"Hari ini, Bapak Edward sudah boleh pulang," ucap Dokter cantik yang baru saja memeriksa. "Baik, Dok. Terimakasih," sahut sepasang pria dan wanita yang menunggunya semalaman. "Akhirnya Kakek bisa pulang," ucap wanita itu dengan raut bahagia.Sofia sangat senang mengetahui Edward sudah kembali sehat dan bisa pulang. Sementara Reyfaldi menyelesaikan administrasi, Sofia menemani Edward di ruangan bersama dua suster pribadinya. "Reyfaldi pria yang baik, kamu tidak akan menyesal menikah dengannya," ucap Edward seraya mengusap pucuk kepala Sofia yang duduk di kursi sebelah ranjang. Wanita itu tersenyum. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa sangat bersalah karena telah membohongi kakek tua itu. Namun, mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur menandatangani surat perjanjian dirinya bersama Reyfaldi. Satu pertanyaan di dalam benak wanita itu, sampai kapan ia akan terjebak dengan keadaan ini. Sedangkan di surat itu tidak tertera batas waktu sampai kapan perjanjian itu berakhir. Hingga Reyfaldi m
"Kamu cantik sekali." Wanita itu berdiri, menatap pantulan dirinya di cermin. Ia berputar pelan. Seulas senyum di wajah cantiknya. Pria itu menatap dalam tak berkedip. Gaun berwarna peach terlihat sangat pas membalut tubuh rampingnya."Bagaimana menurutmu? Apakah gaun ini cocok untukku?" tanya wanita itu. Reyfaldi mengernyit, memandangi gaun dari atas ke bawah seraya berpikir. "Perfect, saya sangat menyukainya." cetusnya.Setelah beberapa saat berfikir. Akhirnya, pilihan jatuh pada gaun berharga puluhan juta tersebut yang senada dengan setelan jas berwarna silver. "Oke, saya ambil yang ini," ucap Reyfaldi.Pria itu membayar menggunakan debit card. Sofia heran, mengapa uangnya tidak habis-habis. Padahal pria itu sudah banyak sekali mengeluarkan uang. "Baik, Kak. Saya akan antar gaunnya besok kerumah!" tutur sang Designer.Sore itu, keduanya tak langsung kembali ke rumah. Reyfaldi mengajak wanita itu makan malam di suatu resto makanan Jepang yang berada di hotel bintang lima. "Ak
Tak menyangka dengan apa yang dilakukan pria itu, Sofia memejamkan kembali matanya. Berpura-pura tidak menyadari apa yang tengah terjadi. Namun, jantungnya berdegup sangat kencang, serasa hampir lepas dari tempatnya. Drrrrrt ... Ponsel di dalam saku celana pria itu bergetar. Ia memposisikan tubuhnya seperti semula, bersandar di kursi kemudi lalu merogoh saku celananya. 'Irwan' tulisan di layar ponselnya."Hallo ...." sapa pria itu setengah berbisik, menoleh ke arah Sofia, tak ingin mengganggu tidurnya. "Maaf, Pak. Apakah Pak Reyfaldi sedang berada dirumah?" tanya pria di sebrang sana. "Ya. Saya ada dirumah!" "Jika saya kesana sekarang, apakah tidak mengganngu, Pak?" "Tidak! Kemarilah! Saya tunggu!" ucapnya diakhiri dengan menutup sambungan teleponnya. Wanita itu berpura-pura menggeliatkan tubuhnya lalu terbangun. "Apakah kita sudah sampai?" ucapnya menoleh ke kaca samping memindai tempatnya kini berada.
Pagi itu, hawa dingin terasa menusuk ke dalam pori-pori kulit. Sofia menarik selimut yang tersingkap. Kemudian, menutupi seluruh tubuhnya menggunakan kain tebal berwarna putih tersebut, meringkuk di atas ranjang king size. Suara rintik hujan terdengar samar di telinga. Matanya terasa berat untuk dibuka. Namun, ia penasaran, "jam berapa sekarang?" Mengintip dari balik selimut menengok ke arah jam dinding yang tergantung. "Hah, jam 8 pagi?! Ternyata sudah siang!" Wanita itu terperanjat, menyingkap selimut yang baru saja menutupi seluruh tubuhnya, memaksakan diri untuk bangun. Kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi dan berpakaian rapih, ia berjalan keluar kamar menuju ruang televisi. Tidak terlihat siapa-siapa di sana. Lalu, ia berjalan ke arah dapur. "Mbok, Kakek dan Tuan kemana?" tanyanya pada pelayan senior yang sedang mengiris sayuran. "Tuan sepertinya pergi ke kantor, Non. Sedangkan Kakek Tuan pulang kerumahnya." "Pulang?" Sofia bertanya-tanya, "Mengapa Kakek pulan
"Cium ... cium ...." Semua saksi berseru. Suara tepukan bertempo lambat turut memeriahkan suasana di sana. Pasangan pengantin itu pun terlihat malu-malu dan salah tingkah. "Boleh ...?" bisik pengantin pria. Sofia menoleh menatap Edward yang duduk di kursi paling depan. Senyum bahagia mengembang di bibirnya, jari jemari tangan tua itu menyeka air mata yang menetes. Demi meyakinkan sang kakek, Sofia mengangguk pelan memberikan tanda jika dirinya bersedia melakukan adegan yang di serukan. Reyfaldi melingkarkan lengannya di pinggang Sofia, mengikis jarak diantara keduanya. Wajahnya kini sudah semakin dekat. Jantung pasangan pengantin baru itu berdebar dengan kencang. Jangankan melakukan di hadapan orang banyak, di saat berdua pun sebenarnya pria itu tidak memiliki keberanian. Wanita bergaun peach itu memejamkan mata. Kali ini ia harus profesional menjalankan tugasnya di hadapan sang kakek. "Lakukan sebaik mungkin!" bisik wanita itu. Melihat Sofia telah menutup indra penglihatannya,
"Awww ...." Pria itu memekik berjongkok menahan sakit. Kedua tangan memegangi punggung kakinya yang terasa berdenyut nyeri. "Mengapa kau malah menginjakku? Sakit sekali!!" ringis Reyfaldi. Sementara, wanita yang terbalut handuk itu berdiam diri di sebelahnya. Pria yang berjongkok itu menoleh ke arah sofia, terlihat kaki jenjang nan putih mulus terpampang nyata di pelupuk mata. Lagi-lagi Reyfaldi membelalak. Handuk itu hanya menutupi area inti saja. Spontan pria yang berjongkok itu memalingkan wajahnya, jika tidak, wanita itu mungkin akan menendangnya dengan keras. "Ma-maaf, A-ku ... tidak sengaja!!" ucap Sofia penuh sesal melihat pria itu terus meringis. "Saya tidak bermaksud macam-macam! Kakek ada di luar, saya takut dia akan curiga. Makanya saya masuk kesini!" terang pria itu. "Cepat gunakan pakaianmu!!" titahnya. Wanita bertubuh ramping itu bergerak cepat, membuka lemari, meraih helai pakaian yang akan dikenakannya. Mata
Makan malam telah usai. Sofia kebingungan. Sedari tadi, ia terus memikirkan bagaimana caranya agar tidak tidur bersama Reyfaldi di dalam kamar yang sama. "Selamat beristirahat, Kek. Semoga mimpi indah," ucap Sofia di ambang pintu diikuti oleh masuknya Edward ke dalam kamar. "Lepas!!" Bisik Sofia menghempaskan lengan Reyfaldi yang melingkar di pinggangnya. Reyfaldi terkesiap, memberi jarak dengan wanita pemilik rambut panjang itu. Mereka masuk ke dalam kamar yang sama, yaitu kamar Sofia."Aku atau kamu yang akan tidur di sofa?" tanya Sofia ketus. "Saya saja!" jawab Reyfaldi. "Tapi--, sebaiknya aku saja yang tidur di sofa. Lagi pula, ini kan rumahmu. Masa pemilik rumah tidur di-?!" Belum selesai Sofia berkata. Pria bermata cokelat itu langsung meraih bantal, merebahkan tubuhnya di atas sofa. Namun, Sofia menarik tangan Reyfaldi agar ia berdiri dan berpindah ke atas ranjang. Bukannya Reyfaldi yang terangkat, malah Sofia yang terjatuh.Tubuh indah yang dulu gemuk itu ambruk di atas
BRUGH!! Suara pintu mobil di tutup. Wanita cantik bertubuh langsing semampai berjalan gontai memasuki area kantor. Menyibak rambut yang menutupi setengah wajahnya. Mata berlensa abu-abu menatap jeli keadaan sekitar. "Dimana Reyfaldi?" gumamnya ketika masuk ke area lobi. "Maaf, Bu. Anda mencari siapa?" sapa security berpakaian serba hitam. "Saya mencari, Bapak Reyfaldi!" jawab Sofia dengan pedenya. Security bertubuh tegap itu menatapnya dari atas hingga bawah. "Anda jangan main-main ya! Ada urusan apa Anda mencari Pak Presdir?" sentak security itu ketus. "Loh ..., mengapa kamu membentak saya? Berani-beraninya kamu, ya! Kamu tidak tau siapa sa--," Wanita berkemeja putih itu menghentikan kata-katanya. Ia tidak boleh memberitahukan status yang sesungguhnya. Jika tersebar, bisa-bisa rencana yang sudah ia susun akan gagal. "Jika tidak ada kepentingan sebaiknya anda pergi dari sini!" ujar Security dengan wajah
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be