WANITA KEDUA 40 BOleh: Kenong Auliya Zhafira Yula tanpa sadar ikut meneteskan air mata dengan cepat dan mensejajarkan tubuhnya. Ia bahkan bisa merasakan sakit yang kini dirasakan oleh sahabatnya. "Kamu harus kuat, Athifa. Kendalikan hatimu, ini di tempat umum. Takut mengundang keramaian. Sudah cukup kemarin kamu menerima hinaan karena hubunganmu. Sekarang bukan saatnya kamu merasakan hal seperti ini. Bangun ...," bisik wanita yang berusaha menenangkan Athifa dan memapahnya berdiri. Athifa pun dengan cepat menghapus kedua pipinya yang basah menggunakan punggung tangan. Ucapan Yula membuat dirinya kembali menemukan setengah kesadarannya. Sementara pria yang tidak tega melihat reaksi Athifa hanya bisa menangis di dalam hati. Sedangkan Serena justru merasa tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Meskipun pria itu masih suami sahnya, tetapi ia tidak ingin terlibat terlalu dalam dan memberi pembelaan apa pun. "Mungkin lebih baik diam dan memperhatikan. Meski kejadiannya sudah be
WANITA KEDUA 41 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Cinta mungkin memang tidak hanya memberi tawa bahagia. Bisa saja ada luka paling perih yang tersembunyi di dalamnya. Apalagi jika semesta tidak memberikan restu dalam sebuah jalinan. Tentunya kenyataan itu akan banyak menggoreskan luka di setiap sudut hati. Bahkan, kepercayaan untuk cinta bisa menghilang dalam sekejap. Wanita yang tidak beruntung pada kisah asmaranya sendiri menatap sahabatnya kedua kali. Ia tidak yakin jika hatinya mampu terbuka lagi setelah tusukan belati bersarang di sana. "Apa menurutmu masih ada pria yang mau melihatku, La? Jika ada pun, mungkin aku sendiri yang sudah tidak ingin percaya. Meski memang ini sudah menjadi skenario yang harus aku perankan, tapi aku ingin lebih membentengi diri sendiri agar tidak mudah terluka lagi karena cinta yang kumiliki," ujar Athifa yang masih merasa tidak berdaya melawan asanya binasa dalam hitungan detik. "Kamu kenapa bicara seperti itu? Tentang hidup, mati, jodoh, dan reze
WANITA KEDUA 41 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Serena terus melihat punggung pria yang begitu ia cintai sejak awal hingga menghilang dari pintu restoran. Entah kenapa hanya dirinya yang sangat antusias menjadi istri seorang Aksa Gautama. Meskipun sekarang mengetahui di hati prianya tidak ada tempat untuknya, ia tetap tidak bisa melepas pernikahannya. Ya, ia masih berharap suatu saat nanti Aksa mau menerima setengah hatinya. "Meski kamu selalu menganggap pernikahan kita sebagai perjanjian dari orang tua, aku akan pastikan isi perjanjian itu berisi kebahagiaan. Aku percaya apa yang dilakukan orang tua kita bukanlah hal sia-sia. Tapi, mungkin saat ini belum waktunya untuk kita bisa saling menerima dan bahagia," gumamnya dalam hati, lalu kembali pada kesibukan restoran. Sementara pria yang ingin meringankan beban pikirannya terus menyusuri jalanan hingga sampai di depan Swalayan Melati. Meskipun sebelumnya sudah meminta kekuatan pada sang pemilik takdir melalui tiga rakaatnya, tetap
WANITA KEDUA 42 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengetahui seseorang yang cukup memiliki tempat di hati masih merasa terluka karena diri sendiri pasti membuat pikiran tidak tenang. Apalagi jika berhasil lebih dulu berdamai dan menerima takdir sang penguasa alam. Bukan tidak ingin menjalani hidup sesuai kenyataan, hanya saja perasaan bersalah terlalu kuat bersarang dalam dada. Oleh karena itu, rasanya tidak adil jika melanjutkan langkah bersama cengkeraman ingatan akan seseorang yang mungkin lukanya belum sembuh atau justru malah bertambah parah. Aksa mencoba menarik napasnya begitu dalam dan mengembuskan pelan. Ia juga memberanikan diri menatap pria yang menurutnya sudah lulus menjalani ujian hidupnya. Sedangkan dirinya masih tahap berusaha untuk memulai. "Kamu lebih baik pikirkan lagi apa yang sudah kalian lewati saat bisa bertahan dalam pernikahan sampai sejauh ini. Meskipun katamu berawal dari perjanjian, mungkin tanpa sadar kamu juga merasa bertanggung jawab karena menjaga Se
WANITA KEDUA 42 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Aksa bergeming. Ia seolah kehilangan kata untuk menjawab pertanyaan yang jawabannya terlalu sulit untuknya. "Maaf ... aku tidak bisa jawab, Rena. Kalau sudah selesai, lebih baik kita pulang," ajak pria yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, lalu keluar restoran lebih dulu untuk mengambil roda dua. Keduanya pun meninggalkan restoran dalam keadaan aman dan terkunci. Namun, berbeda dengan sikap Aksa dan Serena yang saling diam selama perjalanan pulang. Bahkan, hal itu membuat mereka tidak menyadari jika sudah sampai di rumah. Serena langsung memasuki rumah dan menuju kamar untuk membersihkan diri. Sedangkan Aksa memilih duduk sebentar di ruang tamu. Ia sengaja menatap langit-langit rumah yang hanya dihiasi satu lampu. Entah kenapa bayangan pertemuan dengan Athifa di restoran kembali terngiang lagi dan lagi. Bahkan, dadanya pun terasa ikut perih saat bayangan wanita itu menangis di hadapannya. "Semoga kamu baik-baik saja, Thifa. Mun
WANITA KEDUA 43 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Menyembuhkan luka dan mengembalikan kepercayaan yang hilang itu memanglah tidak mudah dan membutuhkan waktu. Sebab setiap manusia memiliki ketahanan yang berbeda untuk hati juga mentalnya. Ada yang ingin memeluk kesakitan itu sendiri dan berdamai dengan keadaan bersama waktu, ada juga yang menggandeng orang baru untuk mendapat pegangan dalam penyembuhan. Wanita yang memilih berdamai dengan lukanya sendiri itu tersenyum getir membaca pesan dari sahabatnya. Entah kenapa rasanya menjadi lucu dan perih sekaligus. "Yula sudah bener enggak kasih nomorku, tapi kenapa malah menawarkan untuk bertemu?" tanya Athifa pada diri sendiri, lalu berusaha menulis pesan balasan sesuai keinginan dan kondisi hati. Athifa [Aku lupa, La. Kamu tahu sendiri selama ini aku enggak pernah kenal dekat sama pria kecuali Mas Aksa. Dan kalau untuk bertemu, mungkin tidak. Aku masih ingin menikmati kenyataan ini sampai terbiasa dengan sakitnya.] Yula [
WANITA KEDUA 43 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira "Enggak. Sekali-kali tampil beda," kekeh Athifa yang berniat memakai hanya untuk hari ini. "Terserah kamu aja kalau gitu. Tapi, emang jadi beda, sih. Jadi tambah terlihat dewasa," puji wanita yang tengah menikmati sarapan paginya. Athifa merekahkan bibirnya menerima pujian dari sahabatnya. "Fokus makan aja. Biar cepat habis. Kalau telat nanti enggak enak sama Pak Lian." Yula yang mengerti langsung diam dan memakan sarapannya hingga suapan terakhir. Setelah sama-sama selesai, keduanya pun membayar dan melanjutkan perjalanan menuju swalayan. Jarak yang memang tidak terlalu jauh membuat mereka cepat sampai dalam waktu beberapa menit. "Parkir di tempat biasa aja, La ...," ujar Athifa saat melewati pintu masuk swalayan. "Oke," jawab Yula singkat, lalu menghentikan roda dua tepat di area sekitar pohon karsen. Ketika Athifa membuka pengait helm, karyawan-karyawan lain yang baru berangkat masih menatapnya dengan senyuman sini
WANITA KEDUA 44 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Melihat seseorang yang dulu pernah meluluhkan hati tentunya membuat gembira. Apalagi setelah waktu berhasil menahannya dengan mimpi. Mimpi di mana ingin berbenah diri dalam kelayakan dari segi mana pun. Meskipun harus melewati siksaan perasaan yang jelas terasa seperti goresan belati. Ya, pria bernama lengkap Ezra Rezky Avilla masih saja menatap wanita yang sedang berbicara dengan temannya dari kejauhan. Ia hampir tidak menyangka bisa bertemu di tempat seperti ini. "Ternyata benar kalau dunia ini tidak selebar daun kelor. Aku bisa melihat kamu di Swalayan Melati. Pasti ini bukan hanya sebuah kebetulan, kan?" gumamnya dalam hati dengan senyuman manis yang melebihi gula. Ketika sedang asyik dengan pemandangan pagi paling istimewa, tiba-tiba satu sapaan membuat Ezra terpaksa mengalihkan pandangan. "Maaf, Mas ... kalau berdiri jangan di tengah jalan. Bukannya tidak boleh, hanya mengganggu mereka yang akan beraktifitas." Lian berkata
WANITA KEDUA 48 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mayasha semakin tidak mengerti. Sebab prianya sama sekali tidak berkata apa pun akan tamu yang datang dan tinggal bersama. Apalagi bercerita tentang silsilah keluarganya. Sebab ia hanya tahu tentang Lian dan ibunya. "Kamu panggil Lian pakai sebutan om? Apa kalian masih saudara?" tanya Mayasha sedikit bingung karena kehadiran pria asing. "Kurang lebih seperti itu, Tante. Saya saudara dari pihak ayahnya Om Lian," jawab Ezra sedikit malu. Wanita yang mulai mengerti pun mempersilakan Ezra masuk selayaknya tamu. "Kamu tidur di kamar tamu, ya? Kalau mau istirahat juga tidak apa. Anggap saja seperti rumah sendiri. Kalau butuh bantuan, bisa panggil saya. Kamarnya ada di lantai atas," ujar wanita yang memang memiliki kebaikan dalam hatinya sejak dulu. Pria yang diam-diam terpukau kecantikan wajah wanita di depannya mencoba mengangguk mengerti. Ya, Ezra sekarang paham bagaimana pria itu bisa tergila-gila pada wanita tersebut. Selain kec
WANITA KEDUA 48 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendengar ada orang yang berbicara hal-hal buruk pastinya membuat hati merasa terjebak amarah. Apalagi jika mengenai orang yang memiliki tempat istimewa di hati. Tentunya hal itu semakin menambah beban jiwa dan perasaan bersalah. Pria yang tidak tahu harus menanggapi bagaimana hanya bisa menatap sekeliling. Aksa tidak mampu membela apalagi menghentikan omongan yang sudah terlanjur menjadi perbincangan. "Aku minta maaf, Thifa ... aku tidak pernah tahu jika kamu mengalami hal ini. Kamu pasti tertekan dengan semua yang mereka katakan. Tapi, kamu malah berpura baik-baik saja dan tetap berangkat kerja. Kenapa harus kamu yang jadi omongan orang, Thifa?" lirihnya sembari menatap langit biru untuk menahan rintik gerimis turun membasahi pipi. "Seharusnya aku yang menanggung semua ini. Tolong jangan buat dia semakin terluka, Tuhan ... cukup aku saja yang jadi pisau untuknya. Jangan ditambah lagi kesakitan itu dari sisi lainnya," imbuhnya den
WANITA KEDUA 47 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika wanita yang memang ingin berdamai dengan nasibnya sendiri terdiam tanpa kata. Meskipun tidak begitu mengingat seperti apa pria bernama Ezra itu, tetapi Athifa mencoba memahami tindakan sahabatnya memilki tujuan baik untuk dirinya. Hanya saja memang hatinya yang sedang mengalami masalah. "Aku tahu maksud kamu baik, Yula. Tapi, saat ini memang belum mau memikirkan tentang pria. Apalagi cinta. Entah kenapa rasanya semua hasrat itu padam," jawab Athifa sembari menatap Yula dengan pandangan hampa. "Tapi anehnya dia tahu tentang kamu menjalin hubungan dengan Aksa. Entah tahu dari mana, dia tidak mau mengaku. Cuma katanya bukan dari orang sembarangan," cerita Yula sedikit panjang dan melebar. Athifa hampir kesulitan menelan ludahnya sendiri mendengar ucapan sahabatnya. "Dia tahu kalau aku suka sama suami orang?" tanyanya dengan mata membulat. Yula mengangguk, "Iya. Tapi kamu tidak perlu cemas. Dia mau diam, kok." "S
WANITA KEDUA 47 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kata maaf memang tidak selamanya bisa menyembuhkan luka. Namun, setidaknya satu kata tersebut bisa sedikit menyamarkan perih. Selain itu juga mengajarkan hati untuk berlapang dada pada kejadian yang telah digariskan sang pemilik alam semesta. Wanita yang belum terlalu kuat berdamai dengan luka dan kata maaf itu menatap dua pria di hadapannya secara bergantian. Meskipun rasanya ingin berlari sejauh mungkin dari kenangan dan kenyataan, tetapi suka tidak suka tetap harus menghadapinya. "Kamu tidak perlu minta maaf, Mas. Sebab aku sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin juga sudah menjadi peran yang harus aku mainkan. Aku ingin berdamai dengan luka ini. Kalau kamu merasa bersalah, maka hiduplah dengan perasaan itu selamanya. Dan aku juga tidak menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta padamu," jawab Athifa sembari mengepalkan kedua tangan untuk mengumpulkan segenggam kekuatan. "Aku tidak membencimu, Mas. Karena bagaima
WANITA KEDUA 46 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lagi. Aksa menatap wanita yang terlihat begitu mudah berbicara tanpa kegugupan sama sekali mengenai masalah dirinya. Meskipun ia menyadari jika ucapan Serena adalah benar adanya. "Aku akan mencoba mencari waktu yang tepat. Entah dia mau memaafkan atau tidak, itu haknya. Karena aku sendiri juga merasa tidak pantas mendapat kata maaf," jawabnya, lalu menunduk menatap kakinya yang terlalu lemah untuk mengambil keputusan. Ketika dua manusia itu sedang belajar menjadi pasangan yang sebenarnya, tiba-tiba orang tua Aksa berdiri di hadapan dengan wajah penuh ekspresi. "Kenapa kamu tidak pantas mendapat kata maaf?" tanya pria yang tidak lain adalah ayahnya Aksa. Aksa dan Serena seketika berdiri dan menyambut kedatangan orang tua yang jarang bertemu setelah acara pernikahan dulu. "Ayah? Kok, tidak bilang mau ke sini?" tanya pria yang sedikit terkejut melihat sang ayah. "Iya. Kalau bilang, kan, kita bisa menyiapkan sesuatu, Yah
WANITA KEDUA 46 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengetahui suatu kabar yang berusaha dirahasiakan dari khalayak ramai ternyata melebar luas tentunya membuat khawatir dan gelisah. Bukan karena mereka tahu semuanya, tetapi ada kondisi hati yang harus dijaga sebisa mungkin. Pria bernama lengkap Aksa Gautama itu terus menatap heran. Ia terus berpikir bagaimana pria di sebelahnya bisa mengetahui kisahnya bersama wanita kedua yang berhasil membuat terjatuh dalam cinta. "Sebelumnya maaf ... bagaimana Anda bisa tahu tentang saya dan Athifa? Padahal sepertinya kita baru bertemu?" tanya Aksa dengan wajah bingung dan gelisah sekaligus. Ezra tersenyum getir mendapat pertanyaan yang menurutnya lucu. "Kita memang baru bertemu. Tapi, saya sudah sedikit tahu tentang masnya. Pria yang berhasil membuat seorang Athifa jatuh cinta. Ya, meskipun itu bukan cinta yang sebenarnya. Masnya pasti paham apa maksud saya," jawabnya tanpa keraguan sedikit pun. "Kalau kita baru pertama bertemu, baga
WANITA KEDUA 45 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Aksa yang tiba-tiba bingung langsung mengulangi pertanyaannya. "Mas ... jadi pesan, enggak?" tanyanya sembari mengayunkan telapak tangannya di hadapan pria yang baru kali ini bertemu. Pria yang terjebak lamunannya sendiri pun tersadar. "Aku mau sayur kangkung sama ikan bakar.. "Siap. Sambil menunggu pesanan, Anda bisa duduk manis. Mau melihat pemandangan dari kaca jendela juga bagus," ujar Aksa, kemudian melangkah pergi menuju dapur untuk memberitahu ada pesanan baru. Aksa sendiri masih menatap lekat sampai pria itu menghilang dari pandangan. Ia juga melihat pemandangan sekeliling restoran yang cukup cantik dari segi konsep dan tatanannya. "Keren juga sih, konsep restorannya. Sederhana tapi unik. Apa aku buka restoran aja, ya? Trus bahannya ngambil di swalayannya Om Lian. Kayaknya masuk buat jadi rencana jangka panjang. Tapi aku enggak punya bakat apa pun di bidang kuliner," gumamnya dalam hati. Ketika tengah asyik merencanaka
WANITA KEDUA 45 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengobati luka seseorang itu memang bukan hal mudah. Akan ada usaha dan niat yang harus seluas jagad raya. Apalagi jika ada tekad tersembunyi untuk menggantikan posisi tersebut. Tentunya membutuhkan banyak kesabaran dan pengorbanan. Pria yang memiliki tujuan tersebut menatap Yula sekali lagi. Ezra sadar jika jalannya untuk mendapatkan sang pujaan mungkin akan lebih sulit dari sebelumnya. Ya, wajah sahabatnya sudah menjelaskan semua tanpa harus menjawabnya. "Kok, diam, La? Apa kamu juga mengenal yang punya restoran itu?" tanya Ezra kedua kali sembari memancing wanita di depannya untuk bicara. Yula pun tersadar dan menjawab, "Kenal banget sih, enggak. Tapi cukup tahu. Mending jangan tanya soal itu dulu, ya? Aku lagi enggak mau bahas soalnya." "Emang kenapa? Apa karena pria itu ada hubungan dengan Thifa?" Ezra mencoba membuka inti obrolan yang sebenarnya. Kedua mata Yula seketika membulat. Rasanya tidak percaya jika pria di depann
WANITA KEDUA 44 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lian berpikir sejenak. Sebenarnya ia tidak begitu membutuhkan karyawan baru. Selain itu tabungan Ezra pun pasti masih banyak dan cukup untuk hidup juga membuka usaha."Kamu yakin? Uang kamu sudah habis, kah? Sampai minta bekerja di sini?" goda Lian yang membuat Ezra semakin lucu. "Ayolah, Om ... ini bukan masalah uang. Ini masa depan. Dan sekalian aku juga belajar mengelola swalayan sama Om. Siapa tahu nanti aku buka sendiri dan mengajak bersaing," ujar Ezra berusaha merayu. Lian seketika menarik napasnya dalam dan mengembuskannya kasar. Bagaimanapun hatinya tidak bisa menolak keinginan pria di depannya. Bukan hanya karena urusan ketidaktegaan, tetapi ada persaudaraan yang memang lebih dari segalanya. "Iya sudah. Besok kamu boleh mulai berangkat. Kalau mau, kamu juga boleh tinggal di rumah Om. Biar Mayasha ada teman ngobrol. Soalnya kadang Om pulangnya malam," jawabnya yang terdengar seperti suara malaikat tidak bersayap. "Wah, seriu