Assalamualaikum selamat pagi semuanya. Bantu follow akunku yaaaa.🌸🌸🌸Sudah seminggu sejak kejadian Intan kabur di hari pernikahannya. Sejak itu pula aku belum mendapatkan kabar apa pun tentang dia.Rumah Mas Arman sudah mulai direnovasi oleh penghuni barunya, kabarnya dari emaknya Susanti, Mas Arman saat ini sementara ngontrak di salah satu kontrakan milik rentenir itu.Aku akui mental Intan sungguh patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, di usianya yang belum genap 20 tahun dia sudah berani melangkah jauh mengikuti perkembangan zaman. Iya, kalau yang dia pakai untuk bergaya itu hasil kerjanya. Ini dia hasil ngutang dengan rentenir pula.Bapak selalu bilang hutang adalah perkara serius. Bagi siapa pun entah nominalnya sedikit ataupun banyak. Besar ataupun kecil oleh sebab itu apabila kita berhutang diwajibkan untuk segera membayarnya.Sebenarnya hutang itu sah-sah saja asalkan untuk keperluan urgensi misal untuk berobat dan untuk makan. Kalau sudah urusan perut tidak bisa ditunda
“Ruko yang di depan bukan milik Mas Fais, San, tapi punya Bu Hajah Halimah. Beliau mana tahu permasalahan orang lain, jadi jangan salahkan siap pun Mas Arman sewa di situ. Salahkan Mas Arman saja. Aku yakin ada maksud terselubung Mas Arman sewa di sana.”“Mbak, benar.”“Tapi, San, kok, kamu tahu kalau Mas Arman di sana?”“Tahulah, Mbak, tadi emak cerita katanya mantan suami Fatki juga sewa ruko di Mega Property, jadi aku langsung tancap gas balik lagi. Nah, pas kebetulan banget itu mereka baru pindahan,” jelas Susanti.“Ya, sudah, ayo, San, kita masuk! Lebih baik kita pura-pura tidak tahu saja dari pada nanti kita dikatain kepo sama mereka,” ajakku pada Susanti.“Dik, tunggu dulu!” panggil Mas Arman. Nah, kan, belum apa-apa dia sudah memanggilku.“Pura-pura enggak dengar, San, ayo, masuk!” Susanti mengiyakan.“Tunggu dululah, kalian pasti heran, kan, aku bisa pindah ke sini. Ini aku mau kasih undangan pengajian nanti malam,” ucap Mas Arman seraya memberikan selembar kertas padaku.“Bi
~k~u🌸🌸🌸Acara kenduri di ruko Mas Arman berlangsung cukup meriah. Bagaimana tidak dia menyewa orgen tunggal untuk jadi hiburannya nanti setelah acara yasinan selesai. Tamu undangannya juga banyak sekali, tapi aku tidak melihat keluarga Paman Tohir sama sekali. Pasti mereka malas datang atau malah tidak diundang oleh Mas Arman?Aku dan Susanti sengaja duduk di dekat pintu keluar agar memudahkanku untuk segera pergi setelah yasinan selesai.Tadi sebenarnya aku malas sekali untuk berangkat ke sini, tapi ibu memaksa kata ibu kalau dapat undangan dari orang wajib datang asal tuan rumahnya tidak aneh-aneh dan segera pulang begitu acara doa bersamanya selesai.“Ibu-ibu semua ayo, dicicipi kuenya. Ini kue mahal loh, sengaja aku pesan langsungdari pabriknya,” ucap Reni.“Norak banget!” sahut Susanti.“Oh, iya, nanti setelah baca doanya selesai jangan pulang dulu, ya, Ibu-ibu, kita makan malam dulu. Aku sengaja pesan makanan khas timur tengah. Nah, yang ada di dalam besek ini makanan khas P
“Iya, benar. Mungkin Intan malu atau dia tidak bahagia dengan pernikahannya atau mungkin juga dia lagi sakit, San.”“Iya, mungkin ya, Mbak. Hi hi hi kapok! Rasain, emang enak jadi istri ke tiga bandot tua,” ujar Susanti lagi.“Ssstt ... jangan suka tertawa di atas penderitaan orang lain, San. Kita tidak tahu nasib kita ke depannya bagaimana. Kita cukup mendoakan saja dan doa tolak bala untuk diri kita agar kita tidak bernasib sama seperti itu.”“Iya, Mbak, siap! Tapi, memang mulutku ini gatel pingin ngetawain Intan. Tak disangka gadis cantik itu jodohnya aki-aki. Kalau mantan pacarnya tahu, pasti bakalan syok juga.”“Jangan pula kamu sebarkan aib Intan, San. Ingat tutupi aib saudaramu niscaya Allah akan menutup aibmu. Kita ini sama-sama punya dosa dan aib mau itu yang memalukan ataupun yang menjijikkan.”“Iya, Mbak, maaf. Aku janji deh, akan jadi orang baik seperti Mbak Fatki.”“Jangan seperti aku dong, San. Seperti para Ummul mukminin.”“He he ... iya, Mbak.”“Nah, Bapak-bapak ... Ib
POV Risa“Mas, sendoknya mana?” tanyaku pada Mas Dafa. Saat ini kami sedang makan bersama.“Tidak ada sendok, Beb. Kamu tahu kan, ini namanya makan bersama kalau di kampung memang begini. Di sini kalau kumpul keluarga lebih asyik begini makannya. Pakai tangan itu nikmat sekali dan juga menyehatkan,” jawab Mas Dafa. Aku diam saja. Mau protes juga rasanya percuma. Mas Dafa sepertinya sangat menikmati momen makan besar ini.Bayangkan saja makannya pakai daun pisang yang disusun memanjang. Ada sekitar 25 orang dewasa dan anak-anak makan bersama di situ saling ngobrol dengan bahkan ada yang menyuapi anaknya. Kesannya jorok sekali.Aih, memangnya dikira mereka ini sedang Pramukaan? Ini di rumah, piring juga banyak. Sudah gitu Mas Dafa ini termasuk keluarga berada masa makannya beginian? Enggak berkelas banget. Mau protes, tapi ini di rumah calon mertua kalau nanti aku banyak tanya ini dan itu yang ada mereka akan menertawakanku dan juga tidak suka padaku. Huh, benar-benar menyebalkan. Bak m
POV Risa🌸🌸🌸“Perempuan seperti ini yang bakal jadi menantu di rumah ini? Kerjaannya saja main HP. Orang-orang sibuk beres-beres dia duduk manis di sofa dan main HP. Kayaknya kamu perlu pikir-pikir ulang, deh, Daf. Mencari pendamping hidup bukan hanya untuk sehari dua hari, tapi untuk selamanya. Kalau modelannya saja seperti ini bagaimana dia bisa ngurus kamu sebagai suami dalam jangka waktu yang lama?” ucap kakaknya Mas Dafa lagi.Ah, terserah saja dia mau ngomong apa. Selagi bukan Mas Dafa yang menegurku, maka tidak akan aku penuhi permintaannya.“Bang, aku beresin dapur dulu, ya, setelah ini antar aku pulang,” ucap cewek tadi. Suaranya dimanja-manjain.“Iya,” jawab Mas Dafa.Awas kamu, Mas, pulang dari sini bakalan aku kasih pelajaran.“Mas, aku ke kamar dulu, ya? Nanti kalau sudah mau keluar nganter cewek genit itu WA saja.” Mas Dafa mengiyakan.Aku masih ingat kalau di tasku selalu ada pil tidur dosis rendah. Obat ini memang sengaja aku beli untuk mempermudah aku istirahat.R
POV Risa.“Kalau begitu aku permisi tidur duluan ya, Mas, semuanya,” pamitku dengan hati berbunga-bunga sebentar lagi obat itu akan bereaksi dan Mas Dafa tidak akan mengantarkan gadis udik itu pulang. Aku juga penasaran mau lihat ponselku. Tadi aku matikan begitu saja saat bapak kirim pesan marah-marah padaku.“Bang, ayo, antarkan aku pulang!" rengek perempuan itu.“Iya, sebentar lagi,” jawab Mas Dafa. Dia sudah menguap terus.Sampai kamar ternyata sudah ada kakak ipar Mas Dafa yang lain. Dia sedang enak rebahan di kasur yang aku tiduri.“Eh, sudah datang kamu. Sorry ya, aku masuk tanpa permisi. Tadi aku penasaran sama isi tasmu. Aku takut kamu beneran jampi-jampi Dafa, makanya aku bergegas memeriksanya,” katanya tanpa rasa bersalah. Kulirik koperku. Benar saja semua beratakan.“Beresin lagi atau kamu akan aku teriaki maling!” bentakku kesal.“Ogah! Silakan saja teriak maling mana ada orang yang percaya di sini. Kamu tidak tahu siapa aku?”“Tidak penting dan aku tidak mau tahu yang je
POV Risa.“Sama siapa, Mas? Kamu jangan aneh-aneh deh, Mas. Aku begini juga kan, karena kamu! Pokoknya aku tidak mau disamakan dengan siapa pun dan kamu jangan coba-coba main belakang atau kamu akan menyesal!” pekikku hingga menjadi pusat perhatian orang yang lalu lalang di sini.“Ngaco kamu! Sudahlah aku malas sekali menanggapi kamu yang mood kamu itu selalu berubah-ubah tidak jelas.” Mas Dafa nyelonong begitu saja meninggalkan aku sendiri begini. Padahal kan, biasanya kalau aku ngambek dia selalu merayuku. Ini tidak bisa dibiarkan! Pasti ada sesuatu pada Mas Dafa karena selama ini dia tidak pernah sedikit pun membentak dan memarahiku begitu. Dia nurut dan selalu bersikap manis padaku.“Mas, tunggu!” Akhirnya aku kali ini terpaksa mengalah demi kelangsungan hubungan kami. Kukejar Mas Dafa yang sudah berjalan jauh di depan sana.“Mas, tunggu aku capek banget loh!”“Kalau capek ya, berhenti saja di situ. Nanti aku telepon orang rumah biar ada yang jemput kamu.”“Enggak mau! Aku enggak
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p