Benar, mungkin saja begitu keadaan Reni.“Apa Reni selama di sini sikapnya baik, Bu Bidan?” tanyaku lagi pasalnya kalau dia aneh-aneh dan tidak hormat pada Bidan Sri, kan, keterlaluan.“Em, ya, begitu. Gampang marah dan juga suka teriak-teriak histeris. Dia menitipkan HP-nya pada suster minta dijualkan. Katanya tidak sanggup lihat wajah cantiknya yang dulu dengan wajah dia yang sekarang,” jelas Bu Bidan.Susanti cekikikan mendengar itu.“Kalau susuknya habis apa Reni bisa kembali seperti dulu, Bu Bidan?”“Kurang tahu, juga, tapi semoga saja perlahan membaik kalau dia rajin ibadah dibarengi perawatan.”“Boro-boro ibadah. Dikasih tahu saja bikin kesal, kok, Bu Bidan. Untung Bu Bidan sabar. Kalau tidak pasti itu Reni sudah dibuang di jalanan,” sahut Susanti.“Itu sudah resiko kami sebagai tenaga medis profesional. Bagaimana pun sifat pasien, kami harus terima dan kami harus layani. Karena menjadi orang sakit itu tidak mudah. Menjadi orang sakit itu banyak sekali hal-hal yang tiba-tiba mu
“Astaghfirullah ... Mbak, mukanya kenapa. Ngeri amat?” celetuk salah seorang ibu rombongan yang baru saja masuk. Pasti mereka hendak menjenguk bayi yang tadi baru saja dilahirkan.Reni tidak menjawab, dia langsung menjauh pergi masuk ke kamarnya.Bidan menyambut hangat rombongan barusan. Aku dan Susanti gegas pulang. Sudah jam 2 siang. Kalau untuk jahit nanti malam berdua insya Allah dapat 5 stel baju. Lumayan. Aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin.“Ren, kamu tahu tidak HP Intan? Sepertinya tidak dibawa ke rumah sakit terakhir kan, waktu dia bertengkar dengan Mas Arman itu.”“Oh, iya, ya, Mbak. Duh, di mana, ya? Jangan-jangan HP itu di atas plafon Mbak? Kan, terakhir Intan sembunyi di sana.”“Pas turun di bawa, enggak?”“Kayaknya enggak, kan, pas di bawah langsung berantem sama Mas Arman. Kenapa, Mbak? Jadi horor, ya? Takut ya, Mbak?”“Ih, bukan gitu, San. Kamu itu, ya, sama orang yang sudah meninggal aja takut. Mereka tidak akan pernah kembali lagi, San.”“Lah, kata siapa itu
“Tapi, kenapa harus kamu, Nak. Kamu orang baik, kamu selalu sabar, kenapa harus kamu! Kenapa orang-orang nakal itu harus menularkan aibnya padamu.” Ibu makin histeris, beliau tergugu di pelukan Mas Nanang.“Kita besok tunggu hasilnya ya, Bu. Jangan buat Fatki makin cemas. Kita harus doakan dia, kita harus support.” Ibu mengelap air matanya lalu memelukku.“Sabar ya, Nak. Kuat ya, Nak, ada Ibu di sini.” Tak kuasa lagi aku menahan air mataku. Tangis yang kutahan sejak tadi akhirnya pecah juga.“Benar kata Fatki, Bu, tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah sudah berkehendak. Semoga saja ada keajaiban untuk Fatki. Ibu tahu, tetangga kita Bu Helmina? Itu pun suaminya terkena Virus HIV AIDS dan baru ketahuan waktu suaminya mau meninggal dunia. Suaminya baru jujur kalau dia mengidap penyakit itu dua tahun setelah bertugas di Bandung. Padahal kita tahu, kan, suaminya Bu Helmina seorang yang alim terkenal baik pada siapa pun dan juga seorang tenaga medis yang gagah perkasa. Bertahun-tahun sua
Assalamualaikum selamat pagi semuanya ... yuk, bantu follow akunku! Sebelum lanjut ke cerita aku mau kasih penjelasan sedikit tentang beberapa bab sebelumnya, ya? Agar tidak salah tanggap.Pertama, Aku sebagai penulis tidak pernah menjabarkan bahwa HIV-AIDS itu penyakit aib. Yang bicara penyakit aib di sini adalah para tokoh di cerbung ini. Karena memang kenyataannya di masyarakat HIV-AIDS masih dianggap tabu dan dianggap aib. Sekali lagi bukan aku sebagai penulis yang bilang itu penyakit aib. Tolong dibaca baik-baik.Kenapa orang-orang beranggapan ini penyakit aib? Karena penderitanya atau tersangka utamanya adalah memang orang-orang yang suka jajan seks bebas yang kalau di masyarakat kita sendiri orang-orang tersebut bawa aib dan image kotor untuk dirinya sendiri.Virus HIV itu tidak bisa terdeteksi dengan cepat seperti virus-virus yang lain. Paling cepat itu 2 minggu sampai dengan 2 bulan. Ini paling cepat. Tergantung anti bodi si penderita. Karena Virus ini yang diser
Ke dua tentang dibilangnya cerbung ini seperti baca buku agama. Oke, terima kasih sekali. Kalau tidak suka skip saja. Karena memang dari awal cerita ini lounching background dari para tokoh utama di sini adalah anak pesantren. Kalian tahulah anak pesantren seperti apa? Mereka menyampaikan apa yang mereka pelajari di pesantren dari para kiyai, dan guru ngaji mereka ke orang lain sebagai bentuk dakwah mereka.Ini sih, berawal dari susahnya mengurus jenazah Sintia. Fatki dibilang sudah seperti ustazah saja datang-datang memperhatikan mayat Sintia.Jadi, dalam agamaku sebagai yang menulis cerbung ini memang kalau melayat dan membuka kain penutup wajah sang mayit selalu dianjurkan untuk mendoakan sang mayit tersebut.Jika dia kuat boleh membuka penutup wajah jika tidak pun tidak apa-apa, tapi perkara mendoakan itu wajib.Aku paham, mungkin ada yang tidak bisa terima dengan penjelasan tentang eyelash extension di part itu, tapi percayalah apa yang aku sampaikan di sana benar
🌸🌸🌸"Apa Mbak Fatki sibuk? Maksudnya sekarang ini?" Aku mengangguk karena aku memang mau jahit baju. Dari sini juga terdengar deru mesin jahit, itu pasti susanti yang sudah menggoes duluan."Aku mau jahit, Mas.""Gini, Dik, Mas Fais mengajak kita untuk mengantarkan kamu cek lab sore ini juga," jelas Mas Nanang."Sore begini? Memang bisa?""Bisa. Kita Prodia aja. Di sana memang layanan khusus dan Dokter juga stanbay 24 jam," sahut Mas Fais.Aku melihat ke arah Mas Nanang dan ibu untuk meminta pendapat. Mereka mengangguk.“Lebih cepat, lebih baik, Dik. Kita jadi tidak kepikiran lagi.”“Tapi, besok gimana, Mas?”“Ya, antar saja Reni. Dia pun harus mendapatkan perawatan segera.”“Baik, Mas, aku salat dulu.”Aku dan ibu gegas ke atas untuk salat asar.Terlihat Susanti serius sekali pada mesin jahitnya sampai tidak menyadari kedatangan kami.“San ....” Kupegang bahunya.“Mbak, salat, udah asar dari tadi.”“Kamu istirahatlah dulu pasti capek kan, tadi kita habis keliling.”“Dapat sat
“Banyak zikir banyak doa,” sahut Mas Fais.Hasbunallah wani’malwakil ni’malmaula wani’mannashiir ... cukuplah bagi kami, Allah sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong.Aku terus mengulang zikir ini di lisanku. Pak yaiku bilang zikir ini sebagai bentuk rasa takwa dan iman ke pada Allah dan menyerahkannya segala urusan dan masalah kita pada Allah. Dengan berzikir ini Allah akan berikan kita pertolongan dan perlindungannya.“Tegang ya, Dik, sampai keringat dingin gini? Padahal ini senja loh, adem. Lihat langitnya juga indah sekali. Subhanallah ....” ucap Mas Nanag seraya menunjuk ke luar jendela.Aku melirik saja. Jujur memang aku masih deg-degan.Alhamdulillah aku ada uang dari hasil jual tanah itu. Kalau tidak mungkin aku sudah kelimpungan cari pinjaman ke sana ke mari. Kalau pakai BPJS jelas tidak bisa tercover semuanya.“Mas Fais apa tidak menyewakan rumah?” tanya Mas Nanang.“Ada, Mas, tapi di daerah Sukarame sana untuk anak-anak kuliah, ada juga di gedung meneng, tapi
Selesai pengambilan darah sudah masuk waktu Maghrib akhirnya kami salat dulu. Hasilnya juga masih lumayan lama. Salatku kali ini benar-benar lebih khusuk dari sebelumnya. Aku seperti melaksanakan salat terakhirku. Aku sudah pasrahkan semuanya apa pun yang terjadi nanti.Allah, aku tahu dosaku sangat banyak aku juga tahu selama ini tidak bisa menjadi seorang istri yang baik, tapi kalau boleh aku minta, tolong sehatkan aku, jauhkan aku dari sakit itu. Aku berpasrah padamu karena engkau sebaik-baiknya penentu takdirku.Kusempatan untuk tilawah sebentar pokoknya aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku ini.“Dik, sudah belum? Apa kita salat isya sekalian di sini?” tanya Mas Nanang. Dia datang menghampiriku.“Iya, Mas. Kita salat isya sekalian.” Kulihat jam dinding memang 20 menit lagi masuk waktu isya.Mas Nanang keluar dia pasti mau menemui Mas Fais.Rasanya pun aku Maghrib ini begitu nyaman dan tenang berbeda dengan Maghrib-Maghrib sebelumnya.Selesai salat isya kami langsung kembali ke P
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p