Sesuai dengan janjinya, Nanda terus menggendong Eesha hingga tiba di jalanan di dekat rumah Eesha.
Begitu melihat bangunan rumahnya yang sudah tidak jauh lagi, Eesha meminta Nanda untuk menurunkannya.
“Turunkan aku.”
Nanda menuruti permintaan Eesha dan segera berjongkok dan membiarkan Eesha turun dari punggungnya. Untuk sesaat, Nanda merasakan tubuhnya menjadi lebih ringan dari pada biasanya. “Apakah kita sudah sampai?”
Eesha memberi tahu Nanda dengan menunjuk ke arah bangunan rumahnya yang serba putih. “Rumah dengan cat putih di sana, itulah rumahku.”
Nanda melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Eesha. “Serba putih? Kenapa? Tidakkah kamu khawatir warna putih akan mudah kotor?”
Eesha menggelengkan kepalanya. “Tidak. Rumah Kiran di tempat tinggalku dulu juga berwarna serba putih. Hanya bagian atapnya saja yang tidak. Aku meminta ibuku mengecat rumah ini s
Tiga hari kemudian. . . Trika, sahabat Eesha akhirnya diperbolehkan pulang. Setelah mengantarkan Trika bersama keluarganya pulang ke rumah, Eesha menyempatkan diri untuk mampir ke café tempat biasanya Nanda bernyanyi.Selama tiga hari ini, Eesha selalu menyempatkan diri untuk mampir ke café tempat Nanda bekerja namun selalu gagal untuk bertemu dengan Nanda. Dan hari ini begitu tiba di café, Eesha melihat Nanda sedang duduk santai di café sembari memakan es krim rasa strawberry.Eesha masuk ke dalam café dan langsung menepuk bahu Nanda untuk mengejutkan pria itu. “Kamu dari mana saja?”Nanda terkejut dan nyaris menjatuhkan satu suapan besar es krim yang hampir masuk ke dalam mulutnya. Nanda menatap bingung ke arah Eesha. “Aku??”Eesha menganggukkan kepalanya. “Ya, Kamu. Kalau bukan kamu siapa lagi. Selain kamu, aku tidak mengenal siapapun di caf&eac
“Bukankah kamu berjanji akan pulang, Kiran? Bukankah kamu berjanji akan bermain lagi bersamaku, Kiran? Dua puluh tahun aku menunggumu, Kiran. Dua puluh tahun juga, aku mengharapkanmu pulang.”Nanda terus bernyanyi tidak mempedulikan suara Eesha.Tidak berani berharap bisa bersamamu.Hanya bisa menyembunyikan cintaku darimu.Bahkan jika air mata jatuh menjadi hujan.Bahkan jika kata – kata sedingin es.Jika kekasih tidak bisa saling melupakan, kita akan saling mengenang di dalam hati.Eesha masih terus mengeluarkan semua kata – kata yang dipendamnya di dalam hatinya selama ini.“Kiran, kamu selalu menepati janjimu padaku. Kenapa kali ini kamu tidak menepatinya? Kamu jahat, Kiran. Kamu benar – benar jahat, Kiran.”Lebih baik melihatmu dari jauh, tidak berani berharap bisa bersamamu.&nbs
Begitu melihat Bundanya jatuh tertidur karena obat penenang, Eesha menarik lengan Amartya dan keluar dari ruangan tempatnya Bundanya sedang tertidur.“Kenapa kamu menarikku?” Amartya mengernyitkan alisnya melihat lengannya yang sedang ditarik oleh Eesha.“Antar aku pulang sekarang juga, aku harus memeriksa kebenaran dari ucapan Bunda padaku.” Eesha melepaskan genggamannya di lengan Amartya.“Siapa yang kamu ajak kemari hingga Bibi berhalusinasi dan mengatakan bahwa Kiran masih hidup?” Amartya bertanya dengan wajah penuh rasa penasaran.“Aku akan mengatakannya nanti jika aku sudah benar – benar memastikan bahwa ucapan Bunda itu salah. . .”Amartya dan Eesha kemudian berpamitan kepada Eila, Ibu Eesha dan segera bergegas berangkat menuju ke rumah Eesha. Amartya dengan sengaja meminta Ravindra tetap berada di rumah sakit untuk berjaga – jaga jika Ishya bangun dari
Satu persatu kejadian yang baru saja terjadi antara Eesha dan Nanda kini berputar kembali dalam pikiran Eesha. “Apakah sebanding Kiran dengan semua tragedy yang terjadi sebelum ini dan yang mungkin akan terjadi setelah ini? Dua korban sudah jatuh karena pencarianmu ini. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti alasan dari pembunuhan ini, tapi banyak orang menduga lagu itu adalah penyebabnya. Penantianmu terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan, apakah itu sebanding?” Eesha mengingat lagi pertanyaan Nanda kepada dirinya mengenai penantiannya terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan. Perlahan air mata mengalir di wajah Eesha sama seperti hujan yang jatuh membasahi jendela kaca taksi tempat Eesha berada sekarang. Penantian itu sebanding, Kiran. Kenangan kejadiannya bersama terus mengalir dalam pikiran Eesha. “Mungkin kamu benar. Tapi, setidaknya ada satu orang yang tidak menyur
Dengan mobilnya, Nanda dan Eesha akhirnya sampai di depan rumah sakit tempat Bunda Eesha dirawat. Nanda turun lebih dulu dari mobilnya dan bergegas menuju ke pintu di mana Eesha akan turun dari mobil. Sebelum Eesha membuka pintu, lebih dulu Nanda telah membukakan pintu untuk Eesha.Mobil tipe jib milik Nanda ukurannya lebih tinggi dibandingkan mobil – mobil lainnya dan mobil yang biasa Amartya miliki. Sepatu yang dalam keadaan basah oleh hujan membuat Eesha yang hendak turun dari mobil Nanda sedikit tergelincir dan nyaris membuat Eesha jatuh. Melihat Eesha yang hampir terjatuh, Nanda dengan cepat menangkap tubuh Eesha ke dalam pelukannya dan Eesha secara tidak sengaja menarik kepala Nanda karena berusaha menemukan pegangan.“Kamu baik – baik saja?” tanya Nanda yang membantu Eesha berdiri tegap menemukan keseimbangannya.Eesha menganggukkan kepalanya. “Aku baik – baik saja. . . maaf.” Eesha melirik kepal
Ravindra segera bergegas menuju lokasi tempat Tuannya berada ketika selesai mengantarkan Eila pulang ke rumahnya dengan selamat seperti permintaan Eesha padanya. Untuk pertama kalinya, Ravindra dibuat terkejut oleh kelakuan Tuannya ketika mendapat telepon sesaat setelah sampai di depan rumah Eesha.Setelah berpamitan dengan sedikit tergesa – gesa kepada Eila, Ravindramasuk ke dalam mobil dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah bar di kota.Meski dengan wajah yang sedikit heran dan tidak percaya, Ravindra yang baru saja turun dari mobil tetap melangkah masuk berusaha menjemput Tuannya, Amartya. Benar saja seperti yang diucapkan oleh pelayan Bar dalam panggilannya tadi, Tuannya, Amartya saat ini sedang duduk dalam keadaan mabuk di salah satu meja di bar tersebut.Melihat Tuannya dalam keadaan mabuk untuk pertama kalinya, Ravindra segera berlari menghampiri Tuannya dan berusaha untuk berbicara kepada Tuannya memastikan tingka
JANUARI, 1988 Ishya yang baru saja keluar dari kelasnya, ditarik oleh sahabatnya, Rieta. Tanpa bertanya dan tanpa meminta izin darinya, Rieta terus menarik Ishya dan memaksanya berlari bersama dengan dirinya. Berlari terus keluar gerbang sekolah hingga melewati beberapa blok bangunan di samping bangunan sekolahnya. Setelah beberapa menit berlari tanpa persiapan dan mengatur nafasnya, Ishya yang nyaris kehabisan nafasnya melihat Rieta menghentikan langkah larinya dan berhenti di depan sebuah cafe kecil yang lokasinya tidak jauh dari bangunan sekolah. Dengan wajah tersenyum, Rieta kemudian melepaskan genggaman tangannya pada tangan Ishya dan memandang ke arah penyanyi yang sedang bernyayi di panggung kecil cafe. Dengan gitarnya dan suara yang merdu, membuat Ishya dalam sekejap terpesona sama seperti yang Rieta rasakan. Dalam diam, Ishya dan Rieta seakan terhipnotis dan hanya b
“Itulah yang Bunda pikirkan saat itu. Siapa yang tidak terkejut, ketika sahabatku Rieta yang pergi ke luar kota untuk kuliah pulang dan mengatakan bahwa Varron telah tewas dalam kecelakaan dua bulan sebelum waktu yang dijanjikan Varron pada kedua orang tua Bunda. Mendengar kabar itu, Bunda syok dan sempat jatuh sakit selama sebulan lamanya. Alsaki yang sangat mencintai Bunda bahkan memanggil banyak dokter dari luar kota hanya untuk menyembuhkan penyakit Bunda. Alsaki terus berada di samping Bunda dan berusaha untuk menghibur Bunda yang telah kehilangan keinginan untuk hidup.” “Apakah setelah itu Bunda akhirnya menikah dengan Ayah Kiran?” tanya Eesha yang merasakan kesedihan Bundanya dari raut wajah Bundanya. Ishya menganggukkan kepalanya dan memberikan jawaban untuk pertanyaan Eesha. “Sebulan setelah Bunda sembuh dari sakit Bunda, keluarga Bunda meminta Bunda untuk menerima lamaran Alsaki. Saat itu. Bunda sudah kehabisan akal untuk menolak permintaan kelu
Eesha dan Rajendra yang mendengarkan ucapan Nanda berharap hati Ravindra dapat tersentuh dan menghentikan niatnya untuk membunuh Nanda. Namun ucapan Nanda sepertinya tidak menyentuh hati Ravindra seperti harapan Eesha dan Rajendra. “Kau berbohong padaku, Kiran!” Ravindra meraih pisau miliknya yang sempat terlempar dan langsung mengarahkannya ke leher Nanda. “Kau bohong!”“Aaaaaaaaaaa” teriak Eesha melihat pisau yang mengarah ke leher Kiran dan perlahan melukai leher Kiran. Dalam waktu singkat, cairan berwarna merah kemudian mengalir dari leher Kiran dan membuat Eesha semakin histeris ketakutan. “Ravindra, stop!”“Berhenti Ravindra!” Rajendra yang tadinya sudah menurunkan pistol miliknya kemudian mengarahkan pistol miliknya kembali ke arah Ravindra dan menarik pengaman pada pistol miliknya. Rajendra kini sudah bersiap menarik pelatuk pistolnya dan bersiap
Dengan tubuh yang masih dalam keadaan lemah karena obat bius dari Ravindra, Eesha mencoba bangkit dari kursi rodanya dan menjauh dari Nanda dan Ravindra – sesuai dengan perintah Rajendra. Dengan susah payah, Eesha akhirnya bisa berjalan menjauh. Sementara di sisi lain, Nanda dan Ravindra masih terus memukul satu sama lain dan berpindah-pindah tempat dengan sehingga membuat Rajendra yang ingin menjatuhkan Ravindra berulang kali merasa ragu karena takut adalah Nanda. “Paman, jangan menembak!” Eesha berteriak kepada Rajendra sembari berlari ke arah Rajendr
“Jadi semua yang kamu lakukan, semua pembunuhan itu karena Amartya?” tanya Rajendra tidak percaya. “Apa hubungan Amartya dengan pembunuhan-pembunuhan yang kamu lakukan? Kenapa Amartya, anak yang polos itu kamu jadikan alasan untuk pembunuhanmu itu?” Ravindra tersenyum sembari mendorong kursi roda di mana Eesha masih tidak sadarkan diri dan membawanya duduk di dekatnya. “Karena Tuanku itu terlalu polos, Tuanku hanya melihat Eesha seorang saja. Meski tahu Eesha hanya akan menunggu Kiran kembali, Tuanku masih setia untuk berada di sisi Eesha – sama seperti yang aku lakukan untuk ayah angkatku. Dan wanita-wanita yang jadi korbanku itu adalah wanita yang tidak tahu malu dan berusaha untuk membuat Tuanku berpaling. Aku benci dengan penganggu seperti mereka.”Rajendra menganga mendengar penjelasan di balik alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Ravindra.“Kau benar-benar tidak bisa dipercaya. Alasa
"Di mana Eesha?" teriak Rajendra.“Paman benar-benar tidak sabaran sekali,” balas Ravindra. “Tidakkah Paman tidak melihat pertemuan mengharukan antara aku dan Kiran?”Rajendra terkejut mendengar ucapan Ravindra. Dia seperti orang yang berbeda. Ravindra yang selama ini saya kenal sebagai asisten Amartya adalah orang yang diam, penurut dan tidak banyak bicara. Tapi Ravindra yang sekarang berdiri di hadapanku terasa seperti orang yang b
“Sandera??” Rajendra yang terkejut mendengar penjelasan Nanda, nyaris saja membuat dirinya bersama dengan Nanda celaka. Tanpa sadar, Rajendra menginjak pedal rem dan membuat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba.“Apa yang Paman lakukan?” teriak Nanda yang terkejut dan nyaris saja membenturkan kepalanya ke dashbor mobil milik Rajendra. Nanda langsung menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat bagian belakang mobil. Nanda langsung menghela napas lega, begitu menyadari jika di belakang mobil milik Rajendra tidak ada kendaraan lain. “Syukurlah di belakang jalanan sedang sepi, kalau tidak kita bi-““Ya, aku tahu. Tindakan tadi bisa menyebabkan kecelakaan beruntun karena tiba-tiba menginjak pedal rem dan membuat mobil berhenti tanpa aba-aba.” Rajendra mengusap keringat dingin di keningnya sembari menginjak pedal gas mobilnya lagi. Mobil melaju lagi dengan sedikit perlahan. “Maaf
Percakapan penting antara dirinya dan Nanda kemudian terhenti ketika Rajendra bersama dengan Nanda tiba di sebuah gudang di pinggiran kota. Gudang yang terbengkalai dan berkesan telah terabaikan selama beberapa tahun menjadi lokasi yang pas dan ideal bagi pembunuh yang terkenal dengan nama Hujan Merah.Bersama dengan Nanda, Rajendra kemudian merilis tempat yang ada di gudang itu. Rajendra bahkan memeriksa bagian luar gudang itu, untuk menemukan kemungkinan ada tempat lain yang tidak terlihat yang bisa menjadi tempat persembunyian hujan merah yang tersembunyi Eesha.
“Apa Paman tidak percaya padaku?” tanya Nanda yang tidak lain adalah Kiran.Rajendra menggelengkan kepalanya dengan ragu. “Jika kamu membicarakan hal ini kepada orang lain, mungkin orang lain tidak akan percaya pada ucapanmu, Nanda. Ah tidak, haruskah aku memanggilmu dengan nama Kiran sekarang?”“Untuk saat ini, tolong panggil dengan nama Nanda saja, Paman. Akan lebih baik jika beberapa orang tidak mengetahui identitasku yang sebenarnya.”“Kenapa?” tanya Rajendra tidak percaya untuk kedua kalinya. “Setelah dua puluh tahun lamanya menghilang, harusnya kamu kembali ke rumah Eila dan Eesha. Setelah dua puluh tahun lamanya terpisah, harusnya kamu kembali ke tempat di mana keluargamu menunggu. Kenapa kamu justru berada di sini dan menyembunyikan identitasmu dari orang-orang yang menunggu kepulanganmu selama dua puluh tahun lamanya?”Nanda menundukk
Setelah melakukan pencarian selama dua jam lamanya dan tidak menemukan hasil, Rajendra terpaksa mengambil keputusan untuk memberitahukan kabar buruk ini kepada keluarga Eesha: Ishya, Eila dan Amartya. Dalam perjalanan menuju ke rumah Ishya dan Eila, Rajendra kemudian melewati cafe di mana Nanda sedang bekerja. Rajendra yang tahu hubungan yang dimiliki Eesha dan Nanda, kemudian menghentikan mobilnya dan berniat untuk memberitahukan kabar buruk yang menimpa Eesha kepada Nanda lebih dulu.“Nanda. . .” Rajendra langsung menyapa Nanda ketika masuk ke cafe di mana Nanda bekerja.“Ah, Pak Rajendra.” Nanda membalas sapaan Rajendra. “Apa yang membawa Bapak datang kemari?”“Bisakah aku minta waktumu sebentar, Nanda?” Rajendra berbicara dengan nada suara yang sedikit bergetar.“Tentu. Tentu saja. Mari kemari.”Nanda kemudian mena
“Dia tidak ingin mengakui bahwa dirinya adalah Kiran. Kiran menyembunyikan identitasnya dan bertindak seolah tidak mengenaliku, Paman.”“Kenapa begitu? Kamu tidak bertanya pada Kiran kenapa dia melakukan hal itu? Selama dua puluh tahun ini, ke mana saja Kiran? Kenapa tidak pulang ke rumah dan menemui ibunya?”“Aku tidak bisa bertanya padanya, Paman. Aku tahu dengan baik sifat Kiran. Ketika dia tidak ingin bilang maka dia tidak akan bilang. Kiran adalah anak yang seperti itu, Paman. Aku menduga hal ini ada hubungannya dengan Hujan Merah yang muncul setelah dua puluh tahun lamanya menghilang.”“Katakan pada Paman, di mana Kiran sekarang! Biar Paman yang bertanya langsung pada Kiran. Paman adalah detektif di kepolisian, Paman akan menjamin nyawa Kiran, jika sesuatu yang buruk bisa saja menimpa dirinya. . .”Eesha menggelengkan kepalanya dengan sedikit ragu.