Sebuah ruangan putih yang membentang luas di mana aku berdiri sekarang, ruangan yang tidak tahu ujungnya dan semua yang terlihat hanyalah warna putih.
Aku sekarang berdiri di mana. Aku sendiri tidak tahu tempat apa ini, yang aku tahu berlari meninggalkan A Wawan dan Indah. Lalu secara tidak sadar aku sudah ada di tempat ini.
Tak lama kulihat ada seseorang yang sedang berdiri dari kejauhan, dia berdiri sembari melihatku pada saat itu. Aku awalnya ragu untuk mendekat, namun aku berusaha memberanikan diri dan berjalan secara perlahan mendekati orang itu.
Semakin dekat pandanganku makin jelas, terlihat seseorang yang terlihat sangat tua dengan jengot panjang dan rambut yang sudah memutih, terlihat juga tubuhnya yang kurus kering di makan usia, dan juga Pakaian panjang berwarna putih yang sekilas menyatu dengan ruangan tempatku berdiri.
Dia kemudian tersenyum, tangannya seakan melambai memanggilku untuk mendekatinya.
Pikiranku seakan-akan mengingat
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia Warung Tengah Malam dan tembus di 27K pembaca. jangan lupa untuk tetap kasih review dan vote supaya saya tetap semangat untuk menulis dan jangan lupa baca karya saya selanjutnya KUTUKAN LELUHUR yang tidak kalah seramnya dengan Warung Tengah Malam Terima kasih
Malam sangat sunyi di depan warung saat itu, hanya ada jalan yang sepi tidak ada lalu lalang kendaraan sama sekali, di seberangnya hanya ada kebun milik warga tanpa diterangi oleh cahaya sedikitpun sehingga hanya lampu dari warung lah yang menerangi malam itu. Terlihat seseorang yang sedang duduk di dalam mobil di seberang warung dengan badan yang gemetaran, dia seperti ketakutan dan tidak berani keluar dari mobil tersebut. Hatinya sangat ingin segera pergi dari warung itu, namun apa daya. Ada seseorang yang harus dia tunggu tapi hingga sekarang belum juga datang. Sesekali dia melihat warung itu dengan perlahan dari dalam mobil, mencoba mencari tahu siapa yang datang ke warung pada saat itu. Terlihat wanita duduk menghadap warung sehingga hanya terlihat punggung nya dengan rambut panjang yang hampir menyentuh lantai. Dengan baju putih yang lusuh dan rambut panjang yang kusut terlihat beberapa daun kering yang menempel di rambutnya semakin membuatnya yakin bahwa wanit
Malam yang gelap menyelimuti Kampung Sepuh malam itu, hanya cahaya rembulan yang selalu menemani heningnya malam di sebuah kampung kecil tersebut. Juga cahaya dari obor menerangi setiap sudut rumah di Kampung Sepuh berjajar dengan rapi mencoba menyinari Kampung Sepuh ketika malam yang hening seperti biasanya. Tidak ada warga yang berani menampakan dirinya di luar rumah ketika malam. Yang terdengar hanya suara-suara hewan malam yang saling bersahutan membuat sebuah irama yang terdengar ke setiap rumah di kampung itu. Wusssh wuuush wuussh suara angin yang menerpa pohon-pohon besar, juga terdengar suara burung hantu di malam itu Kuk.. Kuk.. Kuk.. Kuk Terlihat beberapa orang terpaksa berada di luar rumah di malam itu karena suatu keharusan, ada suatu masalah yang harus mereka selesaikan. Sehingga mereka merelakan meninggalkan istri dan anaknya berada di rumah pada malam itu. Untuk membantu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi Kampung Sepuh di malam itu.
“Pak Wawan sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Dari semenjak pulang dari sini, dia tidak sadar lagi. Dari pihak Rumah Sakit sudah menyerah untuk menyelamatkan Pak Wawan, Jang, ” Kata Pak Sopir sembari menundukan kepala nya. Tentu saja Pak Sopir terlihat begitu berat menerima kenyataan atas meninggalnya A Wawan, Pak Sopir sudah lama bekerja dan menemani A Wawan ke sana ke mari. Mereka pasti sudah sangat dekat. A Wawan seseorang yang mempunyai kepribadian yang sangat baik kepada warga Kampung Sepuh, yang menjadi panutan bagi mereka kini sudah tiada. Selama ini dia menyembunyikan sesuatu yang sangat dilarang dilakukan oleh para warga Gunung Sepuh. Karena mereka sudah mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal yang di larang tersebut, akan ada hal buruk yang terjadi pada akhirnya, seperti yang terjadi pada A Wawan ini. “Apakah para warga sudah tahu Jang, tentang apa yang Pak Wawan kerjakan? ” kata Pak Sopir itu kepadaku. “Aku bel
Iman, adalah anak tertua dari Mang Rusdi. Seseorang warga yang tinggal di Kampung Sepuh, Mang Rusdi tinggal di salah satu sudut kampung yang berbatasan dengan pesawahan, sehingga setiap warga yang berangkat ke sawah pasti melewati rumah Mang Rusdi. Pekerjaan sehari-hari Mang Rusdi adalah beternak, di belakang rumahnya terdapat beberapa kandang ayam, bebek, kambing hingga sapi pun ada. Dia membeli hewan ternak tersebut selepas Iman bekerja menjadi buruh pabrik di Kota, yang setiap bulan Iman kirimkan untuk orang tuanya. Iman jauh lebih muda dariku, namun dia mencoba nekad merantau ke kota karena dia tidak mempunyai uang untuk meneruskan sekolahnya. Setelah itu akhirnya jerih payahnya terbayarkan. Iman diterima bekerja sebagai buruh pabrik yang tak lain pemiliknya adalah A Wawan. Namun sudah hampir 3 bulan ini Iman jarang pulang, dan sekarang aku tahu kenapa. Dia tidak ingin memberitahukan kebenaran tentang A Wawan, terutama kepada orang tuanya. Sehingga dia me
“Tidak bisa seenaknya kita menutup pintu masuk ke Gunung Sepuh Mang,” kata Aki Karma menjawab pertakaan Mang Rusdi. “Tapi Ki. Apakah Aki tidak lihat, semakin hari semakin banyak orang yang di sesatkan oleh para makhluk gunung di sana. Apakah kita akan menutup mata atas kejadian-kejadian tersebut hingga saat ini Ki? ” Mang Rusdi terlihat kekeh dengan keinginannya menutup pintu masuk ke Kampung Sepuh. "Tenang Mang, tenang dulu." Beberapa warga mencoba menenangkan Mang Rusdi pada saat itu. Dia terlihat begitu emosi kali ini. Setelah mendengar cerita dibalik kesuksesan A Wawan yang selama ini yang dikenal baik olehnya, sampai anaknya yang bekerja dengannya malah akan dijadikan tumbal. Kecewa dan juga terpukul hati Mang Rusdi, hingga dia menahan kepalan tangannya dengan begitu kuat seperti kalau ada A Wawan di depan mungkin sudah di layangkan beberapa pukulan padanya. “Sesat, itu gunung Sesat. Dari zaman kita dulu gunun
“Awas awas, bawa ke rumah Ujang buat beristirahat!” Semua tampak panik seketika, Aki Karma memerintahkan ke semua warga untuk membawaku ke rumah pada saat itu. Pertemuan yang diadakan secara terpaksa harus dihentikan sementara. Karena melihatku yang muntah darah pada saat itu. Dengan dibantu beberapa orang, aku dibawa ke rumah untuk beristirahat. Terlihat Ibu tampak panik melihat aku dibantu beberapa orang kearahnya, sehingga ibu seketika berlari menghampiriku untuk menanyakan apa yang terjadi kepadaku pada saat itu. “Kenapa si Ujang?” tanya Ibu ke Aki karma “Gak tahu, tiba-tiba dia muntah-muntah,” Katanya sembari membawaku ke dalam rumah. “Aduh Ujang kenapa lagi kamu teh?” Seketika Ibu menyuruh para warga untuk membawaku ke dalam rumah dan langsung mengistirahatkan ku di dalam kamar. Dia kemudian berlari ke arah dapur untuk mengambil air dan handuk panas. Kemudian dia masuk ke dalam kamar dan
Setiap Kampung-Kampung kecil yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, biasanya dipisahkan oleh perbatasan berupa hutan kecil, sungai hingga pesawahan yang membentang membelah Kampung tersebut menjadi dua. Sehingga apabila kita akan berangkat menuju Kampung lain dari Kampung Sepuh ada jalan alternatif selain menyusuri jalan utama untuk ke Kampung tersebut, yaitu dengan menyusuri area pesawahan yang letaknya tepat berada di sebelah Kampung. Namun jalan tersebut tidak bisa dilalui oleh kendaraan, jalan tersebut hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki dengan menyurusi pesawahan warga dan melewati beberapa sungai dengan jembatan yang terbuat dari kayu untuk bisa Kampung sebelah yaitu Kampung Parigi. Pada zaman dahulu jalan tersebut sangat ramai dipakai oleh beberapa warga Kampung yang akan mengunjungi Kampung Parigi, karena dengan jalan tersebut bisa mempersingkat waktu untuk sampai daripada harus berjalan melewati jalan utama. Apalagi dulu masih jarang
“Terus Mang Darman gimana setelah tahu ada mayat di sungai itu?” Kata Ibuku kepada Mang Darman yang sedang ada di depan warung. “Ya saya gak tahu bu, saya aja panik langsung lari setelah melihat hal itu. Mana kehujanan, jalan lumpur semua, buru-buru balik ke saung bawa barang dagangan yang lumayan berat, ampe beberapa kali mau jatuh ke sawah Bu. ” “Mana hari sudah sore kan, nanti kalau telat pulang kan berabe. Nanti di terror ama mahkluk yang menyeramkan di jalan gimana?” kata Mang Darman sembari menyeruput kopinya. Srrrrruupppt Mang Darman kembali bercerita, setelah melihat mayat yang dibuang di sungai tersebut. Besok paginya dia sengaja memberitahu tetangga di sekitar rumahnya untuk mengecek keberadaan mayat itu. Bahkan dia menyuruh tetangganya yang lain untuk memberitahukan ke warga Kampung Parigi (Kampung sebelah) bahwa Mang Darman menemukan mayat di sungai yang menjadi pembatas dua desa tersebut. Maka Mang Darma
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men