Tanpa sengaja, kaki Reyfaldi tersandung ujung ranjang bagian bawah, sehinga ia terjatuh menimpa sesuatu yang terasa kenyal. Tiba-tiba, lampu di kamar itu kembali menyala. Reyfaldi kaget, melihat Sofia yang tengah berada dibawah tubuhnya. Bibirnya pun saling bersentuhan dengan bibir Sofia. "Lepaskan!" pekik Sofia sembari mendorong tubuh kekar pria tampan itu. Reyfaldi segera menarik tubuhnya dan berdiri dengan cepat. "Ma-Maaf. Saya benar-benar tidak sengaja." ucap pria tampan itu dengan gugup. Sofia tak menjawab. Ia duduk dengan wajah marah. Reyfaldi yang gugup dan salah tingkah itu merasa sangat malu pada Sofia. Ia langsung berpamitan dan pergi keluar kamar. "Huh. Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan dalam kesempitan." umpat Sofia.Namun, tiba-tiba ingatanya kembali ke kejadian yang baru saja terjadi. Sentuhan bibir yang terasa hangat dan hembusan nafas pria tampan itu masih terasa dengan sangat jelas. "Argh. Mengapa aku malah membayangkanya lagi? Sudah-sudah!" Monolognya semba
"Loh, mengapa mereka malah membubarkan diri?" Tidak seperti biasanya, para karyawan yang setiap pagi menyapa dengan ramah, kini malah membuang muka ketika berhadapan dengan Sofia. Seolah-olah, mereka sangat enggan melihatnya.Sorot mata karyawan itu pun seolah tak menyukai kehadiran Sofia disana. Bahkan ada beberapa karyawan yang berani menyindir dengan kata-kata yang tidak enak untuk di dengar."Sebelum bergaya, pastikan dulu kalau kita tidak punya utang!" Seru salah satu karyawan diiringi suara gelak tawa karyawan yang lainya. Wanita gendut itu menghela nafas lalu menunduk, tak ingin merespon kata-kata sindiran yang ditujukan padanya. Ia meneruskan langkahnya berjalan menuju ruang Office. Wanita gendut itu duduk di meja kerjanya, menekan tombol CPU untuk mengaktifkan komputernya. Hari itu, ia sibuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah beberapa hari terbengkalai. "Hai Sofia!." sapa Renata ketika ia memasuki ruang Office."Pagi, Bu!" sahut Sofia seraya tersenyum. "Gimana? Masalahnya
Reyfaldi menatap Sofia yang hanya diam mematung dan melamun sembari memegangi surat perjanjian itu."Kenapa? Apakah kamu ragu dan berubah pikiran?" tanya Reyfaldi. Mendengar itu, sofia terperanjat dari lamunannya. Ia menoleh ke arah Reyfaldi. "Apa? Tadi kamu-- bicara apa?" tanya wanita gendut itu. "Mengapa malah melamun? Apa kamu berubah pikiran?" "Oh. Tidak! Tentu saja aku tidak berubah pikiran! Disini ya, tandatanganya?" tanyanya sembari menunjuk bagian materai yang menempel di surat perjanjian itu. "Betul, Bu! sahut Irwan.Tanpa ragu, Sofia membubuhkan tandatanganya di atas materai itu. Diikuti dengan tandatangan Reyfaldi di atas materai di sampingnya. "Baik! Untuk perjanjianya sudah selesai dan untuk proses perceraianya, akan saya kabari jika sudah ada perkembangan!" "Terimakasih, Pak Irwan!" ucap Reyfaldi sembari bersalaman. Pengacara itu pun berpamitan pada Reyfaldi dan Sofia. Berjalan keluar diikuti oleh Sofia dan Reyfaldi, mengantar hingga ke ambang pintu ruang tamu. S
"Sebentar! Jangan-jangan, kamu adalah wanita yang pernah diceritakan oleh Reyfaldi, dulu?!" "Hah! Maksudnya?" tanya wanita gendut itu. Dokter cantik itu diam dan tak melanjutkan ucapanya. Ia hanya tersenyum sembari merapihkan selang infus yang menancap di lengan Sofia. "Sepertinya, kamu dan Reyfaldi mempunyai hubungan yang sangat dekat?" "Dulu kami bertetangga dan Suamiku adalah sahabatnya Reyfaldi!" jawab Dokter yang tidak ingin dipanggil dengan sebutan Dokter itu. "Oh!" "Memangnya, Reyfaldi tidak pernah menceritakan tentang saya ya?" tanya Tamara."Dia itu, bagaikan gunung es, diam dan dingin! Dari pertama aku mengenalnya, kami jarang sekali berbincang. jika bukan karena membahas hal yang penting, biasanya kami hanya saling diam!" jawabnya mengerucutkan bibir.Tamara tersenyum mendengarnya. Ia yang sudah bertahun-tahun mengenal Reyfaldi, sangat tahu betul dengan kepribadian pria misterius itu. "Yang pasti, Reyfaldi adalah orang yang sangat baik! Hanya saja, kepribadian introve
Reyfaldi, mencari-cari wanita gendut itu. Ia sangat khawatir karena ponselnya tidak dapat dihubungi. Reyfaldi datang ke kosan wanita itu. Namun, Sofia tidak ada disana. Ia menunggu kurang lebih satu jam lamanya. Namun, wanita itu tak kunjung tiba. Malam itu, ia menyusuri jalanan yang mungkin dilewati oleh wanita itu, terus mencari-cari keberadaan Sofia. Hingga di suatu jalan, retinanya tertuju pada sebuah mobil sedan berwarna silver mirip dengan mobil Sofia, mobil itu tengah terparkir di bahu jalan. Ia menoleh ke arah kiri, "Sofia?" Reyfaldi meminggirkan mobilnya lalu menginjak pedal remnya. Ia turun kemudian berlari menghampiri wanita itu. "Sofia! Ternyata kamu ada disini!" seru Reyfaldi panik. Sofia yang sudah terlihat pucat kebiruan dan berjongkok gemetar menahan dingin itu, akhirnya dipapah menuju mobil Reyfaldi. Ia berjalan masuk ke dalam mobil tanpa mengenakan alas kaki. "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kamu tak memakai alas kaki?" tanya pria itu keheranan. "Sepatuku
"Ayaaaah... Ibuuuu... tidaaaak!" Sofia meracau. Matanya tertutup dan kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, terus memanggil-manggil Ayah dan Ibunya. "Sofia! Bangun!" tepuk Reyfaldi pelan. Tiba-tiba ia terbangun dan terduduk, nafasnya tersengal-sengal."Reyfaldi?" Wanita itu menoleh ke arah Reyfaldi yang duduk disebelahnya, lalu memeluknya dengan erat. Ia menangis terisak di pelukan pria tampan itu. "Kamu demam?" Reyfaldi menempelkan telapak tanganya di kening Sofia. Sofia menggeleng cepat. "Aku bermimpi Ayah dan Ibuku," ucapnya terbata-bata."Tunggu sebentar, saya akan carikan obat penurun demam!" pria itu keluar kamar, mencari kotak obat yang biasa disimpan oleh Mbok Nah di atas meja dapur. Setelah berhasil menemukan kotak obatnya, ia membuka kotak itu mencari obat penurun panas. "Tuan? Anda sedang apa?" tegur Mbok Nah yang terjaga dari tidurnya. "Obat penurun demam yang mana ya, Mbok?" "Maaf, Tuan. Biar saya saja yang carikan!" ucap Mbok Nah sembari merebut pelan kotak ob
Kakek Edward, kakek Reyfaldi yang sudah berumur 72 tahun itu selalu menanyakan kapan Reyfaldi akan menikah. Ia sangat ingin sekali melihat cucu satu-satunya itu menikah. "Minggu depan, saya akan kenalkan kamu pada kakek!" "Hah? Tapi, aku belum langsing! Bagaimana jika kakekmu tidak percaya kalau aku ini calon istrimu?" "Dia pasti akan percaya!" "Mana mungkin pria tampan, gagah dan kaya sepertimu mendapatkan perempuan jelek dan gendut sepertiku? Bahkan, suamiku saja mengatakan kalau aku ini jelek, gendut dan membosankan!" Mendengar itu, wajah pria tampan itu sedikit memerah menahan malu. Pasalnya, baru kali ini ada seorang wanita yang secara terang-terangan memujinya. Ia tertunduk lalu tersenyum. "Kenapa malah senyam senyum sendiri?" Pria itu pun mendongak dan melemparkan senyum manisnya pada Sofia. Lalu, mengalihkan pandangan matanya sembarang, seperti salah tingkah. Sofia yang tidak menyadari kata-katanya, merasa bingung dengan sikap Reyfaldi. Apa aku salah bicara?"Tadi kamu
Sofia ingin segera mandi. Namun, Reyfaldi tak kunjung tiba membawakan pakaian gantinya. Ditengah rasa bosanya menunggu Reyfaldi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Terlihat nama ORANG ANEH di layar ponselnya. "Hallo, Sayang!" sapa suara bariton yang sudah tidak asing lagi di telinganya terdengar dengan sangat jelas."Sayang?" Mendengar itu, degup jantungnya seakan terhenti sejenak dan serasa mau copot. "Saya sedang berada di rumah kakek, beliau ingin berbicara denganmu, Sayang!" ucap pria di sebrang sana. "Oh, boleh.. boleh..!" sahut Sofia dengan sedikit panik. "Hallo, Sofia..." sapa suara bernada berat itu."Hallo, kakek. Bagaimana kabarnya?" "Kabar kakek baik! Malam minggu ini, kakek mengundangmu untuk makan malam dirumah kakek. Kakek tunggu ya!" "Baik kek, dengan senang hati!" "Hallo, Sayang. Tunggu ya, sebentar lagi saya akan segera menemuimu!" tutur Reyfaldi diiringi dengan mengakhiri sambungan teleponya. Wanita gendut itu menatap ponselnya sesaat. "Sayang?" Rasanya sepe
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be