BRUGH!! Suara pintu mobil di tutup. Wanita cantik bertubuh langsing semampai berjalan gontai memasuki area kantor. Menyibak rambut yang menutupi setengah wajahnya. Mata berlensa abu-abu menatap jeli keadaan sekitar. "Dimana Reyfaldi?" gumamnya ketika masuk ke area lobi. "Maaf, Bu. Anda mencari siapa?" sapa security berpakaian serba hitam. "Saya mencari, Bapak Reyfaldi!" jawab Sofia dengan pedenya. Security bertubuh tegap itu menatapnya dari atas hingga bawah. "Anda jangan main-main ya! Ada urusan apa Anda mencari Pak Presdir?" sentak security itu ketus. "Loh ..., mengapa kamu membentak saya? Berani-beraninya kamu, ya! Kamu tidak tau siapa sa--," Wanita berkemeja putih itu menghentikan kata-katanya. Ia tidak boleh memberitahukan status yang sesungguhnya. Jika tersebar, bisa-bisa rencana yang sudah ia susun akan gagal. "Jika tidak ada kepentingan sebaiknya anda pergi dari sini!" ujar Security dengan wajah
"Sofia ..., kamu?" Alis lelaki itu terangkat, mulutnya sedikit terbuka dan kedua mata terbelalak. Ia tampak syok melihat dua manusia yang saat ini berdiri di hadapannya. Alvian mematung selama beberapa saat. Reyfaldi tersenyum miring, menatap dengan tatapan yang sulit di artikan. "Sudah mengenali siapa saya?" ucap CEO itu dengan lembut.Alvian menundukan wajahnya. Ia sama sekali tak berani menatap Reyfaldi. Namun, ia juga sangat penasaran dengan wanita yang berada di balik tubuh Bos tampan itu. Dipandanginya Sofia melalui sudut mata. Kaki besar yang dulu ia lihat, kini berubah menjadi sangat ramping dan putih mulus. Alvian pun tidak berani menatap secara langsung wajah mantan istrinya.Pria berjas hitam itu melanjutkan langkahnya mengitari ruang produksi. Mesin canggih yang memproduksi snack dan berbagai macam produk mie instan bekerja tanpa henti. Setiap hari, ratusan ribu bahkan jutaan snack terkirim ke berbagai kota dan negara. Perusahaan yang dirintis Edward dari nol itu, kini
Wanita yang sudah menyandang status istri CEO itu berjalan dengan cepat, masuk ke dalam kamarnya. Berdiri bersandar di balik pintu. Jantungnya terasa berdebar cepat. Kedua tangan ia taruh di dada mencoba meredam degupan yang begitu dahsyat."Mengapa aku malah membalas ciumannya?!" sesal wanita itu. "Tidak! Aku tidak boleh melakukannya lagi!" Sofia melempar tas yang melingkar di bahunya ke atas sofa. Kemudian, masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang big size ala hotel bintang lima. Ceklek ....Suara pintu kamar dibuka oleh seseorang. Wanita yang selalu lupa mengunci pintu itu terkesiap. Mengangkat badan kemudian duduk di atas ranjang. Menatap daun pintu dengan rasa penasaran. Rupanya, pria yang beberapa menit lalu mencumbunya dengan mesra yang telah membuka pintu kamar. "Mau apa kamu masuk ke kamarku?" tanya wanita itu ketus. "Mau bertemu dengan istriku!" ucapnya menggoda seraya tersenyum. "Tidak! Pernikahan
Reyfaldi beranjak, berdiri menatap wanita yang sedang meracau gelisah. Indra pendengarannya mendengar dengan jelas kata yang terlontar dari mulut istrinya. "Alvian ...? Masih adakah dia di hatimu?" tatap Reyfaldi tak percaya. Wanita itu terperanjat, terjaga dari tidurnya. Sosok yang saat ini tengah berdiri mematung menatapnya membuat Sofia kaget. Spontan Ia menoleh ke arah Reyfaldi. "Kamu? Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Sofia setengah sadar. Reyfaldi diam menundukkan wajahnya, ia merasa kecewa dengan apa yang baru saja di dengarnya. Pria yang sudah banyak berkorban itu melangkah mundur, berbalik badan, berjalan keluar dari kamar Sofia. Wanita yang baru tersadar itu menatap bingung. Mengingat kembali sekilas bunga tidurnya. "Alvian? Mengapa aku memimpikannya?!" Sofia mengernyitkan mata, menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Menghela napas mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia termenung selama beberapa saat, menatap langit-langit kamar sembari mengingat apa y
"Tunggu! Bisakah kita berbicara sebentar sambil makan bersama?" Tangan kekar mencekal dirinya saat akan masuk ke dalam mobil. Spontan Sofia menoleh. Rupanya sosok pria yang tadi pagi meminta nomor telepon yang mengajaknya untuk makan bersama. Wanita itu terdiam beberapa saat. Berpikir antara menerima tawaran Alvian atau pulang secepatnya bertemu dengan Reyfaldi. Namun, lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya, memasang wajah memelas, memohon agar Sofia menerima ajakannya. Setelah berpikir, akhirnya Sofia menerima tawaran Alvian, lantaran ini merupakan kesempatan emas agar proses balas dendamnya berjalan dengan baik. Wanita berkemeja putih itu pergi tanpa berpamitan atau memberitahukan kepergiannya bersama Alvian pada suami barunya, Reyfaldi. "Pergi menggunakan mobilku atau mobilmu?" tanya Sofia. "Bagaimana jika menggunakan mobilku saja. Setelah itu, aku bisa mengantarmu pulang ke tempat tinggalmu. Mobilmu ini, bisa disimpan disini. Sudah pasti aman kerena ada sekuriti yang menj
"Dari mana saja kamu?!" Pria gagah berjas abu-abu menatap Sofia dengan tajam. Raut kekesalan tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia berusaha untuk meredamnya. Sofia bingung, dari arah mana Reyfaldi datang. Padahal sedari tadi ia tidak melihat penampakan atau pun mobilnya terparkir di sana. "A- Aku ..., eum ..., tadi ...," gagap Sofia berdiri gelisah. Pria itu menoleh ke kiri dan kanan memindai area sekitar. Memastikan tidak ada satu orang pun yang melihatnya. Untung saja di sana sangat sepi, karena seluruh staf sudah pulang. "Saya tunggu di rumah!" ucapnya setengah berbisik. Saat itu, Reyfaldi merasa marah. Namun, pria itu menujukan kemarahannya dengan cara diam. Tidak mengomel apalagi memaki. CEO tampan itu berjalan ke arah belakang kantor. Sengaja menyembunyikan mobilnya di sana agar ia bisa mengintip dengan siapa istri pura-puranya itu pergi. Sesampainya di rumah, Reyfaldi tiba lebih dulu. Ia duduk menunggu di kursi taman belakang. Tak lama berselang, Sofia tiba di rumah. Sa
Wanita pelakor berbadan dua itu masuk ke dalam kamar, kemudian duduk di pinggiran ranjang, menunduk dengan wajah lesu. Ia menaruh curiga dan sangat penasaran pada suaminya. Alvian telah selesai membersihkan diri, lalu masuk ke dalam kamar. Tubuh jangkungnya hanya berbalut handuk dan tanganya menggenggam benda pipih berwarna hitam. Disimpannya ponsel itu di atas meja kamar. Kemudian, mengenakan pakaian tidurnya.Manik mata sang istri menyoroti benda yang tergeletak di atas meja. Tidak biasanya Alvian mandi membawa ponselnya. Ia merasa pasti ada sesuatu yang tidak beres yang sudah dilakukan Alvian di belakangnya. Lelaki berpiyama navy itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Merentangkan satu lengannya, meraih ponsel di atas meja. Clara yang masih duduk di tepian ranjang menoleh ke arah Alvian dengan tatapan tajam. "Mengapa hari ini tingkahmu sangat berbeda, Mas?" "Berbeda bagaimana maksudmu?" "Kamu sangat cuek dan dingin. Biasanya sepulang bekerja, kamu selalu mengelus bayi kita.
"Sofia ..., Aku mencintaimu." Reyfaldi menyatukan bibirnya dan bibir Sofia dengan lembut. Memainkan indra pengecapnya dengan lincah. Satu tangan menjalar pelan di area punggung, mengusapnya dengan lembut. Sofia membiarkan dirinya terhanyut. Kedua lengan ia kalungkan di belakang leher kekar milik Reyfaldi. "Ash, sayang ...," bisik pria yang baru pertama kali melakukan french kiss itu."Sudah Rey ..., lepas!" Sofia mencoba memberi jarak diantara keduanya. Namun, lengan kekar Reyfaldi melingkar dengan erat di pinggang. Mendekap, menahan Sofia agar tak berjarak. "Apa kamu menyukainya?" bisik Reyfaldi dengan halus."Lepas Rey ...!" ronta Sofia pelan."Jawab, Sayang?!" ucapnya seraya mengecup leher jenjang milik Sofia. "Hentikan!" rontanya lagi. Sofia terus meronta, mencoba melepaskan dekapan erat Reyfaldi, hingga akhirnya tubuh ramping itu terlepas dan berjarak. Reyfaldi mentap nanar. Ia berusaha kembali mendekat. Namun, Sofia melangkah mundur hingga tubuhnya tersandar di tembok dap
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be