Tarik menarik bantal Sofa itu pun dimenangkan oleh Sofia. Lalu, ia memukulkanya dengan pelan ke punggung Reyfaldi. Suasana di ruang keluarga itu pun terasa mencair seketika. Kakek tua itu terus saja tertawa melihat tingkah cucunya itu. Sedangkan Reyfaldi, wajahnya kian memerah menahan malu. "Jika Rey tau kakek akan membocorkan rahasia ini pada Sofia, mungkin Rey tidak akan membawa Sofia kemari." keluh pria berwajah tampan itu. "Lagi pula, mengapa masih harus dirahasiakan? Toh kalian juga akan menikah. Sebaiknya, antara suami istri itu tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Bukankah begitu?" bantah kakek tua itu. Reyfaldi memang mempunyai kedekatan yang cukup erat dengan sang kakek. Ia menjadikan kakeknya layaknya sahabatnya sendiri. Tempat berbagi kisah suka dan duka. Ia juga bercerita banyak hal pada sang kakek. Bahkan ia bisa sukses seperti sekarang ini berkat bimbingan dan nasihat dari sang kakek. Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan berbincang dan bercanda. Hingga, t
Pria tampan itu menatap Sofia dan mencoba menggenggam tangannya. Namun, wanita itu menghempaskan genggamannya. "Sudah aku katakan, jangan membuat aku salah paham!" protes wanita itu. Sofia merasa pria itu telah mempermainkan perasaanya. Padahal, hampir saja ia mempercayai dan menaruh hati padanya. Namun, sekarang ia sangat meyakini bahwa tidak mungkin ada pria yang dapat mencintainya dengan tulus. Apalagi dengan bentuk tubuh yang ia miliki saat ini. Jangankan pria tampan dan kaya raya seperti Reyfaldi, pria yang hidupnya bertumpu pada Sofia pun bisa dengan tega menyakiti dan mencampakannya begitu saja. Yang terpenting saat ini adalah, ia berhasil mejalankan misinya tanpa harus terjebak perasaan dengan pria tampan itu. "Maaf, aku tidak bermaksud--." "Sudahlah tidak perlu dibahas, lebih baik saat ini kita fokus pada misi kita. kamu berhasil mendapatkan perusahaan Kakek, dan aku bisa balas dendam pada Alvian. Setelah misi kita berhasil, kita bisa segera mengakhiri hubungan ini secepa
Di tempat lain, Reyfaldi memeriksa cctv rumahnya dan melihat wanita itu berjalan keluar rumah mengenakan setelan jogging. Setelah tiga jam Reyfaldi menunggunya. Wanita itu tak kunjung tiba di rumahnya. Kini, Perasaanya sudah mulai tidak enak. Ia menebak, pasti ada sesuatu yang tidak beres dialami oleh wanita itu. Karena biasanya, berjogging di sekitaran komplek tidak akan lebih dari dua jam. Pria itu sangat panik. Ia juga memarahi penjaga rumah yang membiarkan wanita itu pergi tanpa mengkonfirmasi kebenaranya pada Reyfaldi. Pria itu segera masuk ke dalam mobilnya dan pergi mencari Sofia. Ia berputar menyisir area jalan sekitaran komplek yang luas itu. Setelah berjarak sekitar 2 kilo meter dari rumahnya. Ia merlihat beberapa orang berkumpul di pinggir jalan. Reyfaldi menghentikan mobilnya karena merasa sangat penasaran dengan sekumpulan orang-orang itu. Dari dalam mobil, pria itu memicingkan matanya menatap sepatu berwarna pink yang sudah sangat tidak asing di matanya. Sedangkan ba
"Permisi," sapa perawat cantik berpakaian serba putih menyapa kedua manusia yang saling terdiam dengan wajah tegang itu. "Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya lagi dengan ramah. Tak ada satupun yang membalas senyum dari perawat cantik itu. Keduanya memasang wajah kesal. "Tolong pasang selang infusnya lagi!" Jari telunjuk pria itu mengarah pada Sofia yang terbaring di atas ranjang. "Ya ampun, Bu. Kenapa bisa lepas?" tanya perawat cantik itu. Tak mendapat jawaban dari wanita yang terlentang itu, perawat segera memasang kembali jarum infus pada tautanya. Ringisan lirih lolos dari bibir Sofia, membuat pria yang tengah duduk di sofa menunggunya bertambah khawatir. Namun, karena merasa sangat kesal, Reyfaldi tidak ingin memperlihatkan kekhawatirannya pada Sofia. "Sudah selesai, jika butuh bantuan lagi, bisa pijit kembali tombolnya. permisi ...," ucap perawat ramah itu seraya berpamitan pada keduanya. Drrrrt ... Drrrrtt ....Ponsel pria itu bergetar, terlihat notifikasi pesan yang dikiri
"Apakah kau mencariku?" Suara bariton seorang pria menghentikan kegaduhan yang terjadi di sana. Mengenali suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. Wanita itu menoleh ke arah sumber suara dengan cepat. "Rey ...?!" Matanya berkaca-kaca setelah menangkap sosok pria yang ia cari. "Apa yang kamu lakukan? Bukankah sudah saya katakan kamu harus beristirahat?" rutuk pria itu seraya memapah Sofia kembali ke ranjangnya. Kali ini, Sofia enggan menimpali kata-kata pria itu. Ia tidak ingin Reyfaldi marah kemudian meninggalkannya seperti sebelumnya. "Aku hanya ingin mencarimu!" ucapnya dengan wajah lesu. "Mengapa malah mencariku? Seharusnya, kamu senang jika aku pergi. Itu artinya, kamu akan terbebas dari belenggu perjanjian yang kita buat!" Wanita itu terdiam menundukan kepalanya. Bahkan, Sofia sendiri pun bingung dengan perasaanya. Harusnya, ia merasa senang mendapatkan uang nominal ratusan juta tanpa harus bekerja bersusah payah dan bisa terbebas dari pria itu. Namun, Sofia berpik
"Kamu cemburu?" "Tidak! Aku tidak cemburu!" tepis Sofia. Reyfaldi merasa malam itu udara terasa sangat dingin, Ditambah di luar sedang turun hujan yang cukup deras. pria tampan itu menarik selimut berwarna putih diatas ranjang hingga menutupi setengah tubuh Sofia, agar ia tak merasa kedinginan."Sudah malam, ayo tidur!" Pria itu mengusap kepala Sofia dengan lembut. Tak butuh waktu lama, wanita itu terlelap dengan posisi meringgkuk membelakangi Reyfaldi yang duduk di kursi menghadap ke arahnya.Pria itu berpindah tempat duduk ke atas sofa ruang vip, Reyfaldi menatap layar ponselnya, menonton tayangan film kesukaanya di sana. Tak sadar, kini ia tertidur dengan pulas di atas sofa ruang vip tersebut. "Rey ...!" Wanita itu memanggil Reyfaldi yang tidur meringkuk membelakanginya. Jam telah menunjukan pukul 6 pagi. Namun, pria itu masih saja tertidur pulas. Sofia turun dari ranjang berjalan pelan mendekati Reyfaldi, menatap wajah tampannya yang menggemaskan seperti bayi mungil tengah ter
Tok ... tok ... tok ... "Permisi, Tuan. Makanan siang sudah siap," ucap pelayan muda yang berdiri di ambang pintu. Reyfaldi mengangguk pelan, ia mengajak Edward dan Sofia makan siang bersama. "Ayo, Sayang. Kamu harus makan yang banyak supaya cepat sehat!" Sofia mencengkram pegangan kursi roda, mendorong Edward menuju ruang makan. Tangan pria tampan itu melingkar di pinggang Sofia dengan lembut, berjalan beriringan memperlihatkan kemesraanya pada sang kakek. Mbok Nah dan satu pelayan lain berdiri di depan meja makan, menggeserkan kursi kebelakang mempersilahkan para majikannya itu untuk duduk. Sofia menelan salivanya, menatap menu makan siang yang tersaji di atas meja. Sepertinya semuanya sangat lezat, ayam panggang, capcay, udang saus tiram dan beberapa menu pelengkap lainnya. Hingga membuat dirinya lupa menyajikan nasi putihnya ke atas piring makan Reyfaldi dan Edward.Reyfaldi menoleh ke arah wanita itu lalu menoleh ke ara
"Sofia ... saya--." Kriiing ....Benda berbentuk pipih yang tergeletak di atas meja berbunyi nyaring, membuyarkan suasana romantis di antara keduanya. Sofia terkesiap, menarik wajah membuang pandangan ke arah kolam. Reyfaldi melepaskan tangkupan tanganya dengan gugup. Kemudian, meraih ponsel yang sedari tadi berbunyi nyaring. Terlihat nama Pak Eko di layar ponselnya, "ada apa dia hari libur begini menelepon saya?" gumamnya kesal. "Maaf mengganggu, Tuan. Mobil Nona Sofia sudah selesai di perbaiki, saya akan mengambilnya sekarang. Tapi--," "Berapa tagihannya? Saya kirim uangnya sekarang!" pangkas pria itu dengan kesal. "12 juta, Tuan!" "Baik! Saya kirim uangnya, setelah itu, kamu urus!" Reyfaldi sibuk menatap layar ponselnya, mengetikkan sesuatu di sana sampai ia tidak menyadari kalau wanita itu sudah tidak ada di tempatnya. "Kemana dia?" Ia memutar kepalanya menoleh ke semua arah. "Gara-gara Pak Eko!" gerutunya kesal. Padahal, jika benda pipih itu tidak berbunyi, mungkin saat
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be