Beranda / Fiksi Remaja / Walk On Memories / (83) Kamu Adalah Neraka

Share

(83) Kamu Adalah Neraka

Penulis: Bella
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bella kira setelah ia bersikap seperti orang kaya yang memiliki kekuasaan, hidupnya akan berubah. Akan tetapi Bella salah mengira, hidupnya tidak akan pernah berubah karena jalan hidupnya memang seperti ini.

Malam itu, Dika pergi setelah membuat Bella ketakutan. Ia adalah pemuda yang tidak memiliki tanggung jawab di dalam dirinya. Setelah apa yang sudah Bella lakukan untuk menghiburnya, pemuda itu justru menghidupkan perasaan takut Bella kembali.

Jadi, hingga pagi tiba Bella terbaring meringkuk di bawah selimut sambil menangis. Tubuhnya bergetar hebat, bayang-bayangan saat ia dirundung memenuhi kepalanya. Saat itu, Bella nyaris melukai lengannya kembali. Akan tetapi tangannya berhenti di udara saat suara alarm terdengar nyaring memenuhi isi ruangan.

Saat ini, Bella berjalan di koridor. Tatapannya tertuju pada ujung sepatunya, sikapnya saat ini membuat orang-orang yang berpapasan dengannya mengernyit bingung karena sikap Bella saat ini mengingatkan mereka saat Bella dirundung oleh Dika
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Walk On Memories   (84) Rencana untuk Balas Dendam-1

    Mata Bella menatap langkah kaki Dika yang kian menjauh, tangannya terkepal kuat-kuat. Ia membenci pemuda yang membuatnya hancur berantakkan. Setelah selesai mengerjakan tugasnya menghancurkan hidup Bella, Dika langsung pergi seolah tidak terjadi apa pun.Bella benci pemuda itu. Sangat membencinya.Ia sangat ingin menghancurkan hidup Dika. Ia ingin Dika mengingat itu selamanya, walau Dika berusaha untuk melupakannya, tetapi pemuda itu tidak akan pernah bisa. Hingga ia memilih hidup dengan penuh keputus asaan dan penyesalan di dalam dirinya.Saat itulah, Bella akan merasa puas. Seperti mata yang dibalas dengan mata, gigi dibalas dengan gigi, maka hidup pun harus dibalas dengan hidup.Bella hidup di dalam neraka yang mengerikan, maka Dika pun harus ikut merasakan neraka. Sama sepertinya.Setelah hari itu, Dika berusaha untuk menjauhi Bella. Ketika tidak sengaja berpapasan di koridor, pemuda itu berjalan menjauh.Sebelum pelajaran selesai, Dika sudah berada di luar kelas. Pemuda itu benar

  • Walk On Memories   (85) Kebohongan Palsu

    Dika melihat Bella bersama kerumunan para wartawan, pemuda itu langsung mendekatinya. Langkahnya terhenti ketika Bella terdorong ke belakang dan para wartawan yang melihatnya langsung mengejarnya.Tubuh Dika bergetar hebat, ia takut ketika setiap langkahnya berlari, di situ pula wartawan mengejarnya.Dika bahkan tidak sempat untuk membantu Bella yang masih terjatuh di lantai, Dika begitu takut berhadapan dengan wartawan yang seperti kehausan akan berita.Kakinya tersandung, para wartawan berhasil mengejarnya. Pandangan dika berkunang-kunang, ia nyaris pingsan di tempat. Dika mencoba untuk menahannya, tetapi satu pertanyaan dari wartawan itu berhasil membuat tubuhnya kembali lemas tak berdaya.“Apakah benar putra tertua dari Keluarga Alexander berselingkuh?”Dika tak bisa menahan tubuhnya, ia begitu lemas. Matanya menatap Bella dari kejauhan, gadis itu berjalan mendekatinya dengan langkah terseok-seok, Dika memberi isyarat untuk memutar balik arah langkahnya.Bella tak mendengarkan isy

  • Walk On Memories   (86) Siapa Pelaku Sebenarnya?

    Sesuai perkataannya ketika wartawan mewawancarainya beberapa waktu yang lalu, Bella sudah mengirimkan berita eksklusif yang ia janjikan. Bella tidak menyadari bahwa kali ini langkahnya nampak gegabah, Bella terlalu risau karena Dika akan segera pergi jauh.Ketika berita itu disiarkan di berbagai media, tubuh Bella bergetar menontonnya. Ia takut jika Dika menyadarinya, Bella yakin Dika tidak buta dan bodoh untuk menyadari siapa pelaku di balik ini semua.Selepas itu Bella tertawa, ia terlalu khawatir hingga lupa diri bahwa siapa dirinya. Ia adalah putri dari Wilson, kenapa ia harus takut jika berhadapan dengan keluarga Alexander?Bella menggeleng mentertawakan kebodohannya beberapa saat yang lalu.Ponselnya berdering, nama Dika muncul di layar. Bella membiarkan nada dering itu berhenti sendiri, setelah itu Bella membiarkannya.Bella tidak akan mematikan ponselnya, karena jika nomornya langsung tidak aktif setelah pemuda itu menelpon, maka akan menimbulkan kecurigaan. Jadi Bella sudah m

  • Walk On Memories   (87) Tetap Saja Curiga

    Pagi itu, Dika mendatangi unit apartemen Bella. Ia memencet bel beberapa kali, tetapi gadis itu tidak keluar dari dalam sana. Tangan Dika terkepal kuat-kuat, ia marah saat Bella mengabaikannya kembali.Tangannya mengambil ponsel dari dalam saku celananya, ia menekan nomor gadis itu. Nomornya aktif, tetapi tidak diangkat.Kilatan marah muncul dari matanya, Dika benar-benar yakin jika Bella adalah pelaku di balik ini semua.Tingkah dan sikap anehnya yang ditunjukkan kemarin dan sekarang adalah bukti untuk meyakinkan dirinya bahwa Bella benar-benar pelakunya.Dika tidak bisa berpikir jernih, orang yang paling ia percayai bisa melakukan itu. Bella yang selalu memberikan dukungannya lewat perkataan, tatapannya, sentuhan tangannya, dan senyuman yang menenangkan bisa melakukan hal yang seperti ini.Hati Dika hancur. Ia seketika hilang arah untuk melangkah.Apakah masih ada seseorang yang akan memeluknya ketika ia terjatuh? Apakah akan ada yang mendukung dan membantunya?Dika menghapus sisa-s

  • Walk On Memories   (88) Permainan Emosi

    Bella sudah bersiap, ia menunggu Dika menjemputnya. Sejujurnya ia khawatir, apa yang akan terjadi saat ia bertemu dengan kepala keluarga Alexander.Berhadapan dengan neneknya saja sudah mmebuat tubuh bella bergetar, apalagi bila berhadapan dengan tetua keluarga lain. Jantung Bella berdebar.Bella menatap jam yang ada di ponselnya, Dika sudah telat 10 menit dari janji awal. Ujung tangannya berniat untuk menghubungi pemuda itu, tetapi ia menggeleng. Ia yakin Dika sedang dalam perjalanan, tetapi ia juga berpikir Dika tidak pernah telat seperti ini.Ponselnya berdering, cepat-cepat Bella mengangkatnya. Ia tidak sempat melihat nama si penelpon, jadi ia langsung memanggil namanya, “Dika? Kamu kok lama?”Si penelpon nampak kebingungan, ia berujar, “Dek?”Suara itu membuat Bella langsung mematikan panggilannya. Tubuhnya bergetar, ia tidak bisa mengendalikan reaksi tubuhnya yang ketakutan ketika mendengar suara itu.Pikirannya masih teringat jelas setiap kata per kata yang diucapkan oleh si pe

  • Walk On Memories   (89) Bersekutu

    Dika menekan tombol bel, ia menunggu Bella membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, Dika mendapati Bella tengah tersenyum menyambut kedatangannya.“Udah dateng? Masuk, yuk!” mendengar suara Bella membuat Dika bersemangat, ia mengangguk lalu mengikuti Bella dari belakang.“Kamu mau minum apa?” Bella menawari, Dika menggeleng.“Nanti aja,” jawaban dari Dika membuat Bella mengerucutkan bibirnya, namun ia tetap berjalan ke dapur kecil untuk membuatkan segelas susu cokelat hangat untuk pria muda itu.Begitu terhidang di hadapannya, Dika langsung meneguknya, Bella meliriknya saja. “Katanya nanti aja ….”Dika tertawa saja mendengar gadisnya menyindirnya, “Udah dibuatin, sayang kalau nggak diminum.” Jawab Dika santai.Bella mengangguk, ia ikut tertawa. Begitu Dika meletakkan gelas kosong ke meja, Bella langsung berujar membuka percakapan, “Gimana keadaan nenek? Kondisinya baik-baik aja, ‘kan?”Dika mengangguk, “Nenek udah baik-baik aja, tapi masih harus dirawat di rumah sakit.”Bella menganggu

  • Walk On Memories   (90) Sebuah Alasan

    Bella duduk di luar bersama anggota keluarga Alexander, Bella berusaha untuk menjauhi dan menjaga jarak dari Gabriella. Ia menyembunyikan wajahnya dengan rambut panjangnya.Dika yang sadar akan tingkah Bella yang aneh, menegurnya, “Kamu kenapa, Bella?”Bella menggeleng, “Nggak, aku mau ke belakang bentar, ya.”Saat Dika mengangguk, Bella berjalan cepat menuju toilet terdekat. Dalam hati ia menyesal sudah ikut ke rumah sakit, ia melupakan tentang saudara sepupu Dika, Gabriella.Hatinya begitu cemas, takut bila Gabriella masih mengingat wajahnya. Saat Bella selesai menyuci kedua tangannya, ia membalikkan badannya. Gabriella berdiri di sana.Jantung Bella berdebar, ia sedikit menunduk dan pergi dari sana.“Wajah kamu nggak asing. Kita pernah ketemu sebelumnya?” ujar Gabriella pelan.Bella membalikkan badannya, ia menjawab sesantai mungkin, “Aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya.”Gabriella memandang Bella lamat-lamat, setelah itu ia tertawa. “Kamu adiknya Mark, ya?”Bella membulatkan ma

  • Walk On Memories   (91) Kebebasan

    Bella terdiam untuk sesaat, ia saling bertatapan dengan Mark. “Omong kosong, Mark! Gimana caranya kamu ngelakuin itu?”Mark menjawab langsung tanpa berpikir, “Bareng lo.”Bella semakin dibuat terdiam, “Sebenernya kamu kenapa sih, Mark?”Mark mengalihkan pandangannya, “Gue yang nggak ngerti sama isi pikiran lo! Setiap saat lo nerima tatapan penghinaan dari orang-orang, tapi lo diem aja? Kenapa? Kenapa lo nggak marah?”Bella mengalihkan pandangannya malas, “Aku marah, Mark! Aku marah setiap kali orang bilang kalau aku yatim piatu. Apa yatim piatu itu sebuah kecacatan?”Bella diam, begitu pula Mark, “Aku cuma bisa marah, nangis, terpukul sendiri. Selain itu, apalagi yang harus harus lakukan selain diam dan menerima aja?”Bella menunduk, ujung tangannya menyapu bersih air mata yang mengalir. Selanjutnya, ia menatap Mark sungguh-sungguh, “Jangan buat diri kamu semakin hancur dengan ngelakuin ini, Mark. Kita nggak bisa ngontrol orang lain, tapi yang bisa kita lakukan adalah diam dan membiar

Bab terbaru

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

DMCA.com Protection Status