"Turunlah! Kita sudah sampai," ucap Anton mematikan mesin mobil lalu melepaskan sabuk pengamannya.
"Lo liat sendiri' kan, badan gue lemes kaya gini? Gue nggak bisa turun! Udah cepet bantuin gue," sahut Adel. Gadis itu berbicara dengan nada perintah.
Anton menggelengkan kepalanya, melihat tingkah Adel yang menyebalkan itu ia hanya bisa membuang nafas kasar. Anton menggendong Adel, dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Ya allah, Non Adel, akhirnya non pulang juga! Si mbok khawatir banget, Non! I-ini kenapa Non Adelnya tidak pakai baju, Den? Apa yang terjadi dengan Non Adel?" ucap Mbok Darmi. Wanita paruh baya itu terkejut melihat kondisi Adel yang hanya dibalut selimut.
"Nanti saya jelaskan, Mbok! Sekarang' kita bawa
Adel menggeliat di kasur, ia mengambil guling untuk dipeluknya. Sepertinya alkohol sudah membuat gadis itu tidak menyadari jika setiap ia bergerak selimut yang menutupi tubuhnya akan terbuka.Tubuh mulusnya kini nampak terlihat, meski hanya bagian belakang. Namun, Anton tidak ingin terus berada di kamar itu."Dasar wanita bar-bar! Apa tidak bisa dia menjaga kehormatannya sedikit saja? Sudah tau tidak pakai baju, tapi bergerak sesukanya. Dasar perempuan liar!" gumam Anton dalam hati. Ia pun memilih keluar dan menunggu si Mbok di depan pintu kamar."Lho, Den Anton' ko diluar? Kenapa nggak menunggu di dalam saja?" tanya si Mbok saat tiba di depan kamar."Tidak apa, Mbok!" jawab Anton singkat tanpa men
"Ma-maksud kamu apa, Del?" tanya Anton. Ia tampak bingung dan terkejut mendengar ucapan Adel yang panjang lebar."Sudahlah! Sepertinya cinta gue memang bertepuk sebelah tangan," sahut Adel. Ia melepaskan cengkraman tangannya, lalu segera menyeka air mata yang terus meluncur dari pelupuk matanya."Pergilah dari sini! Gue nggak mau bertemu dengan lo lagi!" Kali ini Adel pun mengusir Anton dari kamarnya. Gadis itu nampak begitu kecewa. Bagaimana tidak, sesaat sebelum Anton datang ke kantor, Adel sudah menolak ajakan Gerald dan kawan-kawannya untuk party di club malam itu. Tapi, saat melihat Anton datang ke kantor dengan noda lipstik di wajahnya Adel pun merasa cemburu dan terluka. Apalagi bayang-bayang Anton sedang melakukan treesome dengan dua wanita selalu mengganggu pikirannya. Hingga akhirnya ia pun berubah pikiran dan mau menerima
Sesampainya di rumah Anton langsung masuk ke kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya yang sangat lelah itu ke atas kasur. Matanya begitu berat, berulang kali ia menguap, rasa kantuk itu tidak bisa ditahan lagi.*Pagi hari Anton sudah siap di meja makan. Ia menikmati roti gandum dan selai kacang, tak lupa satu gelas kopi susu kesukaannya."Kamu sudah siap, Anton?" tanya Tuan Romy yang baru turun dari anak tangga. Ia berjalan menghampiri anaknya di meja makan."Sudah, Ayah! Anton sudah selesai sarapan. Sebentar lagi Anton berangkat ke kantor," jawab Anton pasti."Bagus! Sebagai pemimpin kamu harus bisa memberikan contoh yang baik untuk para karyawan di kantor! Jangan perna
Anton berpikir, jika ia tidak bisa menyelesaikan tugasnya itu akan membuat Ayahnya kecewa. Terlebih tadi pagi ia sudah berjanji pada sang Ayah.'Baiklah, sepertinya aku harus segera mengambil tindakan,' batin Anton."Laporannya belum saya periksa! Beri saya waktu 20 menit untuk menyelesaikan semuanya!" ucap Anton pada karyawati yang masih berdiri di sampingnya itu.Dengan wajah bingung dan khawatir karyawati itu pun menjawab. "Tapi, Pak--kepala HRD sudah menunggu laporan itu dari tadi! Ia bilang, rapatnya akan dimulai sebelum jam makan siang,""Kamu tidak usah khawatir, saya akan segera menyelesaikannya! Bilang pada kepala HRD, saya memintanya menunggu 2 jam, saya sendiri yang akan mengantar file ini padanya!" jawab Anton yakin. Karyawati itu pun mengangguk dengan ragu sebelum akhirnya keluar dari ruangan Anton.Gegas Anton kembali ke meja kerjanya. Ia mencari map berwarna biru di antara tumpukan file yang bertengger di mejanya.Matany
Adel beranjak dari kasur, dengan badan yang masih lemas ia berlari sempoyongan mengejar Mamanya."Mah tunggu dong! Jangan pergi dulu! Kasih tau Adel, memangnya Papa punya rencana apa?" ucap Adel menarik lengan Mamanya."Kalau sudah waktunya nanti juga kamu tau sendiri, Del!""Ih, Mama! Jangan bikin Adel penasaran dong! Cepet kasih tau aku, rencana apa sebenarnya? Jangan bilang jika Papa mau masukin Adel ke asrama?" Tebak Adel. "Kalau beneran itu rencananya, Adel nggak mau! Sampai kapanpun Adel nggak mau tinggal di asrama!" Mendengar celotehan anak semata wayangnya itu Nyonya Wina hanya mengangkat bahunya tak acuh. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga membuat Adel semakin kesal."Iiih, Mama! Nyebelin banget' sih! Diajak ngomong malah pergi gitu aja? Argh, nyebelin!" Beo Adel. Ia pun kembali ke kamarnya dan membanting pintu kamar dengan kencang.■■Siang berganti malam, Anton masih berkutat dengan pekerjaannya yang
Malam berganti pagi, kondisi Adel sudah stabil. Ia nampak cantik dengan balutan dress berwarna navy. Wajahnya pun terlihat cerah dengan sentuhan make up flawles.Hari ini adalah jadwal kepulangan Papanya dari Jogja. Adel tidak sabar untuk meminta oleh-oleh yang sudah dipesannya jauh-jauh hari.Deru mesin mobil terdengar masuk ke pekarangan rumah, tak lama kemudian suara bel pun berbunyi. 'Sepertinya itu Papa,' gumam Adel.Sebelum turun ke bawah untuk menemui Papa nya, Ia pun kembali berdiri di depan cermin, memastikan jika penampilannya sudah sempurna.Adel memang wanita perfeksionis, ia selalu ingin tampil maximal walaupun hanya dirumah."Papa!
Sudah hampir sepuluh menit, tapi Adel tak kunjung kembali ke meja makan. Bahkan sampai kedua orang tuanya selesai makan pun gadis itu tak juga turun."Adel teleponan sama siapa' sih, Ma? Ko lama banget?""Mama juga nggak tau, Pah! Tuh anak memang nggak bisa dibilangin, bebel! Liat nih' nasinya aja belum dihabisin!" sahut Nyonya Wina."Mama susul gih! Siapa tau tuh anak ketiduran di kamarnya," seru Pak Tio pada istrinya. Dengan cepat istrinya pun mengangguk mengiyakan lalu beranjak dari meja makan dan berjalan menuju anak tangga.••Sedangkan di dalam kamar, Adel tengah emosi mendengar ocehan Gerald yang dinilai merendahkannya. Pria blasteran itu terus saja menguji kesabaran Adel."Mau lo itu apa' sih, Ger? Bisa nggak sih Lo nggak usah hubungi gue lagi?""Ckckck, santai dong cantik! Ngomongnya biasa aja! Nggak usah nge gas kayak gitu! Bukannya lo juga menikmati?" sahut Gerald dengan nada mengejek."Apa lo bil
"Adel!!! Kamu itu apa-apaan' sih, Del? Untuk apa kamu masih berhubungan dengan cowok brengsek itu? Kamu itu bener-bener keterlaluan Adel! Dimana harga diri dan logika kamu? Kamu tau' kan Gerald itu cowok yang hampir saja menghancurkan masa depanmu? Ngapain kamu masih komunikasi dengannya?" teriak Nyonya Wina geram. Ia sangat kecewa dengan apa yang dilakukan anak gadisnya itu."Mama jangan salah paham dulu! Adel bisa jelasin semuanya, Mah!""Jelasin apa lagi, Del? Riwayat panggilan ini sudah sangat jelas! Barusan kamu telponan sama Gerald' kan?" Adel terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Ibunya."I-iya, Adel memang telponan sama Gerald! Tapi Mama santai dulu, jangan keburu emosi. Gerald yang nelpon Adel duluan, dan tidak mungkin Adel membiarkan ponsel Adel terus berdering. Adel juga harus minta penjelasan dari Gerald! Aku harus tau apa maksud perbuatannya malam itu!"Nyonya Wina menatap lekat wajah Adel, dadanya bergemuruh tak men
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan