Sonia berhasil lebih cepat mencapai kamarnya dan meskipun dengan kegugupan memuncak ia berhasil mengunci pintunya. Tetapi tubuhnya terlonjak kaget saat gebrakan kuat di pintu membuat seluruh kamar bergetar hebat. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Mampukah Sam mengatasi dua orang vampir sekaligus? Mengapa ia lari membiarkan Sam sendirian melawan vampir-vampir ganas itu? Tapi apa yang bisa ia lakukan? Brak! Gedoran lagi di pintu. Sonia mendadak merasa yakin vampir itu akan menghancurkan pintunya dalam dobrakan keempat. “Sonia. Bukakan, Sonia,” bujuk Ardian. “Aku tidak berniat jahat. Aku bertamu baik-baik, bukan?” “Pergi, vampir busuk!” “Aku telah memintamu dengan sopan. Akhirnya kau harus tahu, kau tak mungkin meremehkan seorang vampir. Apapun alasanmu. Aku datang dengan niat baik, tanpa kekasaran. Makanya aku heran dengan sikapmu yang terlalu berlebihan.” “Ber
Beruntung mereka tak kesulitan mendapatkan taksi. Sejak sepuluh menit yang lalu, Rastri terus menerus menelponnya, meminta untuk lekas datang. Dan tak ada yang bisa dilakukan Sam selain menyuruh sopir menekan gas lebih dalam. Sonia meringkuk di samping Sam—dengan dua tangannya memegang lengan kuat Sam—seolah semua tulangnya telah diambil dari tubuhnya. Telepon Rastri telah mengembalikannya ke alam nyata. Bahwa yang tengah ia alami bukan murni kisah cinta, antara dia dan Sam, akan tetapi kisah penyerbuan vampir yang mengerikan. Sesekali ia memejamkan mata, namun ia menyadari kejadian yang baru saja menimpanya akan berubah menjadi mimpi buruk yang akan selalu mengganggu tidurnya. Bahkan kengerian yang barusan menjalari setiap senti permukaan kulitnya tak mampu diusirnya seperti sekawanan burung gagak yang mengintai bangkai. Paling tidak, Sonia berharap Ardian tidak menghantui tidurnya. Ia mendesahkan desahan yang keseribu sekian ketika mobil ber
Sebelum sempat menyuarakan pertanyaan-pertanyaan di batinnya, Sonia merasakan pinggangnya diraih dan ia melayang dalam lompatan-lompatan kecil yang semakin naik, mengikuti jalan setapak kecil langsung menuju gerbang rumah. Ia berusaha meronta, namun Sam belum lagi ingin melepaskannya. Dan Sonia merasa semakin sebal karena pinggangnya terasa sakit tergesek ujung risleting tas selempang Sam. Maka, ketika ia diturunkan tepat di ambang gerbang ia bersungut-sungut. Namun Sam menutup mulutnya dengan telapak tangan kirinya, dan sebelum Sonia memprotes sekelebat sosok kehitaman menyambar Sam. Sam mendorong Sonia ke samping, sedang dia sendiri menyambut sosok itu dengan sebuah tebasan celurit yang mantap dan beringas. Crash! Terdengar teriakan kesakitan, setelah itu disusul oleh gedebuk benda berat jatuh. Sam menyerbu benda yang ternyata sesosok manusia—eh, bukan, tapi vampir—yang menggerung-gerung dengan luka menganga di bahunya. Sonia merangkak mundu
Sepanjang satu setengah jam berikutnya Sonia nyerocos bertanya panjang lebar kepada Rastri. Tak ada jalan lain bagi Rastri. Untuk menjaga agar Sonia tidak menyebarkan rahasia itu lebih luas, setelah menuntut Sonia berjanji, Rastri menceritakan semuanya. Ketika Sonia telah kelelahan mengorek keterangan, ia duduk terpuruk dan kembali lesu seolah ia meneruskan kengerian hatinya sendiri yang dibawanya sebelum sampai di rumah Rastri. “Masalah kalian jauh-jauh lebih berat dariku,” aku Sonia, lalu dengan tepukan simpati di buku-buku jari Rastri, ia menambahkan, “bagaimana kau bisa tenang selama ini. Bahkan sebelum gue tahu hal ini, gue menganggap elo cewek yang paling cool. Dan itu keren! Sekarang gue malah lebih salut lagi, Rastri. Lo sama sekali tidak kehilangan kendali diri lo. Gak seperti gue!” “Aku punya teman-teman yang paling hebat. Itu sebabnya, Soni. Tapi tahukah kamu, aku bisa sehancur yang aku mau. Masalahnya apakah dengan itu aku akan mampu men
Satu hal yang dilihat Sam, ketika pintu gudang gelap pekat itu terbuka lebar, adalah bahwa atap gudang tersebut memperlihatkan satu lubang menganga lebar di atas sosok Jani dan dua orang vampir lain yang bersamanya. Angin yang berkesiut masuk, serta kerlip-kerlip kecil bintang-bintang di tengah kegelapan dari ataslah yang menyadarkan Sam tentang lubang itu. Seorang dari dua vampir yang sedang berusaha melepaskan rantai Jani menerjang Sam. Keduanya tumbang dan dengan cepat bergulingan, saling pukul dan sikut. Dalam jarak terlalu dekat, celurit sama sekali tak berguna. Keduanya terlontar keluar gudang diiringi jerit kaget Sonia dan Rastri. Hara meloncat ke depan, lupa pada kedua gadis yang mesti dilindunginya, menekan tombol lampu di sebelah pintu. Ruang gudang benderang. Mereka ternyata telah mengganti lampu yang pecah dengan lampu baru. Dan dalam gugupnya Sonia sempat melihat seorang gadis telanjang dengan seorang yang sedang berusaha mengikir putus rantainya.&
“Kau tak benar-benar memercayai kata-kata Jani, kan, Sam?” tanya Rastri.Ia mengejar Sam keluar dan berkali-kali mengulangi pertanyaan itu sehingga terdengar konyol. “Kau tidak tahu, Rastri. Vampir selalu melakukan apa yang dikatakannya. Bisa karena kesombongan dan keangkuhannya. Bisa juga karena ia ingin memerdayaimu. Tapi lihat saja, mulai sekarang, ia akan sedikit patuh kepadaku.” “Tapi kau tak akan melakukan seperti apa yang dijanjikannya, kan?” “Itu terserah dia. Tapi seperti kataku, vampir selalu memegang janjinya.” “Sam, kau bercanda!” “Tak perlu khawatir, Rastri. Adikmu tak akan hamil. Vampir tak bisa hamil dan beranak semudah manusia.” “Kau brengsek, bejat! Aku tak bercanda, Sam!” “Siapa bilang aku bercanda?” “Sam, dengar, kau brengsek, jahanam sialan! Aku akan membunuhmu jika kau bermain-main dengan adikku! Aku akan membunuhmu!” &
“Bagaimana kau tahu apa yang kuinginkan, Jani?” tanya Sam sambil lalu.Tatapan Sam berputar mengawasi setiap titik di dalam gudang, lalu berhenti di lubang di atas atap bagai mata raksasa yang mengintip masuk. Jani melirik kaki Sam melangkahi garis pembatas di lantai. Sekarang ia bisa mencapainya. Atau mungkin mencekiknya? Merangkulnya? Memagutnya? Dan Sam tersenyum mengetahui Jani mengetahui itu. “Dan lelaki mana yang tidak memikirkan apa yang sedang kaupikirkan sekarang ini terhadapku?” ejek Jani. Kedua tangan Jani turun, melepaskan cekalannya pada selimut, sehingga selimut itu melorot, tertahan sebelah bahunya, melambai nyaris jatuh. “Itu pikiran khas vampir. Selalu melakukan apa yang diinginkan nafsumu. Dan saat itu dibiasakan, pikiranmu menjadi nafsumu,” tukas Sam. Ia berhenti tepat di hadapan Jani. Gadis itu nyaris setinggi Sam, berarti ia lebih tinggi dari kakaknya, Rastri. Kulitnya juga lebih tera
Hara dan anak buahnya menghambur dari rumah utama di depan, menghampiri Sam.Langkah tergesa mereka merandek saat melihat siapa yang berada di belakang Sam. Sesaat mereka tertegun, mata mereka mendadak melebar saat otak mereka yang bebal mulai menuang kesadaran dalam hati mereka, bahwa Janilah yang berdiri tegap mengawasi mereka dengan tatapan yang meremehkan. Tatapan Hara beralih dari Jani ke Sam, lalu kembali ke arah Jani. Berbulan-bulan mereka menjaga perempuan vampir ini dengan sangat hati-hati dan seksama, dengan peluh dan darah; dan saat ini Sam hanya menyeretnya seolah-olah Jani cuma seekor kambing imut jinak? Sialan kunyuk satu ini! Maki Hara dalam hati. Hara menentramkan debar dadanya, dan mundur beberapa langkah untuk memberi Sam ruang. Anak buahnya bahkan sudah ngacir mundur menjauh, mengingat mereka pasti akan bersentuhan kulit dengan perempuan vampir itu jika mereka nekat berada di ruang sempit lorong, yang