Setelah memastikan seluruh luka di wajahnya telah tertutupi make up, ia bercermin melihat pantulan dirinya yang tengah tersenyum dengan balutan tanktop hitam dan jeans denim terlihat tampak casual namun tetap cantik. Sekilas, Chloe tersenyum masam begitu melihat banyak bercak keunguan di sekitaran lengannya.
Chloe sangat senang hari ini, ia akan pergi ke universitas dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswi. Sebab ini lah yang membuat Chloe sangat senang ketika Dave pergi mengurus pekerjaannya, ia berharap kalau bisa pria tempramen itu menetap dan tidak kembali lagi.
Dan hari ini, hidupnya dapat sedikit berubah. Setelah satu minggu ia mengurus segala keperluan kuliah, akhirnya Chloe dapat kembali melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sudah satu tahun ia tinggalkan.
Rasanya begitu menyenangkan sampai rasa perih di hatinya seketika hilang. Tangan mungil Chloe segera menyambar Hoodie hitam pemberian hadiah dari Dave yang tersampir di bangku dan memakainya, dengan langkah riang ia menuruni anak tangga hingga semua pasang mata pelayan menatapnya heran.
Gadis cantik berambut coklat itu tidak pernah terlihat sebahagia itu sejak menginjakkan kakinya ditempat ini bersama Dave. Yang mereka tahu, jika Chloe adalah gadis lugu dan sangat pendiam.
Karena, pada dasarnya Chloe adalah sosok yang gadis ceria. Namun, saat ia mengalami tekanan bersama Dave membuat Chloe menjadi kepribadian yang berbeda. Apa lagi jika mengetahui fakta, bahwa yang menjerumuskannya pada lubang hitam ini adalah Garvin, sosok kakak yang sangat ia sayangi sekaligus sebagai penghancur hidupnya.
Chloe merubah raut wajahnya menjadi datar dan dingin ketika sosok yang baru saja mampir di pikirannya, kini berdiri di hadapannya dengan tatapan menyelidik.
"Kau mau kemana? Siang-siang, seperti ini?"
"Bukan urusanmu."
Tepat saat ia menggeser tubuhnya hendak melangkah, Garvin menghalangi jalannya. Chloe mengendus dan berdecih, tidak suka dengan kelakuan pria itu yang sok peduli padanya.
"Menyingkirlah."
"Aku bertanya padamu, kau mau kemana?"
"Apa kau harus tahu dengan segala urusanku?" Nada Chloe masih sama, terdengar datar dan tak bersahabat.
"Bukan begitu, hanya saja kau dalam pengawasanku sekarang."
Chloe menghela napasnya lalu memilih jalan lain dan lagi-lagi Garvin menghalanginya.
"Kau ini kenapa? Tidak suka melihatku bahagia?" tanya Chloe, dan kali ini terdengar sarkastik.
Garvin mengerjap, ia tidak tahu harus membalas apa ucapan Chloe yang begitu melukai hatinya, meski dengan nada santai dan tidak memakai urat.
"Tolong, hentikan. Aku hanya ingin bahagia hari ini untuk mengisi tenaga agar tidak lemah jika melayani Dave. Jika aku lemah, aku akan dipukul dan dijambak oleh Dave. Kalau kau tidak suka melihat kebahagiaanku segera menyingkirlah. Aku harus mempunyai banyak energi untuk melawan penderitaanku yang dibuat olehmu."
Masih berdiri ditempatnya dengan termenung, meresapi kata demi kata yang dilontarkan Chloe. Bahkan, ketika gadis itu melewatinya dan berlalu pergi Garvin tetap bergeming.
Otaknya masih mencerna kalimat Chloe. Garvin sadar, seharusnya ia tidak bertanya sembarangan seperti itu jika tak ingin Chloe-nya terluka.
Seharusnya, Garvin hanya diam saja dan turut bahagia melihat wajah ceria Chloe yang sudah lama tidak ia tunjukkan, apapun yang menjadi alasannya, ia tak perlu tahu dan cukup menyaksikan. Garvin terlalu bodoh tidak menyadari perintah Dave yang menyuruhnya agar menemani Chloe yang dalam artian mengawasi dari jarak jauh.
Garvin mengerjap, kepalanya mengedar dan seketika sadar jika Chloe sudah menghilang dari hadapannya. Dengan berbekalan kata maaf, Garvin segera menyusul Chloe, memastikan gadis itu aman dan mengetahui kemana tujuannya.
***Kak Garvin! Aku ingin kuliah seperti temanku yang lain. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar keterima di universitas. Do'ain ya, Kak!Universitas Indonesia.
Garvin menatap papan yang bertuliskan nama kampus yang sudah lama diidamkan Chloe. Tempat dimana Chloe baru saja memasuki gedung itu dengan senyuman lebar.
Hari ini dimana senyuman bak mentari milik Chloe kembali hadir membuat hati Garvin menghangat. Pria itu seperti melihat sosok ceria Chloe yang sempat hilang.
Tapi, darimana Chloe mendapatkan uang untuk mendaftar? Apakah dari Dave? Itu opsi yang tidak mungkin. Keluar saja ia tidak boleh apalagi meminta uang untuk kuliah.
Aku sudah mengumpulkan uang untuk kuliah, selain dari Kak Garvin aku juga bekerja paruh waktu. Jadi, tidak terlalu merepotkan.
Masih terngiang di ingatan Garvin kala Chloe sangat gigih bekerja agar mendapatkan uang tanpa berniat merepotkannya. Apa uang itu masih ada? Jika benar masih ada, Chloe sangat beruntung telah berpikir seperti itu, menyimpan uangnya dan digunakan untuk hal bermanfaat. Setidaknya, ada objek peralihan agar semangat hidupnya bangkit kembali.
Mungkin, jika Garvin tidak dapat membantu adiknya itu secara langsung maka akan ia lakukan diam-diam. Garvin mengulum senyum, di otak kecilnya sudah tersusun banyak rencana agar Chloe selalu menampakkan senyuman.
Masih menampilkan jejeran gigi putihnya, Garvin merogoh ponselnya dan menekan salah satu nomor kenalannya.
"Hallo?"
Garvin terkekeh. "Ini aku, Garvin."
"Ah, bukan."
Garvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku ingin kau mengurus segala hal yang menyangkut Chloe di Universitas Indonesia, pastikan dia dapat berkuliah dengan nyaman."
Senyum Garvin tampak mengembang kala kenalannya itu langsung mengiyakannya. Tak berselang lama, panggilan itu terputus.
"Kuharap Dave lebih sering ke luar kota agar kau bisa berkuliah dengan tenang, Chloe."
***Chloe mengamati gedung-gedung tinggi itu dengan penuh minat. Senyuman lebar sedari tadi tak pernah luntur selepas ia menginjakkan kakinya memasuki lebih dalam.Dengan mengandalkan sisa uang tabungannya ternyata masih cukup untuk dia mendaftar di Universitas. Untung saja, letak universitas ke rumah Dave tidak terlalu jauh membuat Chloe tidak terlalu mengambil resiko jika ia harus mengejar deadline tugas hingga pulang terlambat, gadis itu harus memperhatikan jarak.
Dave akan pulang pada malam hari dan biasanya di jam delapan malam, maka sebelum jam delapan Chloe harus ada dirumah dan terdiam manis di atas kasur. Beruntunglah ia mendapatkan universitas yang dekat dengan kediaman pria arogan namun tampan itu.
Bruk!
Chloe terpekik kaget. Ia terlalu asik melamun dan mengamati setiap inchi gedung itu hingga tak menyadari jika ada seseorang di hadapannya. Tubuhnya bongsor, terlalu tinggi untuk ukuran normal, sepertinya senior. Tidak mau berbuat masalah di hari pertamanya kuliah, Chloe segera mengambil buku-buku yang terjatuh lalu membungkuk dan mengucapkan kata maaf.
"Maaf, aku kurang hati-hati. Ini bukumu."
"Leo!"
Belum sempat Chloe menyodorkan buku tersebut. Suara lengkingan seseorang memanggil mendahuluinya. Chloe mengernyit, suaranya terdengar tidak asing. Dan, ketika ia mendongak kedua matanya membulat, tidak menyangka jika seseorang yang kini berdiri di samping pemuda tinggi itu yang memanggil namanya.
"Chloe?"
"Chloe?""Nancy?"Betapa terkejutnya mereka ketika saling menyebutkan nama. Chloe tidak dapat menutupi raut wajah kagetnya bertemu Nancy di sini. Sesosok gadis dengan rambut pirang yang menjadi temannya di sekolah menengah.Tak beda jauh dengan Nancy, kedua mata gadis itu membulat sempurna melihat Chloe di tempat terbuka seperti ini. Maksudnya, suatu kejadian langka menemukan seorang Chloe di bawah langit. Berada di halaman rumah Dave saja rasanya tidak mungkin. Apa lagi berada di sini? Di suatu tempat umum yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman Dave."Apa yang kau ingin lakukan ditempat ini, Chloe?"Chloe tak langsung menjawab. Matanya mengerjap bingung, ia masih tidak percaya akan bertemu teman lamanya di sini."Kau sendiri, sedang apa di sini?" Nancy berdecak melihat tingkah konyol Chloe yang malah mengutarakan pertanyaan kembali. Nancy dibuat gemas.&nbs
"Kau cari mati, ya?!" semprot Nancy ketika mereka sudah tiba di belakang gudang yang sepi hingga Nancy lebih leluasa menyemprot Chloe dengan kata-kata yang sudah ia rangkai di otaknya.Chloe merunduk diam. Si cantik sudah tahu kemana arah pembicaraan Nancy, ia tidak berani menyela. Setidaknya, sampai Chloe sudah mengeluarkan uneg-unegnya."Apa Dave tahu soal ini?" Chloe menggeleng seraya memainkan ujung kukunya."Oh, astaga, Chloe! Bagaimana jika Dave sampai tahu?!" pekik Nancy tertahan, ia dibuat gemas dengan pola pikir Chloe yang tidak melihat segala resiko ke depannya.Nancy Steel Muffler, gadis asal Canada itu sangat mengetahui bagaimana hubungan Chloe dengan Dave. Bagaimana bisa? Nancy hanyalah gadis rantau yang awalnya hanya berniat mengunjungi pamannya, namun karena suatu hal ia terpaksa harus menetap di sini.Demi memenuhi segala kebutuhannya yang semaki
Garvin baru saja menjejakkan kakinya memasuki cafe bernuansa rustic yang terletak di persimpangan jalan. Sejauh mata memandang, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia datang ke sini. Hanya sedikit tambahan furniture yang terletak di setiap meja.Seorang gadis cantik dengan wajah oriental tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan menyambut kedatangan Garvin. Tampak jelas, raut antusias yang tercetak di sana.Garvin kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri gadis cantik berbalut midi dress berwarna putih dengan motif garis horizontal yang sudah duduk damai di kursinya.Tepat ketika Garvin mendaratkan bokongnya pada kursi kayu itu, mata keduanya bertemu pandang. Gadis itu masih saja memamerkan jejeran gigi putihnya. Cantik! Pria mana yang tidak terpesona dengan paras cantik seorang Celine Stewart? Model ternama dengan segudang prestasi dan lengkungan bibir yang manis.T
Mobil Audy hitam itu melaju kencang membelah jalanan yang tengah ramai. Celine bukan mengurangi laju malah semakin menekan pedal gas lebih dalam. Suara klakson dan umpatan dari pengemudi lain sudah acap kali gadis itu dapatkan.Tangannya yang memegang stir kemudi terkepal kuat, nampak jelas dari kuku jarinya yang memutih. Perlahan, matanya berkabut dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Rasa nyeri itu masih sangat terasa menghantam hatinya. Kilatan kejadian beberapa waktu lalu masih terngiang di kepalanya."Aku... sepertinya aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan selama ini. Aku terlalu naif mengatakan aku mencintaimu. Tapi, sekarang semua telah berubah. Nasib kita bertolak belakang."Kalimat Garvin dihadapannya ini seketika melunturkan senyum manis dibibir Celine. Gadis berparas cantik itu tidak menyangka akan disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Sedari tadi, ia sudah sangat bersemangat bertemu dengan
Tampak Arthur tengah berdiri di depan sebuah Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan pentas drama bertajuk Putri Salju dengan ia dan Chloe yang menjadi pemeran utama."Aku mencintaimu, Putri Saljuku.""Aku juga mencintaimu, Pangeranku."Gemuruh tepuk tangan di Gedung Kesenian ini seketika terdengar. Beberapa orang berdiri seakan kagum dengan pertunjukan yang dilakukan sekolah ini. Seluruh pemain tersenyum lebar. Ya, mereka telah berhasil menghibur.Para pemain dan pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya acara ini terlihat meninggalkan panggung satu persatu. Tak terkecuali, Arthur yang sontak saja menggenggam tangan Chloe untuk turun bersama."Kau sangat cantik hari ini, Chloe. Aku janji, pernikahan dalam drama ini akan ku wujudkan dalam dunia nyata." bisik Arthur selepas menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.
Dave hanya bisa mendengar rintihan Celine yang menyebut nama Garvin diselingi isakan tangis. Hanya bisa mengepalkan tangannya tanpa bisa melayangkan, melampiaskan amarah pun tidak bisa.Dave hanya bisa memendam. Memendam dalam diam rasa marah dan sakit yang tanpa sadar melukai hatinya. Meski dalam hati, ia mencoba menenangkan diri dengan kalimat aku akan membalasnya nanti.Meski tidak tahu apa yang terjadi pada Celine yang sebenarnya. Namun jelas terlihat jika gadis itu seperti dicampakkan. Terlebih lagi, Celine memiliki rasa cinta yang teramat dalam pada Garvin.Sedari dulu, sudah acap kali Celine melakukan hal yang membahayakan diri sendiri. Mengingat perkataan saksi mata jika mobil Audy hitam yang dikendarai gadis itu melaju sangat kencang sebelum akhirnya terjatuh ke dalam sungai.Dapat disimpulkan, jika telah terjadi sesuatu antara Garvin dan Celine. Mungkin benar, dugaan Dave yang mengata
Chloe masih tertidur dengan lampu kamar yang padam ketika Dave baru saja datang. Kemarin, ia langsung memesan tiket penerbangan malam dan kembali saat jarum jam mengarah pada pukul tiga dini hari.Pulang dengan cara yang tidak benar, tanpa ada salam penutup dan kata pamit pada kedua orang tua Celine. Dan juga, meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan di sana. Namun, semua sudah terkabuti amarah hingga ia memilih mundur.Dan Dave, membutuhkan pelampiasan yang dapat menenangkan hatinya. Tubuh itu menyusup, ikut masuk ke dalam selimut dan mendekap tubuh Chloe yang hangat, menelusupkan kepalanya pada perpotongan leher si cantik dan menghirup aromanya.Hingga kedua matanya mengarah pada belah bibir Chloe yang terbuka sedikit. Dave mendesis merasakan sesuatu bagian bawahnya yang mulai berkedut, mengembang, dan membuatnya sesak. Tubuh Chloe memang sangat menggiurkan, seperti itu saja membuat Dave terangsang.
"Perumahan Katedral, blok A nomor 14."Sedari tadi, hanya kalimat itu yang diucapkan Arthur berulang kali. Tangannya meraih bungkus sereal dan menuangkannya pada mangkuk dilanjut dengan susu putih yang sudah ia siapkan sebelumnya.Tadi sore, ia berhasil menemukan Chloe dan berinisiatif untuk mengikuti langkah gadis itu. Memasuki sebuah mobil Audy merah dan melesat jauh. Hingga akhirnya, mobil itu terhenti pada sebuah komplek perumahan yang tidak terlalu jauh dari kantor Dave.Sepertinya, anak sulung dari keluarga Taylor itu telah mempersiapkan segalanya. Terlihat dari dua penjaga yang selalu mengawasi sekitar di depan rumah.Selepas memantapkan hatinya, Arthur keluar dari mobil dan berjalan mendekat pada rumah bercat putih itu. Langkahnya memelan ketika dua penjaga itu melihatnya dengan penuh intimidasi."Aku adiknya Dave, anak bungsu dari keluarga Taylor." ujar Arthur yang sama sekali t
Pada awalnya Felix juga ingin menempuh pendidikan ditempatyang sama dengan Darren tapi mempertimbangkan nanti orang tuanya hanya bertiga saja jadi Felix memilih tinggal. Anak itu menempuh pendidikan di tempat yang sama dengan Mario."Kau terlihat senang sekali?" Dave yang baru selesai mandi segera menghampiri Chloe yang tengah mempersiapkan bajunya sambil tersenyum bahagia."Tentu saja. Aku sangat merindukan Darren." katanya."Kalian video call setiap hari dan masih mengatakan rindu? Astaga." Dave mengacak pelan rambut Chloe yang sudah tertata membuat wanitanya itu mengerutkan bibirnya lucu. "Melihatnya secara langsung jelas berbeda dengan melihat dilayar. Aku terkadang iri dengan Celine dan Garvin." katanya."Felix anak yang ceria dan tidak pergi jauh sehingga Celine bisa melihatnya setiap hari. Sedangkan Garvin melihat Darren setiap hari.""Kau benar juga. Daripada kita
"Jika, kau dan Dokter itu saling mencintai. Ceraikan saja Dave. Aku juga tidak ingin memiliki menantu jalang sepertimu."Perkataan sarkas yang di luncurkan Nyonya Taylor berhasil membuat lubang di hati Celine, begitu terjal sampai terasa sangat ngilu. Sungguh, rasanya mulutnya ingin meluapkan segala perkataan yang ingin ia katakan, tapi sayangnya hanya mampu sampai di tenggorokan karena rasa nyeri di hatinya sudah sepenuhnya mengambil alih. Bahkan, untuk mengeluarkan sepatah kata saja rasanya sangat sulit."Mama."Perhatian dua orang wanita dewasa itu teralihkan saat Felix tiba-tiba saja datang dan menghampiri mereka."Sayang.""Mama kenapa menangis?"Celine langsung merengkuh tubuh si anak tapi tak dapat membuat tangisannya terhenti. Nyonya Taylor memalingkan wajahnya tidak tega melihat keadaan cucu dan juga menantunya. Tapi, ma
"Dan, kau berniat menghancurkan rumah tangganya." sela Nyonya Taylor dengan pandangan bengis. Mungkin, jika muncul sinar laser di sana Ansel sudah tinggal nama."Iya, pada awalnya memang seperti itu. Tapi, ketika aku melihat Felix, aku kasihan pada anak itu.""Lantas, mengapa kau bisa berbuat seperti itu pada Celine?""Saya bukanlah orang munafik yang mengatakan bahwa saya sudah tidak lagi mencintai Celine. Saya masih mencintai menantu Nyonya."Nyonya Taylor menggertak giginya kuat-kuat. Dave dan Chloe belum usai, menanti pertamanya itu masih berada di rumah intensif dan belum ada kemajuan untuk penyakitnya. Sekarang, di tambah lagi dengan permasalahan Celine dengan Dokter yang bern
Dave yang menyadari kehadiran sang anak tak berani mendekat. Darren sedang dikabuti dengan kesedihan dan ia tidak ingin Darren semakin tertekan melihatnya jika ia menghampiri anak itu. Toh, Darren sedang bersama Emily dan ia percaya jika wanita itu dapat menjadi tumpuan untuk Darren. Lengkap sudah penderitaan Dave, ia sangat tidak becus menjadi ayah dan sangat tidak bertanggung jawab sebagai suami. Pantas saja, Chloe menggugat cerai padanya."Terkadang Tuhan menggunakan rasa sakit untuk mengingatkan, mengoreksi, mengarahkan, dan menyempurnakan hidup kita. Bertahanlah, Chloe. Aku janji aku akan menjadi ayah dan suami yang baik untukmu.""Baiklah, Bi. Aku mau." Darren berbalik dan langsung mengangguk pada Emily.Emily tersenyum. "Darren memang anak baik. Kita makan sekarang, yuk."Nyonya Jacobs itu menuntun Darren agar duduk di kursi tunggu dan mulai menyiapkan m
"Wow, kau bahkan rela mengungkap identitas mu sebagai dokter tripel-board, Nona Joko, demi menyelamatkan Chloe?" Ansel yang sedari tadi menunggu di luar berkomentar saat Yuna keluar ruanganDokter Joko atau si kelinci kuning adalah salah satu dari beberapa dokter terhebat yang pernah ada karena memiliki kemampuan super jenius juga menjadi kebanggaan rumah sakit tempatnya bekerja selama ini. Joko atau Yuna selama ini begitu dihormati ketika berkarir di Amerika karena kemampuannya. Berbagai pujian sering mendatanginya karena hasil kerjanya yang selalu memuaskan. Petinggi rumah sakit mereka yang terdahulu yang pernah divonis lumpuh bahkan kini menunjukan perubahan signifikan setelah di operasi oleh Yuna, oh ya dia juga bagian dari tim peneliti yang menciptakan vaksin untuk sebuah virus berbahaya. Walau masih muda perstasinya sangat mengagumkan. Yuna selain pada dasarnya cerdas dia juga sangat ambisius dan selalu ingin menjadi yang terdepan maka inilah hasilnya.
Pesta besar di kediaman Taylor sekaligus penyambutan kembalinya putra sulung yang menempuh pendidikan di negeri jauh, Amerika Serikat.Kedatangannya telah ditunggu dan rupanya bukan hanya oleh keluarga dirumah tapi satu negara ini karena bahkan di bandara internasional yang menjadi tempatnya mendarat nanti bak pesta sambutan pribadi telah diatur dengan sedemikian rupa oleh penggemar keluarga pengusaha.Sementara dibandara begitu diramaikan oleh orang yang menunggu anak pertama keluarga Taylor, dirumah kediaman diramaikan oleh gelak tawa anak-anak yang katanya ikut membantu para orang tua untuk menyiapkan acara penyambutan.Di pimpin oleh Axel yang mana paling tua diantara rombongan anak-anak entah sudah berapa kali mereka memecahkan balon hingga mengagetkan. Meskipun sudah di tegur pun akan terjadi lagi dan lagi. Itu yang disebut membantu?"Kak~" suara Mario yang merengek karena terus saja di jahili Felix dan Leo.
Sebagai jawaban dari pihak salah satu rumah sakit ternama di Amerika - John Hopkins yang dimintai tolong oleh dokter rumah sakit Indonesia, mereka mengatakan kalau salah dua dari dokter hebat mereka tengah berada di negara tersebut dan dengan senang hati akan memberikan bantuan.Ketika mereka menanyakan apakah bisa membantu seorang pasien yang sedang dalam keadaan kritis karena sumsum tulang belakangnya yang patah dan menusuk dada hampir mengenai jantung sosoknya langsung terpikirkan. Dokter dengan sertifikat tripel-board yang juga merupakan lulusanterbaik universitas John Hopkins dan bahkan meraih gelarnya di usia muda.Namun tidak terpikirkan sebelumnya kalau dokter tersebut terlihat begitu belia. Yeah, di mata para dokter senior tentu saja sosok yang kini berdiri sambil menunjukan tandapengenal dari rumah sakit bergengsi itu masih sangat belia bahkan mungkin bisa terlihat seperti anaknya kalau mereka jalan bersama.Yang mereka pi
"Kalau kau sungguh ingin dia sembuh, maka jangan bertindak seenak jidatmu. Biarkan mereka yang mengerti menanganinya. Setidaknya dengan begitu aku bisa merasakan sedikit simpatimu."Rasanya sesuatu ikut meremas hati Emily, ia bisa merasakan bagaimana kesakitan dalam setiap ucapan yang keluar dari mulut Garvin, cinta seorang kakak kepada sang adik yang luar biasa besar dan ketakutan akan kehilangan. Entah bagaimana sesungguhnya rumah tangga pasangan Taylor ini hingga tampaknya Garvin sangat membenci seorang Dave Taylor.Dan, Dave sendiri terlihat begitu bersalah. Apakah rumor yang beredar tentang rumah tangga Dave Taylor dan kedua permaisurinya adalah kebenaran? Bahwa dia hanya mencintai salah satunya saja dan tidak dengan keduanya? Bahwa sang ratu sesungguhnya di anggap oleh Dave hanya sebatas tragedi sementara selirnya adalah cinta yang sesungguhnya?Astaga. la tidak berani membayangkan hal itu terjadi padanya. Membayangkan membagi
Pada sebuah taman bunga yang luas, yang udaranya terasa segar dan sangat sulit ditemukan di kota Jakarta. Chloe Moretz Lautner merasakan kalau dia seperti sudah berada di belahan bumi yang lain karena betapa menyegarkannya tempat ini.Tenang, segar dan sangat nyaman. Bunga-bunga yang tumbuh juga menebarkan semerbak wewangian memanjakan penciumannya."Di mana ini?" ia bertanya-tanya sembari kakinya melangkah pada jalan setapak untuk menyusuri semakin dalam padang bunga tersebut."Tempat yang indah dan nyaman. Tapi, apakah aku seorang diri?" Oh ya, apa tidak ada orang lain lagi yang mengunjungi tempat seindah ini? Kenapa hanya ada dirinya. Padahal tempat ini sangat cocok untuk piknik keluarga atau kalau tidak mungkin bisa berkencan. Seperti Edward Cullen dan Bella Swan."Chloe." baru saja gadis cantik itu memikirkan tentang piknik atau kencan, telinganya mendengar suara seseorang memanggil namanya.Di