Alesio Kingston, pria itu sempat menghebohkan media dengan pernikahaanya dengan seorang wanita berkebangsaan Indonesia. Terlebih saat itu ada rumor yang mengatakan jika Alesio merebut wanita yang sudah memiliki tunangan
“Ini istriku, Alana” Alesio mengenalkan sang istri yang sedang hamil besar pada Selena
“Hallo” Suara halus itu terdengar dari Alana dan Selena mengerti kenapa sosok seperti Alesio bisa menjatuhkan hati pada perempuan ini
“Aku Selena” Selena mengenalkan dirinya dengan sangat ramah
“Tunanganku” Matthias menambahkan dengan seringai sombong
Alana tersenyum hangat, matanya berbinar saat mendengar perkenalan dari Matthias. "Senang bertemu denganmu, Selena. Aku harap kau bisa menikmati pesta ini."
Selena membalas senyuman itu. "Terima kasih, dan selamat atas kehamilanmu. Aku yakin Alesio pasti sangat menjagamu."
Alesio tertawa kecil, melingkarkan lengannya di pinggang Alana deng
“Hanya segini?” Tanya Matthias dengan tatapan tajamnyaAlesio terkekeh “Memangnya kau berharap berapa banyak?”Matthias menyandarkan punggungnya pada kursi, matanya menyipit menatap dokumen di tangannya. “Aku berharap lebih dari ini, Kingston. Kau tahu berapa banyak jaringan yang sudah kita bongkar.”Alesio mengangkat bahu dengan santai, mengambil gelasnya dan menyesap anggur merahnya sebelum berbicara. “Jangan serakah, Walton. Ini bukan hanya tentang seberapa banyak yang kita temukan, tapi seberapa dalam kita bisa menelusurinya.”Matthias mengetukkan jarinya ke meja, pikirannya jelas bekerja. “Jadi, kau pikir ini masih permukaan?”Alesio menyeringai kecil. “Kita berurusan dengan orang-orang yang lebih licik dari yang kita kira. Jika ini mudah, kau dan aku sudah menyelesaikannya sejak lama.”Matthias mendecakkan lidahnya, lalu menutup dokumen itu. “Baiklah. Aku aka
“Tunggu di mobil. Jangan keluar atau aku akan menghukummu, Princess” Matthias berbicara dengan sungguh-sungguh.Selena menatapnya, tak mengangguk ataupun sekeder mengiyakan ucapan Matthias. Mata coklatnya menatap Matthias yang keluar dari mobil dan berjalan menuju tiga buah mobil yang berhenti didepan mereka.Ketiga mobil itulah yang mengikuti mereka sejak tadi dan membuat mereka berhenti.Dari dalam mobil Selena tak bisa mendengar apapun, dia hanya bisa melihat gerak-gerik Matthias dan beberapa pria berseragam yang nampaknya tak memiliki maksud baik. Seorang yang nampaknya memimpin berbicara dengan Matthias sedangkan orang lainnya nampak menodongkan senjatanya pada MatthiasSelena menggigit bibirnya. Hatinya berdebar-debar, merasakan ketegangan yang semakin membesar di udara. Meskipun dia mencoba menenangkan diri, namun rasa penasaran dan kecemasan membuatnya hampir tak bisa menahan diri.Selena merasa terjebak di dalam mobil, tak bisa
Mobil Matthias melaju melewati jalanan kota sebelum akhirnya berbelok ke sebuah kawasan yang lebih sepi. Selena memperhatikan dengan seksama saat kendaraan itu memasuki gerbang hitam tinggi yang terbuka secara otomatis.Bangunan di depannya adalah rumah tingkat dua dengan desain modern, dikelilingi oleh pagar beton yang menjulang tinggi. Lampu-lampu eksterior yang redup memberikan kesan elegan tetapi juga misterius.Selena mengernyit, kepalanya menoleh ke arah Matthias. “Ini… rumah siapa?” tanyanyaMatthias meliriknya sekilas sebelum tersenyum tipis. “Rumahku” jawabnya singkat, seolah itu bukan hal yang besar.Selena membelalakkan mata. “Rumahmu?” ulangnya, masih mencoba memproses informasi itu. “Sejak kapan kau punya rumah di Milan?’ tanyanya heran“Sejak wanitaku melarikan diri ke sini” Jawab Matthias ringan“Hah?” Selena inconnect “Tunggu sebentar... Jika
Pagi harinya, Selena terbangun dengan tubuh terasa lelah dan pegal di setiap inci kulitnya. Seluruh tubuhnya terasa lemah, seolah energi telah terkuras habis. Selimut tebal menutupi tubuhnya yang telanjang, dan ketika dia mencoba bergerak, rasa nyeri yang menjalar di kakinya membuatnya mengerang pelan.Sial. Ini bahkan bukan pertama ataupun kedua kalinya mereka melakukan sex. Hanya saja rasanya lebih gila daripada biasanyaMatthias benar-benar memenuhi ucapannya tadi malam. Tak melepaskannya dan memberinya hukuman yang luar biasa meresahkannyaPergerakan di sampingnya membuatnya menoleh. Matthias sudah bangun—tentu saja pria itu bangun lebih dulu. Selena baru sadar bahwa lengan kekar pria itu masih melingkar di pinggangnya, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka kembali menempel.Matthias menunduk, mengecup bahu telanjang Selena sebelum bibirnya beralih ke lehernya, meninggalkan jejak ciuman lembut yang kontras dengan bagaimana dia memperlakukan
Matthias menatap empat orang di bawahnya dengan ekspresi dingin. Mereka semua berlutut di lantai dengan kepala tertunduk, tidak berani menatap pria itu secara langsung. Ruangan ini terasa sunyi, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak perlahan.Selena duduk di sofa di sisi lain ruangan, memperhatikan situasi dengan dahi berkerut. Ia masih belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi dari cara Matthias menatap mereka, jelas ini bukan pertemuan biasa.“Aku memberi kalian waktu satu minggu” suara Matthias terdengar tenang, tetapi ada ketegasan yang tak terbantahkan di dalamnya. “Dan kalian kembali dengan tangan kosong?”Salah satu dari mereka, pria berjas hitam dengan luka di pelipisnya, mengangkat kepalanya sedikit. “Tuan, kami hampir menemukannya, tetapi—”“Tetapi kalian gagal” potong Matthias tajam.Keempat pria itu semakin menunduk, tahu bahwa tidak ada alasan yang bisa men
“Kalian gagal lagi?”“Maaf Tuan”Dor!Sebuah peluru menembus dada pria itu “Aku bahkan sudah mengerahkan tiga tim terbaikku tapi kalian tetap tak bisa membawa Selena kemari?”Rex mendengus frustrasi, menatap dingin pria yang kini tergeletak tak bernyawa di hadapannya. Bau mesiu masih menguar di udara, sementara tiga orang lainnya hanya bisa menunduk, tubuh mereka menegang, menunggu apakah nasib mereka akan berakhir sama.“Kalian tidak berguna.” Rex mengayunkan pistolnya, menunjuk ke salah satu pria yang tersisa. “Kau. Jelaskan.”Pria itu menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. “Matthias Walton... dia lebih kuat dari yang kami perkirakan. Perlindungan di sekeliling Selena terlalu ketat. Bahkan jika kami mendekatinya, kami akan ketahuan dalam hitungan detik.”Rex mendengus, rahangnya mengencang. Nama itu. Matthias Walton.Pria sialan itu.Dia sudah
Mata Matthias menajam. Rahangnya mengeras saat mendengar kata "Monarki."Selena yang duduk di sampingnya merasakan perubahan aura Matthias yang semakin dingin dan penuh kewaspadaan."Seberapa parah, ma?" tanya Matthias, suaranya lebih dalam."Cukup untuk membuat beberapa kepala berguling" jawab Lova dengan nada datar. "Mereka mulai bergerak di Washington, mengincar kelemahan kita. Jika kau tidak kembali sekarang, kita mungkin akan kehilangan kendali."Matthias mengepalkan tangannya. "Berapa orang yang terlibat?""Lebih dari yang kita perkirakan" kata Lova. "Dan beberapa dari mereka berada di dalam sistem kita. Saat ini papamu sedang sibuk menangani data yang bocor"Matthias mendesis pelan. Pengkhianatan.“Aku akan segera kesana ma” UcapnyaKlik—Panggilan terputus.Matthias menatap layar ponselnya selama beberapa detik sebelum akhirnya berdiri, meraih jaketnya."Kita harus pergi ke Washing
“Daddy akan baik-baik saja, Mom” Selena menenangkan Lumia, meskipun di dalam hatinya sendiri ada kekhawatiran yang tak terucapkan.Lumia mencoba tersenyum, meski jelas terlihat bahwa hatinya sedang diliputi kegelisahan. Ia meremas jemari Selena dengan erat, seolah mencari ketenangan dalam genggaman putrinya. “Mom tahu, Sayang. Mom hanya…” Suaranya melemah sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya.Matthias yang sejak tadi diam, akhirnya melangkah maju. “Dylan akan kembali. Dia bukan orang yang mudah dikalahkan.” Suaranya datar, namun ada keyakinan di dalamnya.Selena menoleh ke arah Matthias. Tatapan abu-abu pria itu terasa begitu dalam, seakan bisa melihat langsung ke dalam pikirannya. “Kau tak ikut pergi?” tanyanya pelan, hampir berbisik.Matthias tidak langsung menjawab. Ia menatap Selena beberapa detik sebelum berkata, “Kau ingin aku pergi, Princess?”Selena mengalihkan pan
Selena berdiri di depan ruang ganti, tangannya masih terlipat di dada. Ia bisa mendengar Matthias bergerak di dalam, mungkin sedang mengganti pakaiannya.“Matthias?” suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Dari dalam terdengar suara Matthias. “Hm?”Selena menekan senyumannya. “Aku masuk.”Ia tidak menunggu jawaban sebelum membuka pintu dan menyelinap masuk.Matthias, yang hanya mengenakan kemeja putih yang belum dikancingkan sepenuhnya, menatapnya dengan satu alis terangkat. “Tidak sabar melihatku, huh?”Selena tidak menggubris godaannya. Ia melangkah mendekat dan dengan santai melingkarkan dasi di leher Matthias, menariknya sedikit hingga wajah mereka lebih dekat.Matthias tampak sedikit terkejut, tapi kemudian seringai itu kembali muncul. “Oh? Sekarang kau ingin membantuku berpakaian?”Selena tersenyum manis, tapi matanya penuh niat jahat. “Tentu saja&rd
Pernikahan itu berjalan begitu cepat—tanpa pidato panjang, tanpa perayaan meriah, hanya sumpah yang diucapkan di bawah tekanan waktu dan emosi yang masih menggantung.Matthias tidak memberi kesempatan pada siapa pun untuk menunda lebih lama. Begitu mereka berdiri di altar, suaranya tegas saat mengucapkan janji pernikahan, matanya tak sekalipun beralih dari Selena.“Dengan ini, kalian resmi menjadi suami istri”Matthias tidak menunggu aba-aba untuk mencium Selena. Bibirnya langsung menekan bibir Selena, mendominasi, menegaskan kepemilikannya di depan semua orang yang hadir.Sorakan kecil terdengar dari beberapa tamu, tetapi Matthias tidak peduli. Dia hanya menarik Selena lebih dekat, menyalurkan emosi yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Begitu mereka masuk ke dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Matthias duduk di sampingnya, tangannya tidak pernah lepas dari tubuh Selena—entah menggenggam jemarinya atau sek
Selena menatap dirinya di cermin, jantungnya berdebar tidak karuan.Gaun putih itu terasa begitu indah di tubuhnya, tetapi berat di hatinya. Bukan karena dia tidak ingin pernikahan ini terjadi, tetapi karena semuanya masih terasa seperti mimpi yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pintu ruang rias terbuka, dan Lumia masuk dengan senyum lembut."Sayang..." suara ibunya penuh kasih, tetapi ada sedikit kegelisahan di dalamnya. "Sudah waktunya."Selena menelan ludah, mencoba mengatur emosinya."Kau baik-baik saja?" tanya Lumia, mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari putrinya.Selena menatap tangan mereka yang bertaut, lalu mengangguk pelan. "Aku... aku tidak tahu, Mom."Lumia tersenyum kecil. "Pernikahan tidak pernah mudah, Selena. Tapi yang perlu kau tanyakan pada dirimu sendiri hanyalah satu hal—apakah kau ingin hidup tanpanya?"Selena mengangkat wajahnya, menatap bayangannya sendiri di cermin.Apakah dia bisa h
Kesalahan Dylan adalah tak mengenalkan dunia mereka pada putrinyaKesalahan Lumia adalah tak memberitahu identitasnya pada SelenaDan kesalahan Matthias adalah melecehkannya bahkan mengenalkan Selena pada dunia dengan cara yang keliru.Selena seharusnya tahu sejak awal.Seharusnya dia mengerti bahwa dunia tempatnya hidup bukanlah dunia normal.Dunia mereka gelap. Kotor. Berdarah.Tidak ada keadilan di sini, hanya kekuasaan dan kelangsungan hidup.Tapi Dylan ingin melindunginya.Lumia ingin menjaganya.Dan Matthias... Matthias ingin memilikinya.Selama ini, semua orang mengambil keputusan untuknya. Mereka membungkusnya dalam kebohongan manis, berpikir itu akan membuatnya aman. Tapi justru itu yang membuatnya semakin rapuh.Selena menatap Matthias yang masih memeluknya erat di dapur.Pria itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.Dan pada saat yang sama, satu-satunya tempat dia bisa berpulang."Matthias" gumamnya pelan."Hm?""Aku ingin mati saja..."Matthias membeku.Tubuhnya yang
Brak“Putramu itu gila, Caid!”Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Dylan begitu dia tiba di markas Oletros, tepat diruang berkumpul yang mana Caid sedang duduk di kursinyaCaid terkekeh “Jika tak gila tentu saja bukan putraku” Jawab CaidDylan mengusap wajahnya dengan frustrasi, sementara Caid hanya menatapnya dengan senyum kecil penuh hiburan.“Ini pertama kalinya aku melihatmu kacau, Dylan” Enid mengucapkan dengan santainya sementara Dayn, kembaran Dylan hanya terkekeh“Kau tak tahu saja karena hanya memiliki anak lelaki” Seru DaynEnid mendengus kesal, melirik Dayn dengan tajam. “Kau pikir punya anak lelaki lebih mudah? Tunggu sampai salah satu dari mereka membawa pulang masalah sebesar Matthias.”Dayn terkekeh, menyilangkan tangan di dadanya. “Masalahnya, Matthias tidak sekadar membawa masalah. Dia adalah masalah itu sendiri.”Caid mengangg
Selena tak benar-benar dibiarkan pergi. Nyatanya, saat dia dan Daddynya tiba di bandara, tidak ada satu pun maskapai yang menerima kepergiannya.“Apa maksudnya tidak ada penerbangan?” Dylan menekan telepon di tangannya, berbicara dengan seseorang dari pihak bandara. Wajahnya mengeras. “Kami sudah memesan tiket sejak tadi malam.”“Maaf, Tuan, tetapi semua penerbangan Anda telah dibatalkan.”Dylan meremas gagang ponselnya erat. “Oleh Walton?” Tanya DylanPetugas di ujung telepon terdengar ragu sebelum menjawab. “Kami tidak bisa memberikan informasi itu, Tuan.”Dylan menoleh ke Selena, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi yang tak kalah frustrasi.Matanya langsung menyipit. “Matthias.”Selena menghela napas panjang, menatap papan informasi keberangkatan yang kosong untuk mereka.Tentu saja.Tentu saja Matthias tidak akan membiarkannya pergi semuda
Sebulan kemudian....Monarki kembali berada di bawah kepemimpinan Leonardo, dan kartel Oletros kembali ke puncak kejayaannya. Seolah semuanya telah kembali seperti semula—stabil, terkendali. Namun, ada satu hal yang masih menggantung di udara: pria yang mengincar Selena masih belum ditemukan.Matthias duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan ekspresi yang sulit ditebak. Informasi tentang pria itu terpampang jelas di depannya, tetapi tetap saja, seakan orang itu adalah bayangan yang terus menghilang setiap kali mereka mencoba menangkapnya“Belum ditemukan?” tanya DylanMatthias menggeleng “Jika aku menikahi Selena, apa kau pikir dia akan muncul?”Dylan mengangkat alisnya, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi penuh pertimbangan. “Aku tak pernah mengizinkan kau menikahi putriku”Matthias terkekeh pelan, tetapi tatapannya tetap tajam. “Dan sejak kapan aku membutuhkan izinmu, P
Delusional Perceptive Syndrome.Mata Selena terpaku pada tulisan itu. Diagnosis yang mengubah segalanya."Aku sudah gila?" pikirnya.Matthias duduk di sofa, mengamatinya dalam diam. Ia tidak memaksanya bicara, tidak menuntut jawaban. Ia hanya menunggu Selena melakukan sesuatu.Hening menyelimuti ruangan.Selena akhirnya menarik napas panjang dan menatap padanya “Sejak kapan kau tahu tentang ini?”Matthias menatapnya sebentar sebelum menjawab, “Sejak lama.”Jantung Selena mencelos. “Sejak lama?” ulangnya, suaranya bergetar. “Berapa lama, Matthias?”Pria itu tetap tenang, tetapi ada sedikit keraguan di matanya. “Sejak kita masih kecil.”Selena terkesiap.“Apa?”Matthias mendekat, dia berlutut dibawah Selena, tangannya menyentuh tangan Selena "Ada dua faktor yang membuatmu seperti ini," ujar Matthias pelan, menatap langsung ke dalam mata S
“Dunia ini jauh lebih gelap dari yang kau kira, dan kau berada tepat di tengah-tengahnya, Princess...” Matthias mengusap pipi Selena dengan lembut “Mamaku adalah petinggi CIA dan Mommymu salah satu bagian penting dari FBI”Ucapan Matthias membuat Selena berpikir keras.Selena tahu jika kekeknya adalah perdana mentri terdahulu, tapi fakta jika ibunya adalah bagian dari FBI?Hal itu jauh lebih mengejutkan baginya. Bagaimana mungkin selama ini Selena tak tahu fakta itu?Ia merasa seolah hidupnya yang selama ini ia yakini sebagai sesuatu yang normal, ternyata penuh dengan kebohongan dan rahasia besar. Selena menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berpikir, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.“Apa lagi yang belum aku ketahui?” gumamnya pelan. Diabaikannya tangan Matthias yang mulai meremas pinggangnya cukup keras“Kau ingin tahu lebih banyak?” tanya