POV Kayla. “Mak, jangan gitulah, aku kan, sudah berusaha ikuti kemauan Emak, jadi biarkan juga aku bahagia dengan pilihanku, Mak,” jawab Bang Dafa.“Kayla, ini mantu kesayangan Emak. Apa pun yang dia lakukan selalu benar di mata Emak. Kamu itu yang stres! Otak kalian di mana? Masa iya, Mak sakit di jalan harus dibawa pulang ke rumah? Ya, betul, dong, dibawa ke rumah sakit apa lagi rumah sakit ini Emak yang buat pakai duit Emak. Kalian itu hanya pekerja di sini! Kalian bawahan Emak!” cerocos emak. Bang Dafa mengkeret.“Dengar sendiri kan, kalau kalian hanya bawahan di sini, jadi jangan sok, jagoan apalagi berusaha menyingkirkan aku dari Emak. Kamu Bang punya otak dipakai buat mikir bukan hanya buat hiasan doang,” sindirku lagi.“Kay, diam mulutmu itu!”“Terserah aku lah, Bang mulut-mulut aku, kok! Kalau tidak mau aku omelin ya, enggak usah ke sini, dong! Abang itu harusnya ke sini tanya keadaan Emak, tanya kenapa Emak bisa begini. Perhatian gitu sama Emaknya bukan malah bikin ornar d
POV Kayla. Yes! Tua bangka ini berhasil ke sini.“Bapak, ya, Allah, kenapa penampilan Bapak acak-acakan begini?” tanyaku pura-pura panik.“Panjang ceritanya. Bagaimana keadaan, Emakmu?”“Seperti yang Bapak, lihat. Emak sudah lebih baik, hanya saja penyakit yang lain harus benar-benar diobati. Bapak ini kenapa, sih?”“Ceritanya panjang, Kay.” Bapak terduduk lemas di sofa. Begitu juga dengan sopirnya. Gegas aku ambilkan minum. Imageku harus baik di mata mereka. Jangan sampai mereka tahu aksiku.“Bapak aku antar ke IGD dulu, yuk, sepertinya Bapak harus mendapat pertolongan pertama. Lihat ini tangan Bapak juga terluka,” kataku lagi.Tangan itu aku masih ingat sekali tangan yang dengan kejamnya menampariku berkali-kali. Aku pastikan tangan ini tidak akan pernah bergerak lagi untuk selamanya.“Tidak usah, Kay, suruh Dafa ke sini saja,” jawab bapak.Segera kutelepon Bang Dafa agar dia mau datang ke sini. Eh, ternyata ada pesan dari Abangku. Lebih baik aku baca dulu WA-nya. Pasti ini pentin
POV Kayla. [Amankan, Bang. Terima kasih banyak atas bantuannya. Gunakan uang itu sebaik mungkin. Ingat, Bang, kita harus benar-benar jaga rahasia ini. Pastikan anak buah Abang tidak ada yang berkhianat.][Baik, Kay. Kamu jaga diri baik-baik. Ya, Abang dan ke dua teman Abang akan bagi rata uang ini. Kami akan merantau sampai kamu menyatakan keadaan aman.][Sampai jumpa, Bang.][Sampai jumpa, Dik. Kamu pun harus jaga diri baik-baik.]Tak kubalas lagi pesan dari abangku. Aku sudah cukup puas dengan hasil kerja mereka. Tuhan, maafkan aku. Lindungi abangku dan teman-temannya dari bahaya.“Senyum-senyum baca WA dari siapa, Kay?” tanya emak. Duh, emak ini selalu saja memperhatikanku.“Dari Bang Dafa, Mak. Lihat HP Emak deh, Bang Dafa update status terbaru dan itu aku yang suruh.”“Oh, ya? Tolong ambilkan HP Mak, di tas.”“Bapak datang kapan, Kay?”“Semalam jam 12 kalau tidak salah.”“Biarkan Bapakmu istirahat. Kasihan.”“Bentar lagi, subuh, Mak. Apa tidak sebaiknya dibangunkan saja?”“Tidak
POV kayla.“Bang, Bapak kenapa, Bang!?” tanyaku pura-pura panik. Bagaimana tidak? Bapak mertuaku kejang-kejang. Matanya melotot ke atas.Bang Dafa memberikan pertolongan pertama pada bapak. Aku bingung harus berbuat.“Ke klinik terdekat, Pak!” teriak Bang Dafa pada supir kami.“Jangan, Bang, kalau parah begini tidak bisa dibawa ke sana pasti mereka juga bakalan merujuk ke rumah sakit yang lebih besar,” tolakku.“Pak, ke rumah sakit!” teriak Bang Dafa lagi.“Pak, buruan lama banget, sih!” bentakku pada sang supir padahal sebenarnya aku senang kalau mobil ini lama sampainya.Aku berharap tua bangka ini mati di jalan.Wajahnya sudah membiru sepertinya memang aliran oksigen terhalang masuk ke dalam paru-parunya.Apa bapak tersedak juga? Kan, tadi sedang aku suapi makan. Ah, terserah saja yang penting keadaan ini menguntungkanku.Beginikah rasanya balas dendam terpenuhi. Hati terasa amat bahagia dan juga puas?Ini belum seberapa dibandingkan penderitaan ke dua orang tuaku saat meregang nya
POV Kayla. Astaghfirullah ... kubayangkan wajah Risa yang memerah karena marah dan juga ekspresi sedihnya. Pasti dia sedang berusaha mendobrak salah satu pintu kamar kami yang dia curigai.Memang dikira enak berbagai suami? Rasain semoga saja dia sadar.Kuhapus panggilan masuk dari Risa. Aku tidak mau ketahuan oleh Bang Dafa. Bang Dafa tidak mungkin marah sih, tapi si Risa itu pasti akan mencak-mencak jika kita bertemu nanti, jadi kalau tidak ada bukti kan, aku bisa mengelak kalau pun dia memperlihatkan riwayat panggilan kami yang lumayan panjang itu aku akan tetap bilang kalau tidak tahu dan mungkin kepencet.Gegas aku kembali ke IGD aku berharap dapat kabar duka dari Bang Dafa.Sampai di IGD supir kami sedang duduk sendirian seraya main HP itu artinya Bang Dafa belum keluar dari sana.“Bagaimana, Pak, apa Bang Dafa sudah keluar?” tanyaku basa-basi.“Belum, Non. Oh, iya, Non, aku mau izin untuk makan siang dulu apa boleh? Dari pagi aku belum makan,” tanyanya takut-takut.“Ya, boleh,
“Masalah brankas di rumah gimana, Bang?”“Ini mau Abang urus. Anak buah Bapak pasti bisa mencari pelakunya,” jawab Bang Dafa.Duh, semoga saja Abangku sudah pergi jauh dan tidak meninggalkan jejak apa pun.“Apa semalaman sebelum kamu ke sini tidak ada yang mencurigakan, Kay?”Aku menggeleng dengan ekspresi pura-pura bodoh.“Aku dan Emak pergi keluar itu sore Bang, sekitar jam 5an, kami saja salat Maghrib di luar. Di rumah hanya ada Kakak dan itu pun dia sedang makan mie,” jawabku seraya mengingat-ingat.“Oh, apa kakak lupa kunci pintu? Tapi, rasanya tidak mungkin karena Kakak tipe orang yang sangat teliti,” ujar Bang Dafa menerka-nerka.“Bang, namanya juga manusia pasti ada lalainya. Barangkali memang Kakak lupa kunci pintu. Ingat Bang, terjadinya kejahatan itu karena adanya kesempatan. Mungkin maling itu tidak sengaja datang ke sana. Kalau menurutku sih, Bang ini terjadi karena kecerobohan Bapak. Kan, Bapak yang terakhir pergi ke sini.”“Tapi, Bapak pulang dari kebun langsung ke sin
POV Kayla. “Aku dari tadi memang sudah di sini, Beb. Bapak sakit. Makanya kamu jangan main HP saja, jadi tidak tahu kan, kalau Bapak kritis,” jawab Bang Dafa. Aku suka sekali keributan.“Apa? Sakit? Jangan alasan!”“Terserah kamu, percaya atau tidak!” bentak Bang Dafa.“Ayo, kita pergi!” ajak Bang Dafa padaku.“Mas! Mas, tunggu!” cegah Risa.“Kamu tidak boleh sama si udik ini. Ayo!” Dokter Risa merebut lengan Mas Dafa yang menggandengku“Bang, terima kasih untuk yang tadi!” teriakku sebelum mereka benar-benar menjauh dariku.“Iya, aku juga terima kasih,” jawab Bang Dafa.Yee ... aku pastikan pikiran Risa melayang-layang ke awan. Dia pasti menduga yang tidak-tidak.Sebelum masuk ke ruang perawatan emak aku harus memastikan abangku ada di mana jangan sampai mereka tertangkap anak buah bapak.[Bang?][Iya, Dik, Abang ada di seberang. Ini sudah naik kapal.][Anak istri Abang?][Abang ajak, Abang bilang mau cari peruntungan di ibu kota.][Teman-teman Abang?][Ikut juga.][Hati-hati, Bang.
POV Kayla. “Sudah, Mak, jangan dipikirkan nanti malah Emak makin sakit. Dengar kan, tadi kata dokter.”“Tidak bisa, Kay, itu uang kami satu-satunya.”Emak terus saja menangis dan aku dengan senang hati menyaksikan ini.[Bang, sudah sampai?][Sudah, Dik. Abang langsung ke hotel.][Jalankan rencana ke dua, Bang.][Siap!]Aku tidak sabar menunggu aksi abangku lagi sambil aku membujuk emak agar tidak terlalu sedih.Sampai aku memanggil Bang Dafa untuk segera datang.“Kata Dokter Alif, Emak barusan ditindak lagi?” tanyanya. Aku mengiyakan.“Mak, sudah jangan dipikirkan. Nanti aku akan cari orangnya sampai dapat.”“Tidak bisa, Dafa. Emak tidak bisa bersikap biasa saja. Itu uang kita satu-satunya.”“Aku masih ada tabungan Mak, kita bisa pakai tabungan kita. Makanya lain kali itu dengerin apa kata anak. Sebaiknya uang itu tarok di bank saja bukan malah di rumah begitu.”“Tapi, selama puluhan tahun ini aman, Bang. Mungkin itu yang jadi pertimbangan Emak,” sahutku.“Zaman sekarang beda dengan
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p