Bab 13RS Graha Sehat Medika.Dibantu beberapa perawat, Pria tampan ini dipindahkan ke brankar, lalu didorong menuju ruang IGD rumah sakit.Tenaga medis dan orang-orang di situ, sedikit risih padaku. Betapa tidak? Perhiasan emas yang bergelantungan di tubuhku terlihat sangat menyolok. Mereka mungkin berpikir bahwa aku wanita stres tapi aku tak peduli. Aku sibuk mendaftakan identitas si Pria ke bagian admistrasi, sementara Bang Satro sedang menjelaskan kronologi peristiwa pada dokter yang menangani."Siapa namanya?" Si petugas bertanya dari balik komputer."Hektor Aleksander," ketusku yang sudah hafal namanya sejak semalam."Apa anda istrinya?""Oh, bukan! Dia diserang penyakit saat menginap di vila tempat saya bekerja. Kami hanya beritiket baik mengantarnya ke mari.""Apa ada nomor keluarganya yang bisa dihubungi?" Si petugas bertanya tanpa menatapku. Netranya berfokus ke layar komputer."Mohon sabar, aku carikan," jawabku sembari mencoba mengutak-atik handphone si pria yang kebetula
Bab 14Meninggalkan vila dan akan pulang ke mess, kulihat Atika berdiri mematung di jalanan dekat danau. Berkacak pinggang serta dagu ditinggikan, sepertinya ia sengaja menungguku.Sorot mata penuh kebencian, ia tak berkedip menatapku. Aku tahu dia sedang berusaha menahan gejolak amarah yang memanas di ubun-ubun.Aku tetap santai berjalan. Sama sekali tak terkecoh pada ekspresi wanita gila harta ini. Sebab aku tahu isi hatinya hanyalah keserakahan dan dengki. Bahkan saat melewatinya, aku tak mau menegur."Arini ...!!!" Ia berteriak nyaring lalu berlari mendekatiku."Ada apa, Atika? Kamu sepertinya marah padaku.""Tentu, Arini. Tentu saja aku marah padamu!!" Suaranya meninggi.Aku lalu tertawa kecil, "Kamu aneh. Aku tak punya masalah denganmu.""Tidak bermasalah denganku, bukan berarti tidak menyakiti perasaanku! Paham kamu?!" Kulit wajahnya bergetar. Menandakan kegeraman teramat sangat.Aku tak menjawab. Melainkan memberi Atika peluang untuk berekspresi. "Dari awal aku sudah curiga
Bab 15Tepat jam 9 malam, Bang Satro datang ke dapur karyawan saat aku dan Bi Inem sedang makan. "Makan, Bang," tegurku."Udah tadi.""Jadi ke sini ngapain?" tanya Bi Inem."Mau manggil kalian berdua. Disuruh Ndoro agar kita ke ruangannya sekarang." Wajah Bang Satro sedikit gugup. Sementara aku mulai menerka, agenda apa yang akan dibicarakan.Usai makan, kami bertiga bersama menuju vila. Jalanan becek akibat hujan lebat beberapa hari. Kami melangkah hati-hati dan tidak terburu-buru. Kami terpaku, saat melewati danau. Tidak seperti biasa, kali ini energi supranatural meluap di permukaan air. Nampak pintu gerbang menuju laut selatan sedang terbuka. Apa artinya ini? Apa malam ini kami bertiga akan dibawa ke sana? Perasaanku jadi tak tenang. Bisa kurasakan Bang Satro dan Bi Inem pun demikian.Setibanya di ruangan Ndoro Putri, kami mendapati ia tengah bersemedi. Duduk bersila dengan jemari membentuk mudra khusus. Ia membuka mata dan mengode agar kami turut bersemedi dengannya.Kami lan
Bab 16Kedua naga itu sadar bahwa akan diberi makan. Liur kerakusan pun menetes dari rahang kokoh mereka yang membuka lebar. Bau busuk menyeruak dari dalamnya. Bayangkan saja, makanan pokok mereka adalah daging mentah, tapi seumur hidup tak pernah menyikat gigi."Apa mereka kenal siapa yang harus dimangsa? Jangan sampai mereka salah lalu menelan kita semua." Aku bergidik ngeri."Tentu saja naga-naga ini tahu siapa yang ditumbalkan saat ini. Kamu gak perlu ketakutan seperti itu, Arini!" Ndoro Putri menjawab sembari terus menyeret Atika mendekati naga yang berjaga di sebelah kiri gerbang.Kulihat Bang Satro melakukan hal yang sama. Menyeret si Pria ke arah naga yang berjaga di sebelah kanan gerbang. Aku dan Bi Inem hanya berdiri mengamati. Sesekali saling berpadangan gugup kala kedua naga menjulurkan kepala ke bawah. Ke arah tumbal yang mungkin terlihat lezat.Ndoro Putri dan Bang Satro berlari menjauh setelah berhasil menyerahkan Atika dan kekasihnya tepat di kaki kedua naga itu.Pema
Bab 17Aku duduk terpekur di taman vila. Lenganku serasa mau patah saking pegalnya. Membereskan 20 kamar ternyata luar binasa. Apalagi saat menaikkan spring bed ke atas dipan tempat tidur. Tak usah dibayangkan.Untungnya, tugasku sudah kelar dan tinggal menunggu jam pulang saja. Kukeluarkan handphone dari saku, sejenak ingin mencari hiburan. Aku membuka menu daftar kontak, lantas menggeleng kecil sebab belum banyak nomor yang tersimpan. Senyum mengembang kala scroll down berhenti tepat pada satu nama. Hektor Aleksander. Ah, mana mungkin melupakan Pria ini. Tentu saja. Selain menjadi korban keganasan Nyi Roro Kidul, sapu tangannya masih ada padaku.Setiap hari kubawa benda itu saat bekerja. Bahkan detik ini, tersimpan rapi dalam kantong seragamku. Aku menjaga kemungkinan, jangan sampai si Pria tiba-tiba datang demi meminta kembali barang pribadinya.Bukankah ini sapu tangan branded dengan seri limited edition? Kusentuh aplikasi bundar bernama Google. Mencari situs resmi merek fashion
Bab 18Hari menjelang pagi saat aku mengendap menuju dapur mess. Menghidupkan kompor lalu pelan meletakkan panci berisi air ke atasnya. Tiap pergerakanku jangan sampai menimbulkan bunyi. Setidaknya, kali ini saja, tak boleh ada yang tahu apa yang kulakukan. Tujuh lembar daun damar putih dan segenggam garam kurebus dalam panci tersebut. Sekali mendidih langsung kumatikan kompor, lantas membawa air rebusan tersebut ke kamar mandi.Sembari menunggu air ramuan itu dingin, aku pun mandi seperti biasa. Seperti biasa kataku. Nyatanya, aku sangat khawatir. Berbagai kemungkinan bisa terjadi setelah mandi air rebusan ini. Belum sepenuhnya percaya pada anjuran Hektor bahwa ramuan ini bisa menghilangkan jejak dari pantauan Nyi Roro Kidul selama dua belas jam.Air ramuan telah dingin, hatiku malah menghangat. Gugup. Yakinkah aku untuk mengguyurkan ramuan ke badan? Guyur, tidak? Byurrrr .... Kuguyur juga setelah memantapkan tekad. Aku mengerjap. Menunggu beberapa saat. Menanti apa yang akan te
Bab 19"Bunda! Jangan marah gitu sama Mbak Arini. Dia cuma karyawan di sana, cuma menjalankan tugas!" Suaminya sedikit menghardik."Loh, Ayah kenapa membela kaki tangan Nyi Roro Kidul? Semua orang di Vila Melati kan antek-anteknya si betina pantai selatan!" Meninggi suara wanita itu. "Ataukah Ayah masih cinta sama perempuan gaib itu?! Ayo ngaku!!" Kini ia melabrak permukaan meja. Udang krispi dan sayap ayam berhamburan keluar dari piring. Melanting, tepat mengenai hidung Hektor."Bun, Bun, Bun, cukup!""Cukup, Bunda!" Hektor bangkit dan meraih Ibunya. Memeluk erat lalu mengusap pundak yang tak lagi tegap.Ia memapah Ibunya ke lantai dua melalui tangga manual di sudut ruangan. Dari atas sana, menggema omelan wanita itu, "Kamu juga, Hektor! Mau mau aja disuruh Ayahmu kawin sama Kidul brengsek! Apa kamu gak jijik? Ayah dan anak sama aja!""Bun, sudah, Bun. Tenang dulu." Terdengar juga Hektor membujuk.Kini tersisa aku dan Ayah Hektor. Kami duduk membisu, menatap makanan yang bertebaran
Bab 20Aku mengingat-ingat. "Ada beberapa, Pak. Ayah pernah bilang, jika bertemu makhluk astral jangan berkomunikasi melalui ucap bibir, tapi beranikan ruh dalam diriku 'tuk mengoneksi mereka lewat bahasa batin." "Ayahku sudah meninggal. Ibu juga," jelasku lagi. Ayah Hektor terlihat tenang, sementara anaknya berubah sendu. Lebih tepatnya prihatin padaku."Maaf, Mbak Arini. Apa Mbak gak merasa curiga sama mendiang Ayah?" Aku mengernyit mendengar pertanyaan itu. "Gimana, gimana?"Ayah Hektor memperbaiki posisi duduk. Berdeham sebentar lalu meneguk jus yang tersisa."Maaf sebelumnya, Mbak. Tapi saya rasa, Ayah Mbak Arini juga bersekutu dengan Nyi Roro Kidul semasa hidupnya.""Jangan sesumbar, Pak!" Aku berucap tegas. "Gada tanda-tanda kalau Ayah saya bersekutu sama Nyi Roro Kidul." "Ada, Mbak. Pasti ada jika Mbak mau cari tahu!" "Kenapa Bapak begitu yakin?" Sepertinya aku mulai terganggu dengan pembahasan ini. Mulai meluas dan menyikut sana-sini. "Sebab aku pernah memperistri Nyi Ro
Bab 32Berdasarkan struktur sosial masyarakat Jawa, keluargaku tergolong ningrat. Sudah menjadi tradisi turun temurun bagi kami untuk menyembah Nyi Roro Kidul. Kami memanggilnya dengan sebutan 'Ibu Ratu'.Beberapa ritual sering dilakukan seperti upacara sedekah laut, tarian Bedaya ketawang, ritual Satu Suro dan penyembahan Jumat Kliwon.Tari Bedaya Ketawang adalah favoritku. Di situ aku menjadi penari yang diberkahi. Saat tarian berlangsung, aku dirasuki ruh Nyi Roro Kidul. Lewat ragaku ia menyampaikan berbagai pesan pada masyarakat.Terobsesi pada sosok Nyi Roro Kidul, kuputuskan melakukan ritual khusus yaitu berpuasa dan bersemedi agar bisa berjumpa langsung dengannya. Senang sekali, dia akhirnya berkenan muncul. Orang lain tentu akan meminta keberhasilan karir, tapi aku beda. Aku bertanya, dengan cara apa aku bisa mengabdi padanya. Ia lalu menyuruhku membangun sebuah vila dengan ketentuan yang ditetapkannya. Bahwa vila itu haruslah berada di puncak, bergaya keraton dan menjadi te
Bab 31Nyi Roro Kidul duduk santai di kursi kebesaran. Aku dan seorang dayang mengipasi tubuhnya menggunakan kipas berukuran besar. Dua dayang lainnya sibuk memijat kaki si wanita iblis. Walau telah menjadi dayang dalam istana gaib ini, hati mengkhawatirkan tubuhku yang tergeletak di loteng rumah. Bagaimana jika Hektor tidak menemukanku? Terbengkalai sudah jasadku itu.Nyi Roro Kidul menyuruh kami berganti tugas. Dari mengipasi beralih memijati, begitu sebaliknya. Aku bersujud lalu memijati betis Nyi Roro Kidul, tapi jiwaku sungguh tak tenang. Dalam dilema jiwa ini, kumendengar suatu lantunan lagu rohani. Semacam puji-pujian kepada Tuhan. Kemudian terdengar suara laki-laki memanjatkan doa.Aku seperti terhisap, lalu hilang dari hadapan Nyi Roro Kidul. Sempat kudengar bagaimana Nyi Roro Kidul memekik keras. Memintaku agar kembali, sayangnya kekuatan yang menarikku jauh lebih kuat.Aku muncul di halaman rumahku. Banyak orang sedang berkumpul termasuk tetangga dan keluarga besarku. Apa
Bab 30Dua jam kemudian, aku kembali ke rumah Arini bersama Pastor pembimbing rohaniku. Dibantu oleh para tetangga, Ayah telah menurunkan Arini dari loteng. Ia dipindahkan ke sofa ruang tamu. Lukisan, peti perhiasan dan keris perjanjian juga diturunkan. Bahkan semua benda yang berkaitan dengan penyembahan, telah dikumpulkan. Pastor mendoakan Arini untuk membersihkan kutuk iblis yang mengikatnya. Setelah itu menumpangkan tangan ke seluruh benda yang sebentar akan dikembalikan ke laut selatan. Bertujuan mematahkan kuasa kegelapan yang bersemayam di dalam benda itu."Pastor, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya salah satu tetangga usai berdoa. "Kami sudah curiga kalau Pak Karman dulunya menyembah Nyi Roro Kidul," terangnya sembari bergidik menatap lukisan-lukisan Nyi Roro Kidul yang nampak seram. "Arini ini melanjutkan penyembahan yang dulu dilakukan Bapaknya. Namun bukan atas kemauannya. Dia bertindak dibawah kendali perempuan iblis Nyi Roro Kidul. Tuhan mengasihi Arini dan ingin meny
Bab 29Pernah dengar istilah 'dosa keturunan'? Terkadang kesalahan yang kita lakukan, bukan sepenuhnya milik kita tapi melanjutkan apa yang sudah ada.Aku, Hektor Aleksander. Dengan terpaksa, pernah melanjutkan asmara gaib yang sebelumnya terjalin antara Ayahku dan Nyi Roro Kidul. Tumbuh menjadi pemuda tampan tidak selalu menyenangkan. Ketampananku membuat Nyi Roro Kidul dimabuk kepayang. Ia melepaskan Ayahku, lalu berganti menginginkan diriku. Menentang pun sama saja! Toh aku seperti terhipnotis dan berada di bawah kendali wanita iblis itu. Dia kerap muncul di saat tak terduga. Mengintipku layaknya wanita sedang jatuh cinta. Aktivitas mandi, mengenakan pakaian dan tidur merupakan hal yang disukai Nyi Roro Kidul dari diriku. Menurutku dia tak bisa memilah, yang mana cinta dan yang mana nafsu. Hari paling nahas sekaligus titik balik, terjadi di suatu malam keramat yang sering disebut Malam Satu Suro. Di bawah kendali mistisnya, aku dituntun menuju sebuah vila di daerah Pasuruan. A
Bab 28Aku melangkah menyusuri lorong kecil yang diapit tembok tinggi pertokoan. Lumut hijau tumbuh subur di beberapa bagian dinding. Lorong ini cukup panjang hingga tersambung ke sebuah area sempit di mana terdapat tiga buah rumah. Termasuk rumahku. Rumahku terbilang sederhana, padahal Ayah menyembah Nyi Roro Kidul semasa hidup. Seharusnya kami sukses dan kaya raya seperti para pengikut lain. Mungkin Ayah kurang bijak atau aku salah menilai.Dengan rasa yang sulit dijelaskan, aku memutar gagang pintu. Mendorongnya pelan, hingga nampak jelas isi dalam rumah. Tak ada yang berubah, tetap rapi kecuali debu menempel di sana sini. Melangkah masuk, pertama kuletakkan tas di atas meja kemudian mencolek debuh oleh telunjuk. Sangat tebal, jadi kuputuskan untuk langsung mengepel tanpa menyapu agar debu tak beterbangan. ***Asyik mengepel, hal yang kutakutkan muncul. Terdengar suara tangis yang menyayat hati. Amat pilu bahkan cenderung seram. Aku berusaha bangkit, lalu bersandar pada dinding
Bab 27Sabtu.Matahari belum terbit saat Ndoro Putri mendatangi mess karyawan. Kicauan burung-burung di ranting pepohonan menyamarkan bunyi langkahnya.Wajah muram. Bola matanya berkeliaran tak tentu arah. Seperti ada yang tak beres. Kututup kembali gorden jendela yang kusibak saat mengamati kedatangannya. "Sugeng enjing, tulung kumpul. Ono sing pengin tak omongno." Suaranya menggema sempurna di beranda mess.Terdengar pintu-pintu kamar berdecit dibuka. Kami keluar dengan ekspresi entah. Antara masih mengantuk dan rasa takut menghantui. Dalam hati bertanya, apa perhiasannya dicuri lagi atau bagaimana? Seharusnya Ndoro tak boleh mengganggu kami hingga besok. Ia sendiri yang mengatakan bahwa tubuh kami perlu dipulihkan selama beberapa hari, usai ritual meraga sukma kemarin."Maaf, mengganggu istirahat kalian. Apa kalian mendengar tangisan Nyi Roro Kidul?" tanyanya getir.Kami melongo keheranan lalu saling melempar tatapan. Satu per satu mengangkat bahu, kecuali Bang Kutut. "Beneran k
Bab 26Pesta berakhir. Energi supranatural kami pun meningkat pesat. Sukma terasa amat ringan dan tak perlu lagi berpijak, melainkan menggantung di udara. Seperti melayang.Kami melesat pulang demi kembali ke raga masing-masing. Tak disangka jalur udara sangat ramai di malam satu suro ini. Berbagai ruh hilir mudik nyaris bertabrakan. Energi pun tumpang tindih sehingga temperatur udara meningkat dari biasanya.Kami tiba dengan selamat dalam ruangan gelap di mana Bang Kutut masih menjaga raga kami.Ndoro Putri, Bang Satro dan Bi Inem berhasil menyatu lagi dengan raga mereka. Namun, entah kenapa aku malah kesulitan.Kucoba meloncat masuk lewat ubun-ubun. Bukan hanya gagal, aku justru terpental jatuh. Ada apa dengan ragaku? Apa ruh asing telah memasukinya lebih duluan? Sial! Lalu bagaimana aku sekarang? Kulihat mereka mulai kepanikan. Panik pada ragaku yang masih tergeletak di atas lantai."Hahaha ...,""Hahahaha ...,""Hahahaha ..."Ragaku itu terbangun. Membuka mata, melotot, lalu tert
Bab 25Dengan lutut bergetar, kusambangi Ayah. Makin dekat makin jelas peta keriput di wajahnya. Ia berusaha tersenyum tapi canggung."Arini, kamu ada di sini," desahnya kala kucium punggung tangannya."Ya. Apa Ayah kaget?"Hening. Ia membuang pandang ke dalam gentong minuman. "Apa inilah akhir kehidupan yang Ayah cita-citakan?" Aku berjongkok agar badan kami setara tingginya. Sinar matanya berubah nanar."Terjebak di sini dan menjadi pelayan?" imbuhku lagi. "Cukup, Nak! Ayah menyesal telah menyeretmu masuk dalam perjanjian ini.""Ah, begitukah?" Kutatap lamat-lamat wajah renta yang kini tertunduk. "Buang saja penyesalan Ayah! Toh aku sudah terlibat jauh dalam persekutuan gaib ini.""Nak, kamu masih bisa merubah takdir! Masih bisa!" ucapnya pilu."Caranya?" Aku mendengus kesal."Ayah menyimpan sebilah keris di loteng rumah. Tersimpan rapi dalam kotak kayu. Mandikan keris itu oleh kembang setaman lalu lemparkan kembali ke pantai selatan. Masih ada kesempatan untukmu merubah takdir."
Bab 24Ribuan orang dari seluruh penjuru berkumpul di depan gerbang istana pantai selatan. Tinggi, pendek, hitam, putih, gemuk, kurus, rambut keriting dan berombak. Menjadi bukti bahwa Nyi Roro Kidul berpengaruh hingga ke pelosok tanah air. Beda penampilan, beda profesi. Ada dukun, artis, pengusaha, pejabat, nelayan, guru spiritual, pemilik hotel dan restoran, pelatih bela diri, pemangku adat istidat, bahkan ada ustad dan oknum lain yang berkedok agama. Semua diundang khusus dan kami memancarkan aura yang sama. Aura pengikut Nyi Roro Kidul.Enam pasukan ditugaskan mengatur jalan masuknya undangan. Kami berbaris rapi, memanjang ke belakang. Lalu pintu gerbang dibuka lebar, sehingga satu per satu melangkah masuk. Dayang-dayang menyambut di sisi dalam gerbang. Wajah ayu dengan rambut hitam panjang yang disisipi kuncup melati, mereka berpakaian serba putih dan perhiasan emas memenuhi bagian tubuh. Mereka menyuguhkan nampan berisi penganan klasik jawa kuno. Gethuk dan ongol adalah salah