnya tak ada yang salah. Semua bebas menentukan keinginannnya dalam menjalani hidup. Bahkan burung unta juga tak harus bisa terbang untuk mendapatkan predikat burung.Hanya saja, berjualan gado-gado tampaknya terlalu aneh. Biasanya, para wanita kaya akan memikirkan usaha elegan seperti sebuah rumah makan bergaya klasik yang lampu-lampunya dibiarkan temaram, atau sebuah coffee shop dengan biji kopi yang dimasukkan dalam toples demi sebuah kesan bahwa coffee shop itu hanya menggunakan biji kopi asli di menu mereka.Dan gado-gado tampaknya tak sesuai denga ciri khas mahal keluarga Sudibyo. Budi bisa membayangkan betapa murkanya Nyonya Martha jika tahu menantu yang tak dia inginkan justru mendirikan sebuah rumah makan

  • Wanita Hina Bernama Nania   Harga yang Pantas

    "Loh? Pak Budi udah kerja?" Nania terkejut saat Budi siap di depan mobil yang akan dia gunakan hari itu. "Pak! Bapak istirahat aja. Nanti saya hubungi suami saya, ya?""Tidak usah, Nyonya." Budi tersenyum santun dan meletakkan lap yang dia gunakan untuk menghapus bekas tetes air d mobil tuannya. "Saya sengaja bekerja hari ini karena bosan di kamar setiap hari.""Jangan khawtir pada Budi, Nyonya. Dia dan Tuan Brata sama-sama keras kepala dan tak bisa diam saja menunggu sembuh. Saya rasa tubuh mereka dibuat dari semacam lempengan besi.""Bi, jangan keterlaluan." Budi berusaha menahan kecepatan suara Bi Hanna yang entah kenapa semakin mudah berkomentar ketika ada di dekat Nania. "Nyonya tak perlu khawatir. Aku dan Tuan terlalu kuat untuk ditumbangkan."Sebenarnya Nania merasa kesal. Baru saja tadi pagi dia mendapati Brata yang hampir jatuh saat kesusahan berdiri. Dia ingin baik Brata mau pun Budi duduk tenang dan sembuh seperti sedia kala tanpa harus memaksakan diri bekerja.Apa yang seb

  • Wanita Hina Bernama Nania   Munculnya Setan Perayu

    Nania melihat punggung Evani menghilang. Dia hanya bisa menggeleng pasrah atas kelakuan tak sopan yang dia terima hari ini. Mungkin dia pantas atau mungkin hal semacam ini adalah hal wajar yang biasa diterima kalangan yang disebut Evani sebagai kalangan kelas bawah.Lalu mata Nania menatap Tuan Agustinus yang masih tak berdaya dengan segala alat bantu kehidupan. Dia menggenggam tangan itu, berdoa sejenak ke pada Tuhannya dan menyerahkan keajaiban yang bahkan tak bisa dilakukan manusia oleh tubuh sang pria kaya."Tuan, anda harus tetap kuat." Nania mencoba mengirim pesan positif walau mungkin Tuan Agustinus tak akan bisa mendengar. "Anda adalah orang yang luar biasa bagi keluarga anda. Nyonya Evani sangat beruntung bisa memiliki anda sebagai ayahnya." Nania mencoba memberikan segala dorongan yang bisa ia telurkan."Nyonya Evani pasti menunggu anda di rumah. Dia akan sangat bahagia jika anda kembali seperti sedia kala."Nania menarik napas dan mengalihkan pandangannya pada jendela rumah

  • Wanita Hina Bernama Nania   Hidup

    Agustinus tidak sekuat apa yang dia coba tunjukkan. Tepat saat penyiksaannya selesai, dia mulai menunjukkan wajah pucat dan juga napas yang berembus kasar.Pria itu mencoba duduk di salah satu bangku dan berusaha tetap sadar. Dia masih memikirkan putrinya dan tak mau jatuh tak sadarkan diri begitu saja.Tapi Agustinus hanya pria tua dengan berbagai masalah kesehatan. Dia mungkin berpikir jika duduk diam sembari mengatur napas akan membuat kesadarannya kembali. Tapi masalah kesehatan tidak sesederhana itu.Saat denyut jantungnya mulai menyakiti, Agustinus mulai tak lagi bisa menahan fokusnya. Dia mulai jatuh tergeletak dengan mengerang dan sekarat.Beranjak pada sisi lain di sebuah ruangan rumah sakit, berbeda dari Ayahnya yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit yang sama, Evani justru sudah membuka mata dan mendapati tubuhnya mulai berbau seperti obat.Dia mencoba bangkit dan duduk, tapi ada rasa linu dan juga pusing yang menyadarkannya bahwa kepalanya juga terluka dan kini di

  • Wanita Hina Bernama Nania   Kemarahan Sang Orang Tua Tunggal

    "Kemungkinan fraktur! Semoga dia tetap tak sadar sampai rumah sakit."Kericuhan terjadi saat ambulan membawa Brata."Sayang! Jangan mati! Tolong jangan mati!"Evani yang ikut masuk ke dalam ambulance, histeris seperti jika nyawanya ikut melayang.Evakuasi Evani dari para penjahat sudah berhasil dilakukan. Bahkan pemimpinnya telah diamankan setelah ditemukan tak jauh dari tempat kejadian.Yang justru bernasib naas adalah sosok Budi dan Brata. Mereka melompat dari atas gedung dan harus mengalami beberapa luka walau tubuh mereka mendarat pada tumpukan sampah tak jauh dari gedung lama itu."Brata! Demi Tuhan, jangan tinggalkan aku!"Brata mengedip. Dengan tangan gemetar, dia meraih wajah Evani yang basah dan penuh lebam."Kau tetap cantik," ujar Brata yang bicara tanpa sadar."Jangan bicara omong kosong!"Brata tersenyum samar dengan oksigen di mulutnya."Kenapa aku harus membiarkan diriku jatuh cinta padamu?"Evani terenyuh. Tangan kekar itu seperti terbenam dalam wajahnya yang banjir ai

  • Wanita Hina Bernama Nania   Anti Mainstream

    "Penculikan dari Evani Agustinus mulai menemuka titik terang. Diduga tersangka kasus penculikan sempat terekam oleh kamera cctv dan tengah membuang barang bukti mereka."Seorang reporter tampak serius dengan pekerjaannya. Dia harus berkejaran dengan waktu agar menjadi pembawa berita pertama atas sebuah kasus yang sempat menghebohkan Jakarta.Perihal keluarga Agustinus bukanlah berita sepele. Mereka adalah keluarga terkaya di Jakarta yang memiliki berbagai usaha hingga namanya dikenal banyak pihak.Beberapa yang menyaksikan berita itu beranggapan bahwa sang penculik terlalu berani mengambil resiko. Tampaknya mereka tak tahu kalau orang kaya bisa melakukan banyak hal untuk membalas luka yang mereka rasa. Terlebih jika luka itu didapat dari seseorang yang menyakiti anggota keluarganya."Bagaimana, Brata?" Agustinus mendekati menantunya. Mereka baru saja keluar dari kantor polisi setelah drama panjang di sana."Para polisi sudah mendapatkan laporan terakhir dari mobil terduga penculik. Se

  • Wanita Hina Bernama Nania   Rokok dan Sambal

    "Eh?" Nania tertegun. Bukan pertanyaan semacam ini yang dia duga akan keluar dari mulut sang suami. "Cem-cemburu? Tuan, apa hak saya untuk cemburu pada anda?"Brata diam dan mencoba mendekat. Ada satu hal di diri Nania yang membuatnya ingin ada di jarak sedekat itu.Bahkan Nania mulai bisa mencium bau Brata yang seperti air mandi. Pria itu bahkan belum membersihkan dirinya, tapi malah punya harum sememmikat itu.Nania memejamkan mata. Apa pun yang akan dilakukan suaminya, akan dia terima dengan pasrah dan penuh gairah.Seperti ibu jari Brata yang mengusap bibirnya dengan lembut sembari berkata, "bibirmu ada krimnya," lalu menjilat ibu jarinya seakan krim yang dia usap punya rasa yang sangat nikmat.Jika saja kulit Nania lebih putih, pasti warnanya akan semerah tomat. Brata terlalu sempurna untuk menggoda dirinya. Bahkan hal tak penting yang baru saja pria itu lakukan bisa membuat degub jantungnya menggila."Hah ..., Evani, ya?" Brata kembali pada fokus pembicaraan. Jarinya menggaruki

  • Wanita Hina Bernama Nania   Petunjuk

    "Laporannya sudah masuk, Ndan." Seorang pria berseragam menyetorkan dokumen yang baru saja dia susun filenya."Coba kamu cari panggila ln terakhir dari nomer Pak Robert. Lacak lokasinya, dan juga lacak nomer lain yang terhubung di nomer itu."Tapi, anak buah itu tak berkutik. Dia justru terliha resah dan menutup mulutnya."Kok diem?" Jelas saja hal itu memancing keheranan sang komandan."Sebenarnya kami sudah melacak pemilik nomer itu. Tapi sepertinya datanya palsu.""Maksudnya?" Informasi itu terdengar sangat tak masuk akal tapi juga menarik perhatian pemimpin kepolisian.Anak buahnya sendiri merenggut folder laporan yang sudah dia susun dan membuka lembar demi lembar laporan itu."Nama pemilik nomer itu Hamzah. Tempat tinggal dan juga seluruh identitasnya sudah kami selidiki, hanya saja ....""Hanya saja apa?""Hamzah ini sudah meninggal tiga tahun lalu, Pak. Apakah mungkin seseorang yang sudah mati bisa bangkit kembali untuk melakukan kejahatan?"Berita itu cukup mengejutkan. Polis

DMCA.com Protection Status