Keilmuan, sebuah ilmu yang tidak bisa dipelajari oleh semua manusia di dunia ini, ilmu yang tidak dipelajari di Sekolahan hingga Universitas. Namun banyak orang-orang pintar dan bergelar, rela berbondong-bondong datang kepada seseorang yang memiliki keilmuan itu.
Karena, mereka bisa memecahkan masalah yang tidak bisa mereka pecahkan hanya dengan jabatan, kepintaran dan uang yang mereka miliki. Tak jarang keilmuan ini di pakai untuk orang-orang yang bertanggung jawab, untuk melancarkan semua usahanya. Bahkan dipakai untuk menyingkirkan lawan mainnya.
Keilmuan ini tidaklah jahat. Namun, manusialah yang mengkategorikan itu dengan keilmuan putih dan hitam. Mencelakai manusia yang tidak mengerti keilmuan ini, ataupun mereka hanya membantu dengan ikhlas kepada para manusia yang datang kep
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM ya Mohon maaf kali ini Bab nya aga panjang, karena ada beberapa point penting yang sayang sekali apabila di pecah menjadi dua bab. Meskipun sebenarnya sama aja sih, mau dibuat satu bab atau dua bab juga. hehe Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
GRRRRRRRRRRRR ROAR Sima seketika tampak marah, tuannya yang dia jaga tiba-tiba di cekik oleh makhluk suruhan dari Ki Ba’a yang tak lain adalah pamannya sendiri. seketika keluar asap tipis berwarna putih yang muncul dari tubuhnya, dengan tatapan tajam yang tertuju ke arah rumah. Namun, Duag “Cicing maneh Sima, edek jigah kumaha oge, ieu lain urusan maneh! (Diam kamu Sima, mau seperti apapun juga, ini bukan urusanmu! )” Sebuah tangan besar terlihat memegang Sima dan mengangkatnya ke atas. Dia mencoba menahan Sima yang sedang emosi itu, untuk tetap diam. Karena apa yang Ki Ba’a lakukan, tidak ada hubunganya sama sekali dengan Sima.
Suara gaduh dari warung tampaknya tidak mempengaruhi kesunyian dari Gunung Sepuh ketika malam tiba, para mahluk gunung mungkin tidak memperdulikan aku yang sedang susah payah melawan para mahluk yang dikeluarkan oleh Ki Ba’a pada malam itu.Namun mereka lebih tertarik kepada dua orang manusia yang kini sedang berlari ketakutan. karena mereka baru mengetahui, bahwa Gunung Sepuh ketika malam. berbeda dengan gunung-gunung yang sering mereka daki pada umumnya.Hah hah hah“Gunung apaan ini Cha, kita dari tadi berputar-putar terus. Gimana caranya kita bisa keluar dari gunung ini? " Kata Budi yang tampaknya masih terengah-engah sambil menyender ke sebuah pohon besar“Tenda sudah kita tinggalkan, bersama tas kita. Baru kali ini bertemu
“VITO?” Budi dan Icha serentak berteriak, ketika melihat Vito yang kini berada di dekatnya. “Ko, ko lu disini Vit? ” Kata Icha yang masih shock karena tiba-tiba melihat Vito yang mendekati mereka, setelah semalaman di hantui oleh para makhluk yang menampakan dirinya di depan mereka berdua. Vito tampak bingung atas apa yang Icha bicarakan. Apalagi Icha dan Budi kini kondisinya sedang tidak karuan, jaket yang dipakai seadanya. Tidak membawa tas, rambut acak-acakan. Bahkan, sepatunya sendiri tidak di tali secara benar. “Perasaan gue dari tadi nungguin elu di sekitaran sini deh Cha.” “Noh, lu bisa lihat di pohon itu. Itu ada tali rafia yang gue iket sewaktu tadi pagi naik sendirian kesini. ” “Nah gue tadi udah nyoba ke atas,
Malam semakin larut, namun kali ini tidak ada rasa sepi yang menyelimuti Kampung Sepuh. Yang ada hanyalah suara-suara gaduh yang terdengar hingga seisi kampung. Namun entah mengapa, seperti tidak ada yang berani keluar rumah untuk melihat kegaduhan yang terjadi di dekat warung, padahal baru beberapa waktu tadi, terdengar banyak teriakan-teriakan yang terdengar hingga ke seluruh kampung. Hah, hah, hah, Aku berdiri di depan warung, dengan nafas yang terengah-engah. Badanku kini penuh luka lebam, namun tubuh ini seperti tidak memperdulikan kondisiku yang pada saat itu sangat kesakitan, karena beberapa kali aku mendekati Ki Ba’a namun beberapa kali pula aku terpental kebelakang. Aki Ba’a hanya terdiam sambil beberapa kali bertepuk tangan, seperti mengejekku dan men
Waktu kini sudah melewati tengah malam, namun kegaduhan di depan warung masih belum mereda. Udara dingin yang muncul dari Gunung Sepuh tampaknya tidak terasa lagi olehku, Karena tertutup oleh perasaan marah dan emosi yang masih saja meluap-luap dalam tubuhku ini. Urat-urat di sekitar tangan terlihat, kepalan tangan yang terkepal dari tadi masih belum bisa aku kontrol sepenuhnya. Tinggal satu tangan lagi yang masih mengepal dan bergerak sesuka hatinya, sedangkan seluruh tubuh dan kakiku sudah bisa aku kontrol sepenuhnya, karena kelelahan yang sangat terasa yang membebani tubuhku pada malam itu. Tengkorak-tengkorak yang menahan kakiku kini telah menjauh dariku, setelah aku tendang dengan sekuat tenaga hingga seluruh badannya tercerai berai kemana
Entah sudah jam berapa sekarang, namun gelapnya malam masih terasa di hutan Gunung Sepuh yang menyeramkan ini. Sinar bulan purnama terlihat lebih redup dari sebelumnya, sehingga tidak bisa menyinari hutan di Gunung Sepuh yang gelap gulita ini. Biasanya, ketika malam tiba, Gunung Sepuh ramai dengan suara-suara hewan malam yang saling bersahutan untuk saling berkomunikasi ataupun sedang berburu untuk mencari makanan di sekitar hutan. Namun kali ini, tampaknya terjadi sesuatu yang mengerikan di Gunung Sepuh, yang mengakibatkan seluruh hewan-hewan di Gunung Sepuh tampak berhenti mengeluarkan suara khas nya pada malam itu. Mereka lebih memilih untuk berdiam diri di dalam sarang mereka, seperti sedang menyelamatkan diri dan bersembunyi dari sesuatu.
U u u u a a a a a a a Kesunyian yang ada di Gunung Sepuh mendadak menjadi sangat gaduh. Karena ada satu manusia yang dengan santainya menghilangkan nyawa orang lain di depan mereka, yaitu Vito yang sedang menumbalkan jiwa untuk para makhluk Gunung Sepuh. Mereka semua tertawa, bahkan sampai bertepuk tangan dengan meriah. Meskipun yang muncul di depan Vito hanyalah sesosok makhluk berbentuk monyet besar berwarna putih dengan mulutnya yang bertaring dan matanya yang melotot. Namun di belakangnya ternyata banyak makhluk yang diam-diam memperhatikan atas apa yang dilakukan Vito pada malam itu. Salah satu hal yang membuatnya menjadi lebih kejam daripada makhluk yang tinggal di Gunung Sepuh dengan seg
Di antara semua warga Kampung Sepuh yang tinggal pada saat itu, ada beberapa orang yang suka sekali menjelajahi Gunung Sepuh dan gunung-gunung di sekitarnya untuk mencari madu untuk menghidupi keluarganya yang tinggal di Kampung Sepuh.Madu-madu hutan yang bisa mereka ambil dari pepohonan yang tinggi atau tebing-tebing di sekitaran gunung, untuk mereka olah sedemikian rupa sehingga dikemas menjadi botol-botol kecil, dan mereka jual ke Kota dengan harga yang tinggi.Madu-madu yang berada di Jawa Barat bagian selatan memang sudah terkenal, seperti layaknya madu-madu yang dijual di wilayahi Banten. Karena memprosesnya sama, bukan madu dari hasil peternakan, namun secara alami di hasilkan oleh hutan.Mang Dadang dan Mang Uha, dua orang warga dari Kampung Sepuh yang sering kali mencari madu di hutan. Kedua orang ya
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men