Tekanan yang dikeluarkan Kala begitu kuat, daun-daun dari semak-semak yang berada di sekitar lapangan itu berhamburan seketika. Juga para makhluk besar yang menyembunyikan dirinya diantara gelapnya pepohonan hutan, mundur beberapa langkah sehingga membuat dirinya sepenuhnya menghilang.
Monyet-monyet kecil yang dari tadi mengelilingi Sima dan monyet besar itu seketika menyingkir dan menjauh ketika Kala turun dan memusnahkan monyet besar itu dengan tangannya sendiri.
Meskipun begitu, wajahnya masih tersenyum kepadaku dan Sima yang energinya tampak sudah habis terkuras pada malam itu. Aku tidak menyangka bahwa Sima akan melepaskan dendamnya hingga tubuhnya terluka seperti ini.
“Sekali lagi.”
Tiba-tiba Kala kembali berbicara k
Saya coba upload dua bab lagi hari ini. tetap support untuk vote dan komen agar saya masih semangat ya dan minta doanya agar saya bisa kembali produktif lagi untuk upload bab-bab terbaru karena masih belum sembuh sepenuhnya :( terima kasih
Sima terhempas ke atas seketika, ketika Kala Menghentakan kakinya dengan sangat kuat. Aura yang dia keluarkan juga tiba-tiba berubah, Dia mengeluarkan sifat aslinya dengan tatapanya yang tajam ke arah Sima.“GUSTI AWAAAAS!!”Keempat makhluk yang ada di atas dahan pohon serentak berteriak kepadaku karena dahan-dahan pohon yang berjatuhan akibat tertabrak oleh Sima yang melayang ke atas sana. Dengan secepat kilat mereka tiba-tiba urun dan mencoba menjauhkanku dari dahan-dahan pohon yang berhamburan ke segala arah.“KAMU BODOH SIMA, KALAU KAMU IKUT DENGAN KU, KAMU TIDAK PERLU MENGIKUTI MANUSIA-MANUSIA BODOH YANG UMURNYA TIDAK PANJANG SEPERTI KITA. ”“MEREKA SEMUA HANYA BERUMUR PALING LAMA 80 TAHUN, DAN PADA ZAMAN INI SANGAT JARANG MANUSIA YANG BISA HIDUP RATUSAN TAHUN. ”Sima yang diterbangkan ke atas, mencoba menahan dahan-dahan pohon yang mengenainya dengan tongkat yang dia bawa. Meskipun dia tidak yakin bahwa dia
Kala berteriak dengan sekuat tenaga, karena seseorang yang tidak dia anggap selama ini. Mampu menghalangi atas apa yang akan dia lakukan kepada Sima. Aku tidak memperdulikan Kala yang berteriak kepadaku dengan nada yang sangat marah, seketika aku berbalik dan melihat pohon besar yang menancap ke tanah itu. Di sana, aku melihat Sima yang sedang kesakitan karena menahan pohon itu dengan kedua tangannya. Aku dengan sigap berlari dan mendekati Sima, entah apa yang aku pikirkan pada saat itu. Dengan tubuhku sendiri, aku mencoba mengangkat pohon besar itu dengan kedua tanganku, meskipun aku rasa itu adalah hal yang sangat tidak mungkin untuk dilakukan oleh manusia. Tapi entah mengapa aku merasa yakin bahwa aku bisa mengangkat pohon besar itu untuk membantu Sima. “Bertahanlah Sima, aku akan mencoba membantumu menyingkir
Semua makhluk dengan berbagai rupa seketika muncul ketika Kala berteriak dengan sangat keras. mereka memenuhi dahan-dahan pohon, dan berdiri di sela-sela pepohonan yang gelap di belakang Kala. Aura yang dikeluarkan oleh semua makhluk yang berkumpul itu, terasa sangat menusuk kulitku, apalagi aura tersebut menekanku dari segala arah. Aku sungguh kaget melihat banyaknya mata dengan berbagai ukuran mengelilingiku pada saat itu. Saking banyaknya, hingga sinar bulan pun tertutup dan tidak bisa lagi menembus tanah lapang yang sedang aku pijak ini. Wushhh Tiba-tiba sekujur tubuhku terasa dingin, meskipun ini malam di atas pegunungan, tapi dingin ini terasa begitu mencekam. Belum lagi secara perlahan-lahan mereka memunculkan dirinya satu persatu, di belakang sebuah pohon besar dibel
Getaran yang sangat kuat atas apa yang kala lakukan, tiba-tiba menghantamku dan menerbangkan ku dengan para makhluk yang ada di sekitarku pada waktu itu. Sepertinya Kala kembali serius atas apa yang dia lakukan saat ini. Meskipun wajahnya terkadang tersenyum seolah-olah sedang mengujiku, namun aku tahu bahwa apa yang dia lakukan bisa membuatku terbunuh seketika di Gunung Sepuh ini. “Coba tahan kalau kamu bisa! Benda dari dunia mu ini yang bisa saja membunuhmu Jang, kita para makhluk biasanya akan memanipulasi suatu benda agar bisa melayang dan mencelakai mu. ” Dahan-dahan pohon itu seketika patah, berkumpul dan mengelilingi Kala.
Sebuah perasaan yang aneh kini muncul di dalam diriku, perasaan sedih, emosi bahkan perasaan lainnya bercampur menjadi satu di dalam diriku. Entah apa yang kurasakan pada tubuhku saat ini. Yang pasti, ketika aku tadi terjatuh, Aku tidak merasakan sakit sama sekali. Dan tubuhku, secara tiba-tiba tidak terluka sedikitpun. Tidak seperti beberapa waktu yang lalu, ketika aku bertemu dengan beberapa makhluk di Gunung Sepuh dan berakhir dengan tubuhku yang penuh luka. Bahkan beberapa kali pula, tubuhku pingsan dan tak sadarkan diri ketika bertemu mereka. Namun sekarang berbeda, meskipun banyak makhluk dengan berbagai bentuk dan rupa yang menyeramkan yang berada di sekitarku saat ini. Tubuhku tidak merasakan guncangan apapun, seperti sudah mulai terbiasa dengan apa yang terjadi saat ini. Kepercayaan diriku kini mulai tum
Sesosok makhluk yang berwujud kakek tua berbaju putih panjang dengan tangan yang diletakan di belakang kini berdiri tepat di sampingku, seperti layaknya seseorang yang sangat bijak dan mempunyai ilmu yang sangat tinggi dalam kehidupannya. Sosok yang selama ini selalu datang dan membantuku ketika aku terpuruk, kini datang kembali untuk membantuku di saat-saat yang genting seperti ini. “Ki…. Ma… Mandala? ” Kataku dengan nada yang sangat pelan. Tubuhku sudah tidak bisa digerakkan, rasa sakit yang kurasakan sangat terasa. Sepertinya, ada beberapa tulang yang patah, meskipun aku masih dalam keadaan sadar. Namun aku hanya bisa menggerakan kepalaku dengan perlahan, memastikan bahwa sosok yang hadir kali ini, akan membantuku. Mandala secara
Ki Mandala yang melihatku terpejam dan tak sadarkan diri, kini berdiri dan melayang secara perlahan ke arah Kala yang sedang berdiri dengan Asri Manik yang ada di sebelahnya. Semua makhluk yang menyaksikan Ki Mandala yang melayang hanya bisa terdiam dan tidak melakukan suatu tindakan apapun meskipun di dekatnya ada makhluk yang dari tadi bertarung satu sama lain. “Apabila kamu masih tetap ingin memaksakan kehendakmu, Kala.” “Untuk ikut melenyapkan nyawa si Ujang malam ini.” “Maka datanglah kepadaku, maka aku akan bertarung denganmu sekali lagi seperti apa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu ketika kamu datang ke tempat ini pertama kalinya. ” Kala yang mendengar Ki Mandala berbicara seperti itu hanya terdiam. Dia lalu melihat salah satu makhluk yang berdiri di
Hah hah hah Aku tiba-tiba terbangun dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhku. Kepala bagian belakang terasa panas, seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan. Aku mencoba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan atas apa yang terjadi semalam, Aku melihat badanku ketika aku sedang terbangun, Badan yang kemarin malam penuh luka dengan rasa sakit yang aku rasakan. Namun nyatanya, badanku bisa digerakan dengan normal, dan aku tidak melihat tidak ada tanda-tanda bahwa aku terluka. Aku kembali melihat sekeliling kamar yang tampak kosong pada siang itu, hanya angin berhembus dari jendela kamar menggerakan tirai jendela merah tua yang sudah lama dipasang. Aku lalu
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men