Operasi untuk Marco telah dilaksanakan dengan baik. Tapi Marco masih belum sadar dan dia sudah dipindahkan masuk ke ruang ICU. Damas masih terus menemani Kalea dan tidak beranjak dari sisinya walaupun hanya sebentar saja. Marriane meminta kalea untuk menemaninya ke kafetaria untuk membeli minuman untuk kedua orangtua dan dirinya.
“Lea!” kata Ane begitu mereka duduk disalah satu bangku untuk menunggu minuman yang mereka pesan siap.
“Ya, Ane!” jawab Kalea dengan mata yang sudah sangat sembab dan bengkak.
“Boleh gw tanya sama lo?” tanya Ane dengan rasa tidak enak pada sahabatnya itu.
Lea mengangguk pelan menatap mata sahabatnya.
“Apa Damas menjadi salah satu sebab kalian berdua bertengkar?” tebak Ane kali ini.
Deg
Jantung Kalea seperti ingin mencelos keluar. Ia membulatkan matanya tak percaya. Tebakan Ane memang benar adanya. Karna saking lamanya berteman, Ane jadi tau segalanya tentang Lea. Bahkan un
Hi, Semoga kalian suka ya dengan chapter 14 di novel ini, ya. Nantikan kisah cintanya Damas dan Kalea dalam novel WAITING FOR HER LOVE ini ^_^. Jangan lupa untuk berikan rate 5 pada cerita author ini, tambahkan pada library kalian dan juga comment pada setiap chapternya ya (Tapi mohon untuk tidak membocorkan isi cerita yang author publish di kolom comment ya Sayang-sayangkuuu ^_^). Berikan Vote untuk Damas dan Kalea juga ya Sayang-sayangku. eFBe author : @chisizachoi Love, Author 💗 💗 💗
Seminggu kemudian Marvel, Marlina, dan Lea dipanggil ke ruang dokter untuk membicarakan keadaan Marco yang sebenarnya. Seminggu kemarin Marco memang dikabarkan sedang koma hingga lelaki itu masuk ke dalam ruang ICU dan tubuhnya hampir dipenuhi oleh alat-alat medis. Di tangannya juga ada infus yang selalu berganti-ganti entah cairan apa yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. Sudah hari ke sembilan setelah kejadian kecelakaan itu terjadi, Marco masih belum membuka matanya dan belum ada tanda-tanda keadaannya akan segera pulih. “Selamat siang, Dok!” kata Marvel begitu melihat dokter Cedric yang duduk di ruangannya. “Selamat siang! Mari silahkan duduk,” ucap dokter Cedric ramah. Marvel, Marlina, dan juga Kalea langsung duduk di tempat yang disediakan. Kalea mengalah untuk tetap berdiri dan berada di samping Marlina sebagai wanita yang ia anggap calon ibunya. “Begini … ehmm …” dokter Cedric
Kalea baru saja menyelesaikan mandinya dan segera keluar. Ia masuk ke walk in closetnya hanya dengan mengenakan bathrobe putih dan juga handuk di kepalanya karna tidak ingin air dari rambutnya menetes. Lea kemudian pergi menuju meja riasnya dan memakai beberapa cream skin care yang harus dipakainya untuk perawatan wajahnya di malam hari. Seseorang mengetuk pintu kamarnya dan sudah terdengar beberapa kali orang itu mengetuknya. Tapi sepertinya ia ingin mengabaikan orang itu saja karna dirinya benar-benar sedang tidak ingin diganggu oleh orang lain. Moodnya sedang tidak bagus untuk menghadapi orang yang ingin bertemunya malam-malam begini. Ia kemudian mengenakan dress polos rumahan yang selalu nyaman menurutnya untuk ia pakai. Ia benar-benar sudah kelelahan hari ini harus mendampingi Marco seharian. Ya, walaupun itu semua keinginan
“Tujuan? Maksud kamu apa?” Damas mengernyitkan dahinya dan senyumannya pudar bergantikan dengan wajah penasaran. “Tujuan Mas Damas bertemu dengan orangtuaku dan juga mengajukan permintaan untuk melamarku,” Damas tertawa kecil tanpa melepas tatapannya pada gadis yang berada di hadapannya itu. Lea mengendurkan bahunya dan bersandar pada kursinya. Ia juga bersedekap sambil terus memandang Damas yang masih tersenyum setelah mendengar kalimatnya yang terakhir. “Sorry! Mungkin kamu merasa tersinggung.” Akhirnya Damas berhenti menertawainya. “Jawab saja, aku akan mendengarkan apa yang mendasari tindakan Mas Damas tanpa minta persetujuan dariku dulu.” Lea masih memasang tampang dinginnya. “Ok, baiklah. Sudah sejak awal aku jelaskan padamu. Aku mencintaimu dan aku tau, saat itu kamu tidak mungkin membalasku. Tapi asal kamu tau Lea. Marco memang lawan dan teman duelku. Kami sering berselisihfaham.
Kalea tiba di mansion keluarga Avilash, malam ini rencananya Kalea akan membicarakan masalah pernikahannya dengan kedua orangtua Marco. Lea datang diantar dengan Damas. Kamila dan Kafie menyusul Kalea ke mansion keluarga Avilash setelahnya. Begitu sampai di mansion kedua orangtua Marco, Kalea dan Damas langsung dipersilahkan masuk dan disambut hangat oleh kedua orang tua Marco. Senyuman mengembang di wajah kedua orangtua Marco begitu melihat kedatangan sahabat anak kedua mereka dan calon istri dari anak sulung mereka. Marriane sedang tidak ada disana ketika mereka berdua sampai di mansion orangtuanya. Ane sendiri bilang jika ia akan menyusul saat makan malam berlangsung dan ikut dalam pembicaraan kedua orangtuanya dan sahabatnya itu. Kalea meminta izin kepada kedua orang tua Marco untuk melihat sebentar Marco sebelum mereka masuk ke dalam inti pembicaraan mereka dan tujuan Kalea datang bersama deng
Kamila dan Kafie baru saja sampai di kediaman keluarga Avilash. Mereka berdua melewatkan makan malam bersama dengan calon besannya itu, karna ada suatu perkerjaan yang tidak bisa mereka berdua tinggalkan. Marvel dan Marlina menyambutnya dengan sangat baik. Kedua orangtua Lea juga sempat melihat keadaan putra mereka. Mereka semua berkumpul untuk membicarakan rencana pernikahan Kalea dan Damas. Kalea dan Damas rencananya akan memohon izin kepada keduaorang tua Marco. Sebagai bentuk penghormatan mereka kepada Marco. Mario masih belum menampakkan batang hidungnya dan membiarkan lelaki itu sibuk dengan kehidupannya sendiri. Mario bahkan sudah tidak pernah lagi mengganggu Kalea dengan telpon-telponnya atau bahkan dengan rangkaian bunga yang dulu tidak pernah absen dikirimkan lelaki itu pada Kalea. Kalea sendiri sebenarnya sudah jengah dengan telpon Mario selama ini dan ia sangat bersyukur jika Mario sudah menghentikan tindakan gilanya dengan menerornya dengan kirima
Setelah mengantarkan Kalea pulang dan memastikan orangtuanya juga sudah sampai di rumah. Damas kemudian segera masuk ke dalam mobil SUVnya dan melenggang membelah jalanan ibu kota malam itu. Hatinya benar-benar ingin sekali marah pada Mario yang dengan kurang ajarnya, mengatakan hal yang tidak menyenangkan bagi calon istrinya. Gadis yang selalu ingin ia jaga dengan seluruh jiwa raganya. Damas menelpon orang kepercayaannya untuk membungkam mulut Mario dan memintanya benar-benar untuk pergi dari kehidupan Kalea. Damas sudah benar-benar naik pitam melihat gadisnya menangis tadi. Ia sungguh tidak rela dengan hal itu. Lelaki tampan itu akan secepatnya memberikan pelajaran pada Mario yang sudah membuat gadisnya terluka. “Ya, berikan dia pelajaran dan secepatnya beritahukan kepadaku jika semuanya sudah beres!” titah Damas pada seorang lelaki yang di telponnya. Setelah mendengar jawaban dari orang yang di telponnya, Damas
Damas melepaskan pagutannya karna takut ia akan kebablasan dan malah menerkam gadisnya. Biar bagaimanapun ia harus bersabar sedikit lagi untuk mendapatkan Lea seutuhnya. Kening mereka bersatu setelah mereka cukup lama berpagutan. Nafas mereka saling memburu dan terlihat jelas jika kini mereka saling merapatkan tubuh mereka seolah tak ingin berpisah satu sama lainnya. “Maaf,” ucap Damas tiba-tiba setelah mereka berdua selesai dengan ciuman mereka dan hanya saling menatap satu sama lainnya. “Kenapa minta maaf?” tanya Lea yang kini sudah berani membelai pipi Damas. “Karna aku sudah colong start dan tidak meminta izin untuk menciummu.” Damas berucap dengan nada tidak enak. “Kamu lupa jika aku sekarang tunanganmu?” kata Lea tersenyum masih membelai sayang pipi calon suaminya. Berusaha memberikan lelaki itu kenyamanan dan mengusir rasa tidak enak yang muncul di dalam hatinya. “Terima kasih. Aku sepertinya terlalu baha
Lea duduk di sofa single sitter yang yang berada di kamar hotelnya. Ia memandang pemandangan kota Bandung dari ketinggian dan menatap keindahannya dalam diam. Ia sudah bersiap untuk pergi, tapi Damas sedang pergi ke kamarnya untuk mengganti bajunya. Gadis itu masih kefikiran dengan ucapan yang Mario katakan padanya tadi. Bahkan lelaki itu melontarkan kata-kata umpatan yang membuat dirinya benar-benar terluka oleh ucapannya. “Sudah jangan fikirin yang Mario ucapkan.” Ujar Damas yang tiba-tiba datang ke kamarnya dan kini bersimpuh di depan Lea yang masih bergeming di sofanya. “Tidak memikirkan, hanya saja aku merasa kesal padanya. Pagi-pagi menelponku hanya mengatakan hal yang tidak penting,” Lea mengerucutkan bibirnya. “Bukannya memang dia setiap hari menelponmu hanya untuk mengatakan hal tidak penting katamu?” kata Damas sambil mensejajarkan wajahnya di depan gadis yang kini sedang mengerucutkan bibirnya dan sukses membuat
Rahang dan tangan Coco sukses mengepal dan deru nafas yang tidak beraturan membuatnya menatap dua anak manusia yang sedang bergumul dengan gairah yang entah siapa yang memulainya. Lea dan Damas sukses dibuat jadi bergidik ngeri. Terutama Lea yang pasti akan menjadi tersangka atas kejadian yang baru saja tidak sengaja dipertontonkan untuk mantan calon suaminya itu. Lea yang tadinya terpejam bahkan langsung membeliakkan matanya karna mendengar suara yang begitu ia kenal itu. Damas juga jadi menghentikan kegiatannya yang sedang menikmati tubuh istrinya dan ikut melihat ke sumber suara yang membuat mereka saling terdiam dan mengumpulkan kesadarannya sesegera mungkin.“Co … Co?” Lea terkejut melihat lelaki yang dulu hampir menjadi suaminya itu kini malah melihat dirinya dengan suami sahnya hampir melakukan hubungan intim di sana. Mereka yang sedang dikuasai oleh gairahh jadi tidak begitu fokus dengan suara derap langkah. Yang terdengar di ruangan itu adalah suara cecapan yang Damas lakuka
Dua hari kemudian, “Halo, iya Pa, tunggu sebentar ya. Saya keluar dulu.” Damas menjawab telpon seseorang ketika ia dan Lea sedang berada di ruang keluarga. Hari itu tidak ada jadwal yang mengharuskan Damas untuk berangkat ke kantor. Ia lebih memilih untuk berada di penthousenya menemani Lea. Jadilah Damas memesan makan siang untuk mereka nikmati berdua. Tak lama lelaki itu memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantong celananya setelah menjawab telpon dari orang yang mengantarkan makanan untuk mereka. “Siapa, Sayang?” tanya Lea yang kemudian menanyakan hal itu pada suaminya yang sekarang sudah berdiri dari sofanya. “Aku ke depan dulu ya, ini driver ojek onlinenya sudah sampai. Aku pesan makanan untuk kita berdua.” Kata Damas yang kemudian menyunggingkan senyumannya. “Oke aku tunggu,” Damas kemudian keluar setelah mengelus pucuk kepala Lea dengan sayang dan sedikit mencubit gemas pipi istrinya yang sudah terlihat sedikit chubby karna terlalu banyak disuguhkan makanan lezat dari su
3 Bulan kemudian.Damas akhirnya berhasil membujuk Lea untuk pulang ke rumahnya setelah mereka berdua menyelenggarakan acara 4 bulanan untuk anak mereka. Mereka membuat acara 4 bulanan untuk buah hati mereka tentunya dengan acara tertutup di sebuah resto yang sudah mereka booking khusus untuk acara itu. Hanya ada beberapa kerabat dan sanak saudara yang hadir dalam acara itu. Bahkan mungkin tidak lebih dari 200 orang yang datang untuk memanjatkan doa bersama untuk kesehatan dan kelancaran kelahiran buah cinta mereka.Lea sendiri memang awalnya menolak untuk membuat acara itu, mengingat kondisi Coco yang masih belum mengetahui kondisi dan situasi yang sebenarnya tentang hubungan mereka. Tapi Damas berjanji hal itu tidak akan mempengaruhi kondisi apapun mengenai mantan teman duelnya itu. Jadilah, Lea akhirnya mau ikut dalam persiapan acaranya itu. Bahkan, Lea tampak paling bersemangat untuk mempersiapkannya.Setelah mereka sampai di kamarnya, Damas mulai membuka setiap helai benang yang
Ane langsung pulang ketika mendengarkan kabar dari Coco. Gadis itu juga begitu mengkhawatirkan sahabatnya. Walaupun Ane dan kedua orangtua Coco sudah tau apa yang menjadi penyebab Lea seperti itu. Tapi Ane tetaplah khawatir pada sahabatnya itu. Marvel dan Marlina langsung meminta Ane untuk pulang walaupun acara pernikahan salah satu kolega Marvel masih belum selesai terlaksana. Ane menurut mendengar perintah dari kedua orangtuanya untuk menemani Lea di mansion mereka. “Lea!” Ane sedikit berbisik ketika Lea sedang terlihat berbaring dan tertidur pulas di kamarnya. Ane mengelus lengan Lea dengan lembut sehingga membuat Lea tersadar. “Masih pusing?” tanya Ane ketika melihat Lea mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. “Ya, sedikit. Maaf aku jadi mengganggu acaramu, An.” Ucap Lea yang menyandarkan tubuhnya di headboard ranjang king size milik sahabatnya. “Sama sekali
Kini hanya tinggal Coco dan Lea di dalam sebuah ruang tunggu. Lea diminta untuk menunggui Coco yang baru saja menyelesaikan terapinya. Gadis itu meminta pa Hardi untuk mengambilkan obat dan vitamin yang harus rutin diminum oleh Coco di apotik di dekat ruang tunggu itu. “Co, apa kamu ingin makan sesuatu?” tanya Lea yang kemudian menyodorkan menu makanan sebuah resto cepat saji pada layar ponselnya. Kebetulan setelah pulang dari Hospi Hospital, tidak ada orang di mansion keluarga Avilash. Kedua orangtua Coco dan Ane sedang pergi ke sebuah acara pernikahan kolega Marvel. Jadilah, hanya tinggal mereka berdua yang ada nanti di dalam rumah. Tentu saja, dengan pa Hardi sebagai pendamping bagi Coco saat ini. Karna mendengar rencana kedua orangtuanya, Coco juga meminta pa Hardi dan ARTnya tidak memasak untuknya. “Aku tidak ingin apapun yang ada disana,” ucap Coco sambil menggelengkan kepalanya. “Kamu harus makan. Kamu per
“Selamat, ya! Kandungannya Lea sehat. Aku akan meresepkan vitamin untuk Lea dan bayi kalian. diminum harus rutin dan jangan cape-cape ya, Lea. Aku tau jadwal kamu pasti padat. Pa Boss, ringankanlah tugas Istrimu jangan suruh dia bekerja dulu. Kalau bisa,” kata Dokter Syafima sambil memberikan senyuman pada Lea dan Damas yang tengah duduk di depannya. Dokter Syafima yang juga sempat menjadi penyanyi di bawah naungan perusahaan Damas itu ikut merasakan kebahagiaan yang tercipta di hadapannya. Ia merasa terkejut begitu melihat Damas nyatanya membawa Lea ke hadapannya untuk memeriksakan kandungannya. Saat mereka menikah, Syafima yang akrab disapa dokter Syasya itu diundang ke acara pernikahan mereka. Tapi, sayangnya Syasya tidak bisa datang dan mengirimkan doa dan juga beberapa hadiah ke penthouse Damas dan Lea. “Aku sih ingin saja, memberikannya libur. Tapi Ka Syasya juga tau kan Istriku ini sangat tidak bisa diam. Aku takut jika nantinya akan di
3 hari kemudian, “Selamat pagi,” sapa Lea pada seorang lelaki yang sedang berada di kursi roda. Lelaki itu sedang memandang indahnya kebun bunga milik maminya. Setiap pagi, hanya itu yang ia lakukan. Karna setelah mandi dan mengganti pakaiannya, pa Hardi selalu mengantarkan Coco ke taman bunga itu dan menyiapkan sarapannya di halaman belakang. Coco menoleh ketika Lea berada di sampingnya. “Sayang!” Coco langsung tersenyum dan sedikit menarik tangan Lea. Jelas saja, Lea sedikit banyaknya terkejut dengan apa yang Coco lakukan padanya. “Kenapa?” tanya Lea yang langsung mengerti jika lelaki itu memintanya untuk mendekat ke arahnya. “Darimana saja kamu? aku begitu merindukanmu,” ucapnya sambil mengelus pipi Lea dengan sangat sayang dan penuh kehati-hatian. “Maaf, karna beberapa hari ini aku tidak ada kabar. Aku harus rekaman dan melakukan sedikit jadwalk
Dalam perjalanan kembali ke kamarnya, ternyata Lea menelpon Ane. Getaran yang di kantung denim yang sedang ia kenakan terasa membuatnya berhenti sejenak dan merogoh kantung belakangnya. “Ada apa Ane? Apa terjadi sesuatu dengan Coco?” tanya Lea dengan suara paniknya. “Tidak, tidak! Coco baik-baik saja. Dia hanya begitu merindukanmu, Lea. Ia terus menanyakanmu. Menanyayakan keberadaanmu dan sedang bersama siapa kamu. Sepertinya perasaan Coco begitu kuat padamu, Lea.” Ucap Ane yang sedikit menyesali kebohongan yang sudah ia katakan pada kakanya tadi. “Aku juga merindukan Coco, An. Tapi aku tidak bisa kesana sekarang dan mendampinginya.” Ucap Lea dengan nada sedikit tidak enak. “Iya, aku tau Lea. Aku mengerti. Aku minta maaf karna seharusnya tadi aku tidak menciptakan kebohongan ini.”Sesal Ane yang juga merasa tidak enak pada sahabatnya itu. “Tapi aku akan usahakan untuk menemui Coco.” Janji Lea pada sahabatnya itu. “Ya, kami akan menunggu
Selama perjalanan pulang ke penthouse, tak ada sedikitpun pembicaraan antara Damas dan Lea. Hanya ada beberapa kali bunyi panggilan masuk ke ponsel Damas yang tentunya langsung lelaki itu jawab. Damas bahkan seperti sedang mengabaikan Lea walaupun, Lea memegang tangan kiri Damas untuk ia bawa ke pangkuannya. Lelaki itu seperti terlihat sedang kesal dan tak ingin diganggu. Lea, mencoba memberanikan diri untuk menyandarkan kepalanya ke bahu lelaki di sampingnya yang masih juga sibuk berbicara dengan sekertarisnya melalui sambungan telponnya. Damas tidak memandang ini hari apa, tapi yang pasti lelaki itu akan menerima segala bentuk panggilan dari kantornya jika itu sudah menyangkut pekerjaannya. Di menit pertama Lea menyandarkan kepalanya ke bahu lelaki itu ketika sedang menyetir sambil terus berbicara melalui sambungan telponnya, tidak menimbulkan reaksi apapun. Damas terus tidak memperdulikan Lea. Dan itu membuatnya sedikit kecewa karna biasanya Damas