Share

(55) Lelah

Penulis: Bella
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu selalu nyakitin aku, Dika. Cukup jelas alasan aku buat pergi,”

Dika menatap Bella tajam, “Kenapa lo nggak pernah nurut?”

“Kenapa aku harus nurutin kamu terus? Kamu selalu nyakitin aku, kamu mukul badan aku terus-terusan. Itu sakit, Dika sakit!”

Dika tertawa, bibirnya tersungging senyuman, “Itu karena lo nggak pernah nurut sama omongan gue, kalau lo nurut gua nggak akan mukul lo, Bella!”

Bella menunduk, ia menatap mata Dika. Menyelami apakah pemuda di hadapannya ini tengah berbohong?

“Apa aku harus percaya sama omongan kamu barusan?”

Dika terbahak, “Terserah, gue nggak butuh rasa percaya dari lo. Kalau lo nurut sama omongan gue, tubuh lo nggak akan ngerasa sakit!”

“Kamu pasti bohong, nggak mungkin kamu nggak nyakitin aku, Dika ….”

Dika tertawa terbahak-bahak, tangannya memegangi perutnya. Aku menatapnya kesal.

“Ngerti ju

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Walk On Memories   (56) Pingsan

    Begitu tiba di ruang kesehatan, Alfa langsung meletakkan Bella di atas ranjang. Dokter dan dua perawat yang bertugas pun langsung mendekati Alfa.“Apa yang terjadi?” tanya Dokter itu.Alfa menjawab dengan suara bergetar, wajahnya nampak jelas jika Alfa sedang khawatir. “Bella pingsan dan tangannya sepertinya terluka. Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya.”“Baiklah, saya akan memeriksanya. Tolong tunggu di luar, ya.” Alfa menurut dan keluar dari ruang kesehatan.Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu Dokter itu keluar, hati Alfa lebih was-was. Dalam hati Alfa berucap, “Gue yakin ini pasti ada hubungannya sama Dika. Gue tau segila apa cowok itu, gue yakin banget Dika yang udah bikin Bella sekarat.”Alfa terdiam setelah menyadari mengapa ia sangat mengkhawatirkan Bella. Perasaan khawatir seperti ini tidak pernah ada sebelumnya, Alfa yakin ini hanya perasaan segan saja karena mengetahu

  • Walk On Memories   (57) Lelah pada Semuanya

    Setelah dokter mengatakan bahwa Bella butuh istirahat, Bella mmeutuskan untuk tidak keluar rumah selama mungkin. Terhitung hari ini Bella di rumah saja sudah satu minggu.Bella tidak melakukan apapun, ia hanya terbaring sambil bermain ponsel saja. Atau sesekali ia menandatangani berkas yang Stefene kirimkan padanya.Setelah itu, tidak ada aktivitas apapun yang membuat tubuhnya lelah.Bella menatap ponselnya lama, ia menghembuskan napasnya. Selama ini pula, Bella berusaha mencari keberadaan Mark, tapi ia tidak mendapatkan apapun.“Mark ke mana ….”Pesan singkat yang berisi permohonan maaf karena gagal menemukan keberadaan Mark membuat Bella kembali menghembuskan napas. “Ck, Mark ke mana, sih?”“Apa aku harus mencarinya sendiri?”Baru saja Bella ingin bersiap, pintu Apartemennya berbunyi. Bella segera mendatangi dan mendapati tetua Wilson berdiri di sana bersama Stefene.“Silahkan

  • Walk On Memories   (58) Percaya Nggak?

    Bella sudah membuka matanya, darah segar yang ada di hidungnya sudah dubersihkan semua. Bella duduk, ia menyenderkan punggungnya dengan mata yang terpejam.Dika yang tengah duduk di luar berdiri, pemuda ini berniat untuk memeriksa keadaan Bella. begitu ia masuk ke dalam ruangan, melihat Bella yang sedang menyender dengan mata terpejam, Dika segera mendekatinya dan berkata, “Lo udah sadar?”Bella membuka matanya, ia memandang Dika tanpa ekspresi di wajah.“Lo punya masalah apa? Kenapa lo lakuin ini?” ujar Dika, keningnya mengerut penasaran.Bella menggeleng, “Kamu ngomong apa?”Dika memijat pangkal keningnya, “Sejak kapan lo pakai ganja? Dan dari mana lo bisa dapat barang kotor itu?”Bella menunduk, ia memilin tangannya.“Jangan diem aja, karena lo gue harus nutupi kesalahan lo, Bella. Apa yang akan terjadi kalo kepala sekolah tau, hah?”Bella mendongak, “Aku nggak mi

  • Walk On Memories   (59) Siapa yang harus Dika Pilih?

    Sial, apa yang sudah Dika katakan pada gadis yatim itu. Dika sangat malu sekarang, perutnya terasa seperti sangkar kupu-kupu yang membuat geli oleh kepakan sayap. Sebelum gadis itu menjawab perkataanya, Dika segera beranjak pergi.Ia berjanji untuk tidak akan menampakkan wajah pada gadis itu selamanya! Ingat selamanya! Dika benar-benar kehilangan wajah untuk menampakkan diri pada Bella.“Gue ngomong apaan, sial!”Sedang dengan Bella yang tidak mendengar perkataan Dika tadi hanya menggaruk kepalanya, ia berkata di dalam hati, “Dia kenapa? Tadi baik sekarang kayak orang gila.”Bella mencoba untuk tidak peduli dan melanjutkan langkah kakinya. Pandangannya masih menatap pergelangan tangannya yang disentuh oleh Dika beberapa saat yang lalu, tiba-tiba saja jantungnya berdetak tak teratur.“Aku kenapa …?”“Kenapa hangatnya sentuhan Dika masih bisa aku rasain? Kenapa aku pengen liat wajahnya sekarang?

  • Walk On Memories   (60) Candina

    Baru saja Bella tiba di Apartemennya, Stefene sudah berada di sana berdiri di depan pintu. Menyadari itu, Bella bertanya, “Stefene apa yang kamu lakukan di sini? Apa Nenek yang memerintahkanmu?”Stefene mengangguk pelan, “Betul, Nona Nyonya Besar meminta saya untuk membawa Anda ke rumah utama. Silahkan nona bersiap-siap dulu.”Bella mengernyitkan dahinya tidak mengerti, “Ada apa? Mengapa nenek memintaku untuk ke rumah utama? Apa yang terjadi? Apa sesuatu terjadi pada Mark, Stefene?”Stefene hanya menjawab, “Nona akan mengetahui itu jika datang ke rumah utama.”Bella mengangguk mengerti, “Baiklah, aku akan bersiap-siap dulu.”Stefene mengangguk, “Baik, nona.”Tak membutuhkan waktu yang lama, Bella sudah siap. Ia tidak membuthkan riasan wajah apapun, ia hanya mengambil Blazer putih dan langsung memakainya.“Ayo, Stefene kita pergi sekarang.”&ldqu

  • Walk On Memories   (61) Kondisi Mark Sebenarnya

    Setelah mengetahui kondisi Mark, Bella tak tahan untuk tidak menangis.“Mark, mengapa kamu menekan perasaanmu selama ini? Kalau kamu memang bersedih, katakan padaku, Mark aku akan selalu bersamamu. Jangan bersedih sendirian, kamu punya aku, Mark ….” Bella berucap dengan suara serak.“Mark, aku tahu rasanya sendiri. Aku tahu rasnaya nggak punya siapa-siapa buat cerita, tapi Mark, aku nggak mau kalau kamu ngerasain juga apa yang aku rasain. Mark … sampai sekarang hati aku belum baik-baik aja setelah mama dan papa pergi. Hati aku masih sakit, Mark ….” Bella menjatuhkan kepalanya pada ranjang, ia menangis sambil memegangi ujung tangan Mark.“Mark … kamu benar, jadi anak yatim piatu itu nggak enak. Tapi Mark … siapa yang bisa milih takdir seseorang? Kalau pun ada, aku rela bayar berapa pun asal kakek, mama, papa, paman, dan bibi hidup lagi. Aku rela miskin selamanya asal mereka hidup lagi, tapi kita ngg

  • Walk On Memories   (62) Disangka Memberontak

    Bella sedang mengumpulkan beberapa pekerja di Mansion ini, termasuk Johan dan Ketua Pelayan. Setelah semuanya berkumpul, Bella mengatakan, “Dengar semuanya, aku Bella salah satu putri dari Klan Wilson. Di sini aku ingin semua orang bekerja sama denganku. Tolong jangan katakan apapun pada nenekku jika masih ingin bekerja di Mansion ini. Tutup mulut kalian jika ada yang bertanya apapun tentang kakakku dan aku di sini. Aku bertanggung jawab penuh jika nenekku marah pada semua pekerja di sini. Kalian mengerti apa yang kukatakan?”Johan yang pertama menjawab, “Nona, apa maksud Anda mengatakan ini?”Bella menatap Johan tajam, “Kenapa? Apa kamu tidak akan menuruti perintah dari Putri Klan Wilson?”Masih dengan wajah tegas, Johan kembali bertanya, “Bukan seperti itu, Nona tapi saya dan semua pekerja di sini harus mengetahui yang sebenarnya. Saya sudah terikat sumpah pada Nyonya Besar untuk tidak berkhianat pada Klan Wilson. Apa

  • Walk On Memories   (63) Saya tidak Berani Membantah

    Bella duduk di taman, ia sedang termenung memandangi langit biru. Jari tengah dan telunjuknya sedang mengapit batang tembakau. Dengan mata terpejam, ia mengisap batang itu, “Hahhh,” ujarnya setelah itu.“Sumpah, aku pusing banget.”Bella dapat merasakan ada cairan yang keluar dari hidungnya, ujung tangannya dengan sigap menekan cuping hidungnya. Ia berbicara pelan, “Kenapa aku jadi mimisan kalau pakai barang-barang kayak gini. Padahal setelah pakai gini, pikiranku agak tenang.”Bella segera mematikan batang tembakau itu, “Aku lemah banget.”Bella berdiri, ia membuang bekas batang tembakau yang ia isap ke dalam kotak sampah. Baru saja ingin mmebalikan badan, elard datang mengejutkannnya.“Apa yang Anda lakukan, Nona?”Bella memasang wajah datar, “Kenapa? Apa aku harus melaporkan apa yang kulakukan padamu, Elard?”Jawaban yang tak mengenakkan hati dari Bella bukan s

Bab terbaru

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

DMCA.com Protection Status