Dika berdiri di jembatan tua yang jarang dilalui oleh para pengendara seraya matanya memandangi langit biru yang luas. Air matanya dengan malu-malu menetes diujung matanya. Isakkan pelan keluar dari bibi sexy-nya. Pikirannya sedang kalut bagai air sungai yang keruh.
Dika menjambak rambutnya kuat-kuat berharap hatinya yang kusut segera membaik. Berharap perasaan sedih yang menghampiri hatinya segera terbang bebas di udara. Berharap rahasia yang keluarganya simpan dengan rapat tak tersebar di seluruh penjuru kota. Berharap hari ini hanyalah bagian dari bunga tidurnya saja.
Kenyataan kembali menamparnya kuat-kuat, bahwa rahasia itu sudah tersebar. Bahwa hari ini adalah nyata, bukan bunga tidur yang Dika harapkan.
“Mama ….” Dika berucap dengan lirih diiringi isakkan tangisnya yang sendu.
Dika tak pernah tahu wajah mamanya yang melahirkannya namun wanita itu telah tiada, telah kembali pada sang kuasa.
Lagi-lagi ucapan pelan kembali pa
Alfa memandangi wajah kemarahan orang tuanya. Alfa mendekat berniat untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.“Astaga, bagaimana W’s Corporate memutuskan ini sepihak? Astaga, ini bisa membuat kerugian yang besar!” ucap Papa Alfa sambil memijit keningnya.“Dan, bagaimana mungkin Do Eat & Café Resto menolak daging dari kita! Ini benar-benar bencana!”Terlihat jelas jika pria dewasa yang biasa Alfa sebut sebagai papa sedang dilanda kepeningan. Alfa berjalan menjauh, Alfa tak ingin lebih merusak suasana hati papanya dengan hadir di sana. Biarlah Aurel yang menenangkan suasana yang tengah kacau.Alfa duduk di kursi depan komputernya, Alfa sadar sepenuhnya apa yang tengah dialami keluarganya. Mendengar Do Eat & Café Resto membuat pusat pikirannya tertuju pada Bella. Namun yang tak Alfa pahami, mengapa W’s Corporate terlibat? Apa hubungannya Do Eat & Café Resto dan W’s corporate? Tidak &h
Bella dan Mark menoleh ke pintu utama, tetua dari Keluarga Wilson terlihat di sana. Mark menundukkan kepalanya begitu pun dengan Bella. Ruang kamar menjadi hening begitu tetua Wilson berada di sana dibantu dengan tongkat putih yang menunjang wanita tua itu berdiri.“Apa yang kalian bicarakan?” Bella diam, tangannya langsung menggenggap jemari Mark erat.“Tidak ada, Nenek,” Bella menjawab dengan suara pelan.Tetua dari wilson menghela napasnya, “Dengar, Mark! Seperti yang kamu tahu dengan tradisi kita, nenek akan mengirimmu ke luar selama 2 tahun.”Mata Mark membulat dengan sempurna, “Nenek ….”“Kenapa, nenek? Kenapa nenek ngelakuin itu? Kenapa nenek biarin Mark keluar dari rumah ini. Nenek, kondisi Mark tidak memungkinkan, siapa yang bakal jaga Mark, nenek?”Tak ada jawaban dari mulut wanita tua dari keluarga Wilson, Bella menghembuskan napas beratnya.“Nenek &he
Bella terlalu lelah, berusaha sabar pada keadaan, lagi-lagi ia dibuat kecewa. Perasaannya yang jatuh pada pesona Dika pun turut membuatnya kecewa. Bella pikir Dika yang bersikap baik padanya beberapa saat yang lalu akan bertahan lama, namun nyatanya tidak. Hari ini, Bella kembali mendapatkan perlakuan bak hewan di hutan.Bella kecewa pada ekspektasinya pada Dika, pemuda itu mengecewakannya.Bella menatap ujung sepatunya, ia berusaha tuli dan buta agar tak mendengar dan melihat Alfa dan Dika yang tengah beradu otot.Cairan bening masih mengalir di wajahnya, Bella menghapus cairan itu dengan kasar dan segera meninggalkan Dika dan Alfa yang sedang beradu otot.Belum jauh langkah kakinya, tangannya ditarik keras oleh Dika. Pemuda itu menarik rambutnya dengan kasar dan membawanya menaiki mobil dengan paksaan yang harus Bella turuti. Dika mengendarai mobil dengan cepat bak orang kesetanan. Bella berteriak ketakutan, gadis ini berulang kali berteriak untuk memperlambat la
Bella menatap sekitar dengan perasaan was-was, ia memejamkan matanya sejenak membuat air matanya kembali merembes keluar. Wajahnya terlihat acak-acakkan, dadanya naik turun, tangannya beralih mengambil ponsel yang selalu ia sembunyikan."Aku harus ngelakuin sesuatu ...." Bisiknya pada dirinya sendiri.Bella menatap jendela, ia menghampiri jendela tersebut dan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Perasaannya mulai tenang, tangannya mulai memainkan ponsel itu.Bella menekan nomor ponsel Stefene, ia harus menceritakan segalanya pada pria itu sebelum semuanya terlambat. Bella pikir, ia bisa mengurus segalanya, namun karena kejadian hari ini, Bella sadar ia tidak bisa mengurisnya seorang diri. Ia butuh pertolongan.Bella ingin menceritakan segalanya pada Mark, tetapi keberadaan Mark tidak Bella ketahui. Nenek mengasingkan Mark secara diam-diam hingga Bella tidak bisa mendeteksi keberadaan kakaknya.Bella ingin berharap pada nenek, namun itu tidak bisa ia lakukan. Nene
“Kamu selalu nyakitin aku, Dika. Cukup jelas alasan aku buat pergi,”Dika menatap Bella tajam, “Kenapa lo nggak pernah nurut?”“Kenapa aku harus nurutin kamu terus? Kamu selalu nyakitin aku, kamu mukul badan aku terus-terusan. Itu sakit, Dika sakit!”Dika tertawa, bibirnya tersungging senyuman, “Itu karena lo nggak pernah nurut sama omongan gue, kalau lo nurut gua nggak akan mukul lo, Bella!”Bella menunduk, ia menatap mata Dika. Menyelami apakah pemuda di hadapannya ini tengah berbohong?“Apa aku harus percaya sama omongan kamu barusan?”Dika terbahak, “Terserah, gue nggak butuh rasa percaya dari lo. Kalau lo nurut sama omongan gue, tubuh lo nggak akan ngerasa sakit!”“Kamu pasti bohong, nggak mungkin kamu nggak nyakitin aku, Dika ….”Dika tertawa terbahak-bahak, tangannya memegangi perutnya. Aku menatapnya kesal.“Ngerti ju
Begitu tiba di ruang kesehatan, Alfa langsung meletakkan Bella di atas ranjang. Dokter dan dua perawat yang bertugas pun langsung mendekati Alfa.“Apa yang terjadi?” tanya Dokter itu.Alfa menjawab dengan suara bergetar, wajahnya nampak jelas jika Alfa sedang khawatir. “Bella pingsan dan tangannya sepertinya terluka. Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya.”“Baiklah, saya akan memeriksanya. Tolong tunggu di luar, ya.” Alfa menurut dan keluar dari ruang kesehatan.Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu Dokter itu keluar, hati Alfa lebih was-was. Dalam hati Alfa berucap, “Gue yakin ini pasti ada hubungannya sama Dika. Gue tau segila apa cowok itu, gue yakin banget Dika yang udah bikin Bella sekarat.”Alfa terdiam setelah menyadari mengapa ia sangat mengkhawatirkan Bella. Perasaan khawatir seperti ini tidak pernah ada sebelumnya, Alfa yakin ini hanya perasaan segan saja karena mengetahu
Setelah dokter mengatakan bahwa Bella butuh istirahat, Bella mmeutuskan untuk tidak keluar rumah selama mungkin. Terhitung hari ini Bella di rumah saja sudah satu minggu.Bella tidak melakukan apapun, ia hanya terbaring sambil bermain ponsel saja. Atau sesekali ia menandatangani berkas yang Stefene kirimkan padanya.Setelah itu, tidak ada aktivitas apapun yang membuat tubuhnya lelah.Bella menatap ponselnya lama, ia menghembuskan napasnya. Selama ini pula, Bella berusaha mencari keberadaan Mark, tapi ia tidak mendapatkan apapun.“Mark ke mana ….”Pesan singkat yang berisi permohonan maaf karena gagal menemukan keberadaan Mark membuat Bella kembali menghembuskan napas. “Ck, Mark ke mana, sih?”“Apa aku harus mencarinya sendiri?”Baru saja Bella ingin bersiap, pintu Apartemennya berbunyi. Bella segera mendatangi dan mendapati tetua Wilson berdiri di sana bersama Stefene.“Silahkan
Bella sudah membuka matanya, darah segar yang ada di hidungnya sudah dubersihkan semua. Bella duduk, ia menyenderkan punggungnya dengan mata yang terpejam.Dika yang tengah duduk di luar berdiri, pemuda ini berniat untuk memeriksa keadaan Bella. begitu ia masuk ke dalam ruangan, melihat Bella yang sedang menyender dengan mata terpejam, Dika segera mendekatinya dan berkata, “Lo udah sadar?”Bella membuka matanya, ia memandang Dika tanpa ekspresi di wajah.“Lo punya masalah apa? Kenapa lo lakuin ini?” ujar Dika, keningnya mengerut penasaran.Bella menggeleng, “Kamu ngomong apa?”Dika memijat pangkal keningnya, “Sejak kapan lo pakai ganja? Dan dari mana lo bisa dapat barang kotor itu?”Bella menunduk, ia memilin tangannya.“Jangan diem aja, karena lo gue harus nutupi kesalahan lo, Bella. Apa yang akan terjadi kalo kepala sekolah tau, hah?”Bella mendongak, “Aku nggak mi
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia