Beranda / Fiksi Remaja / Walk On Memories / (65) Dika Anak Baik

Share

(65) Dika Anak Baik

Penulis: Bella
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bella menatap langit malam, Mark masih tidur. Elard sudah menyuntikkan obat tidur sesuai dosis, sedang Bella masih tak bisa tidur.

Sudah hampir empat hari Bella di Candina, selama itu Bella hanya tidur enam jam saja. Sejak menginjakkan kaki di Candina, entah mengapa Bella mengalami gangguan tidur.

Bella tidak tahu apa yang terjadi padanya, Bella benar-benar tidak mengeti. Bella tidak merasakan mengantuk sama sekali, tapi paginya Bella sering merasa sakit kepala. Bella tahu ini akibat dari gangguan tidurnya, tapi Bella sudah memaksakan diri untuk tidur tetap saja ia masih terjaga.

“Aku nggak mau bikin orang khawatir, aku harus memaksakan diri untuk tidur yang cukup.”

*****

“Mama ….” Dika memanggil nama Anggun dengan suara bergetar.

Dika masih teringat pada perkataan Anggun beberapa hari yang lalu, Dika merasakan sikap Anggun yang berbeda dari biasanya. Dika sulit untuk mengenalinya, ‘Apakah benar ini mama

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Walk On Memories   (66) Kondisi Bella

    Rahma berlari dari kamar Bella, “Tuan!” wanita ini berteriak memanggil.Elard yang sedang berbincang dengan Mark pun bertanya pada Rahma, “Rahma, apa yang terjadi? Kenapa kamu berteriak?”Rahma menarik napas dalam-dalam, “Dokter, Nona Bella tidak menyaut saat saya panggil. Tidak biasanya Nona seperti ini, saya takut ada sesuatu yang terjadi padanya.”Elard menatap Mark, sedang yang ditatap langsung memanggil berteriak, “Johan, cepat ke sini!”Johan langsung meninggalkan pekerjaaannya dan berlari mendatangi Mark, “Ada masalah apa, Tuan Muda?”“Ikut denganku!” Johan mengangguk.Mark menatap Elard, “Kamu juga, ikutlah denganku, Elard!”“Rahma, bawakan makanan untuk Bella. Cepatlah!”Rahma tergopoh-gopoh berjalan ke dapur. Kursi roda yang mark duduk langsung didorong oleh johan.“Ke kamar Bella, sekarang. Cepatlah, Johan!&rd

  • Walk On Memories   (67) Rencana Elard

    Kara mendatangi kamar Bella, “Permisi, Nona izinkan saya masuk.”Bella berjalan menuju pintu, ia tersenyum tipis melihat Kara berdiri di depan pintu kamarnya. “Dokter Kara, ada apa?”Kara tersenyum hangat, “Selamat malam, Nona bolehkah saya masuk?”Bella mengangguk dan mempersilahkan, “Silahkan, Dokter Kara.”Setelah duduk di kursi kayu, Kara menatap sekitar dan berucap dengan senyuman hangat, “Kamar Anda sangat indah, Nona.”Bella menjawab dengan datar, “Padahal kamarku tidak ada lukisan atau hiasan apapun.”Kara tersenyum, “Saya lebih suka kamar seperti ini, tanpa barang yang aneh-aneh. Wah, sepertinya selera Anda sangat sama dengan saya.”Bella menatap pergelangan tangan kara yang dihiasi oleh gelang berwarna perak. “sepertinya kamu menyukai barang berkilauan ya?”Kara menyadari arah pandangan Bella, ia tersenyum canggung, “

  • Walk On Memories   (68) Berhentilah Berharap

    Bella keluar kamar saat pagi tiba, setelah cukup lama ia bisa tidur dengan nyenyak. Bella tidak tahu apa yang terjadi dengannya, setelah ia meminum susu hangat yang dibawakan oleh Rahma seketika ia menjadi mengantuk dan tertidur dengan nyenyakTentu saja Bella sangat senang, setelah lama ia bisa tertidur dengan nyenyak, bahkan rasa sakit di kepalanya pun berangsur hilang.Saat tiba di meja makan, Bella menatap orang-orang yang ada di meja makan tidak mengerti.“Apa yang kamu lakukan di sini, Elard?” tanya Bella dengan nada sinis.Sebenarnya perkataan itu ia tujukan pada Kara yang ikut duduk di meja makan, Bella hanya tidak enak mengatakannnya langsung dihadapan Mark.Mark menjawab, “Mulai sekarang Elard dan Dokter Kara akan tinggal di sini.”Bella menatap Mark tak suka, “Apa maksudmu? Kara akan tinggal di sini? Siapa yang memberinya izin?”Mark menjawab pelan, “Dokter Kara adalah Dokter yang m

  • Walk On Memories   (69) Jangan Melewati Batasan

    “Dokter Kara … bagaimana menurut Anda tentang Bella?” Elard bertanya setelah mendengar sendiri apa yang Bella katakan pada Mark.“Yang jelas, saya harus membantu Nona Bella seperti saya mmebantu Tuan Muda, Dokter Elard.” Kara menjawab dengan yakin.Elard mengangguk setuju.“Saya setuju, kondisi mental Nona Bella juga tidak baik-baik saja, bahkan menurut pengamatan saya, Nona Bella lebih terluka.”Kara menatap Elard, “Dokter Elard, saya tidak bisa berbicara langsung dengan Nona Bella, saya merasa tidak enak padanya. Saya takut perkataan saya bisa menyinggungnya, apakah Anda bisa membantu saya?”Elard menggaruk kepalanya setelah mengingat perkataan Kara yang memintanya untuk membuat Bella menceritakan isi hatinya, apakah Kara tahu bahwa Elard tidak berani pada Bella?“Nona … apakah Anda ingin mengatakan sesuatu?” ucap Elard saat duduk di taman bersama Bella.Bella

  • Walk On Memories   (70) Putri Cantik Neraka

    “Bella, tolong jangan sekarang. Pergilah,” Mark berucap dengan lemah.Bella menggeleng, “Kenapa? Kalau aku pergi kamu akan menangis, ‘kan?”Mark menyugarkan kepalanya, “Bella, pergilah aku tidak akan menangis, lagipula kenapa aku akan menangis? Aku tidak kesakitan lagi.”Bella memutarkan bola matanya, “Mark, aku mengenalmu. Aku tahu kalau kamu meminta Johan menceritakan keluarganya agar bisa lebih dekat dengan Johan, ‘kan?”“Bella, diamlah ….” Mark berujar pelan.“Dunia ternyata lucu, bagaimana bisa nama Johan, istrinya, dan putranya sama dengan namamu, Paman, dan Bibi? Takdir apa sebenarnya yang diinginkan oleh Tuhan?” Bella menatap Mark.“Mark, aku sudah mengatakan aku tidak akan meninggalkanmu. Jadi aku akan menemanimu untuk menangis malam ini.” Bella berkata dengan pelan.Mark menghela napasnya, “Bella, diamlah aku tidak ak

  • Walk On Memories   (71) Gagal Memahami Orang-Orang Sekitar

    “Johan, apa Nona Bella belum juga keluar kamar?” Elard bertanya pada Johan, matanya menatap pintu kamar Bella sendu.“Tidak, Dokter Nona Bella masih belum keluar dari kamarnya. Tuan Muda mengatakan kalau Nona Bella tidak ingin diganggu dulu.” Johan menjawab pelan, matanya juga menatap pintu kamar Bella sendu.Elard berjalan mendekati kamar Bella, telinganya menangkap suara pecahan. Elard membelalakkan matanya, “Johan, apa kamu mendnegar hal yang sama?”Johan mengangguk, “Iya, Dokter saya mendengar pecahan kaca. Apakah saya harus mengatakannya pada Tuan Muda?”Elard menimbang-nimbang, “Baiklah, kita tetap harus meminta izin pada Tuan Muda. Johan, cepatlah, perasaanku tidak enak, aku merasa ada yang tidak beres dengan Nona Bella.”Johan mengangguk, “Baiklah, saya akan menemui Tuan Muda sekarang.”Johan sudah pergi, Elard masih berdiri di depan kamar Bella. tangannya gemeta

  • Walk On Memories   (72) Mengapa Semua Orang Berbohong

    “Mama … lautnya sangat indah.” Bella berucap ceria.Fiona tersenyum, ujung tangannya membelai rambut Bella sayang, “Iya, sayang … lautnya sangat indah.”Bella menatap Fiona lama, “Mama, apa boleh Bella di sini bersama mama dan papa?”Andreas menanggapi dengan senyuman hangat di bibirnya, “Bella mau begitu?”Bella mengangguk semangat, “Iya, papa Bella sudah pakai gaun yang paling cantik, apa papa tega nggak mau ajak Bella pergi?” gadis ini cemberut.Andreas dan Fiona kompak tertawa, “Baiklah, ayo ikut mama dan papa pergi. Papa akan nunjukin tempat yang paling indah untuk Bella.”Bella bertepuk tangan, “Papa papa papa, apakah di sini ada buku cerita?”Fiona tertawa pelan, tangannya menyentuh puncak kepala Bella, “Tentu saja ada, sayang … semua yang Bella mau ada di sini.”Bella menatap Fiona dengan wajah baha

  • Walk On Memories   (73) Bella Tidak Pernah Bahagia

    “Tuan muda, apa Anda membutuhkan sesuatu?” Mark menggeleng.“Tidak, Johan kamu pulanglah. Nikmatilah hari liburmu.” Johan mengangguk, ia membungkukkan sedikit badannnya dan berlalu meninggalkan Mark.“Huhh,” Mark menghembuskan napasnya.“Sebenarnya, Bella itu kenapa? Kenapa semua orang seolah nyembunyiin ini dari aku?”Mark menatap kakinya, “Apa aku bisa ke kamar Bella sendiri?”“Aku nggak bisa ngambil resiko sebesar itu, tapi aku bisa apa? Kalau pun terjadi sesuatu dengan Bella, itu semua kesalahanku.”Mark mengepalkan tangannya. ia membaringkan tubuhnya, matanya menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang sulit digambarkan.Kara mengetuk kamar Mark, “Tuan Muda, saya membawakan obat untuk Anda.”“Masuklah, Dokter Kara.” Mark berucap pelan.“Anda minum ini dulu, setelah itu Anda bisa istirahat, Tuan.” Mark men

Bab terbaru

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

DMCA.com Protection Status