Share

Part 39 | Get Drunk With You

Penulis: Hee Yuzuki
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Xa, ini tempat kencan ini yang kau inginkan?” Tanya Earl dengan tatapan setengah tak percaya, membuat Alle tersenyum lebar dan langsung mengagguk, menarik Earl tanpa peduli dengan protes pria itu lagi, Alle terus menariknya untuk menuju pub di depannya itu.

“Aku sudah lama tidak bersenang-senang di sini, Earl. Lets dance and enjoy the night.” Alle lalu menarik Earl untuk menuju ke salah satu meja bar dengan tatapan berbinar menuju ke lantai dansa.

“Ayolah, Earl. Nikmati saja, aku ingin tequila.” Pada bartender di depannya, Earl yang melihatnya langsung mendecak kesal. Dan berusaha menarik Alle untuk keluar dari sana. Namun Alle menggeleng keras dan menatapnya tajam, wanita itu sudah menenggak satu sloki tequila yang diberikan sang bartender.

“Kau tidak boleh menolak, Earl. Ini hariku dan kau harus mengikutinya. Minumlah.” Alle langsung menyerahkan satu sloki yang lain pada Earl, membuat pria itu mengambilnya dan ikut menenggaknya.

“Ck! Pilihan tempat kencanmu sangat payah. Sudah tau
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 40 | Her Childish Side

    Alle terjaga saat perutnya bergejolak sekali lagi dan dia langsung bangun dari tidurnya dengan pening yang langsung menyerang kepalanya. Dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya.Merasakan tubuhnya begitu lemas dan mengingat jika memang dia semalam minum begitu banyak. Perutnya yang berbunyi membuat Alle tertatih untuk berdiri dan keluar dari kamar mandi, namun begitu menyadari penampilannya dari cermin di kamar mandi membuatnya meringis, dia bahkan benar-benar lupa kejadian semalam saat mabuk. Kebiasaannya. Tapi dia yakin dia pasti muntah dan mungkin Earl yang melepaskan bajunya hingga menyisakan yang terakhir di tubuhnya.Lalu Alle mencari piyamanya, dengan sedikit sempoyongan menuju ke dapur untuk membuat teh hijau dan mencari sesuatu yang bisa dimakan. Dia melirik ke jam dinding yang sudah menujukkan pukul setengah empat pagi dan melihat Earl yang terlelap begitu pulas.Tidak lama setelah Alle keluar, Earl terjaga saat merasakan sisi sebelahnya kosong, matanya langsung

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 41 | Another Signal

    Kedua manusia yang masih terlelap dengan tubuh saling memeluk itu terlihat begitu tenang dan damai. Mungkin jika orang asing melihatnya mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Nyatanya dibalik kemesraan mereka pagi ini, banyak luka yang tak terucap di antara mereka.Alle terlihat menggeliat dan paginya sama seperti pagi-pagi sebelumnya, di mana dia terbangun dalam pelukan Earl, lalu keduanya saling melempar senyum dengan morning kiss yang indah untuk mengawali hari.Hari ini adalah weekend ke tiga sejak perjanjian dua bulan itu, banyak yang berubah dan Alle lebih merasakan kebahagiaan itu walaupun dia tau semuanya hanya semu. Dia berhasil membuat Earl mengimbangi permainannya. Pria itu berhasil memerankan perannya dengan baik, menjadi suami yang mencintainya, memberikan pelukan juga ciuman layaknya mereka adalah pasangan yang saling mencintai.Minggu kedua kencan mereka kemarin berakhir dengan indah, Alle memintanya menginap di villa dekat pantai milik Earl. Mereka menghabiskan

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 42 | Getting Closer to You

    Pintu ruang kerjanya yang terbuka membuat Alle yang tengah fokus menyelesaikan salah satu design-nya langsung mendongak. Senyumnya merekah saat melihat Earl yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan bersidekap menatapnya dengan tatapan merajuk.“Lihatkan, kau belum bersiap-siap padahal aku sangat excited untuk menonton bersamamu malam ini.” Earl mendecak kesal lalu berjalan mendekati meja Alle, mendengar itu membuat senyum Alle semakin lebar, lalu dirinya beranjak dari duduknya dan menghampiri Earl yang juga menghampirinya, lalu tanpa ragu mengalungkan lengannya di leher pria itu dan menatapnya begitu lekat dan jarak mereka sangat dekat.“Maaf mengecewakanmu, Earl. Aku akan bersiap sekarang. Hari ini aku sangat sibuk. Padahal kita memiliki kencan malam ini. Aku membeli macaron tadi, aku ambilkan dulu dan kau bisa menikmatinya selagi aku bersiap. Aku janji tidak akan lama.” Alle memberikan tanda swear-nya dengan nada manja, membuat Earl tertawa dan mengacak gemas rambut Alle dan

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 43 | Our First Time

    Alle yang berusaha untuk membantu membaringkan tubuh pria itu justru terkejut saat tubuhnya didorong hingga berbaring di ranjang, dengan tatapan Earl yang tidak fokus namun senyuman pria itu benar-benar mengerikan. Membuat Alle hanya bisa tersenyum kesal dan berusaha untuk bangun, namun Earl justru jatuh tepat di atas tubuhnya, menggunakan sikunya sebagai tumpuan berat badannya, lalu mengendus wangi Alle yang semakin memabukkan untuknya.Kecupan yang berubah menjadi lumatan di lehernya itu membuat Alle memejamkan matanya, berusaha untuk menahan tangan Earl, namun Earl dengan mudah mengunci gerakannya, tubuhnya memanas saat melihat belahan dada Alle yang cukup rendah karena kancing kemejanya telah lepas entah kemana saat memapah Earl.“Earl, jangan gila.” Lirih Alle semakin memejamkan matanya saat Earl justru semakin gila dan mengecup setiap inchi kulit Alle.‘Bukankah ini yang kau inginkan, Xa? Kau bilang ingin memiliki Earl sepenuhnya juga anak dari pria itu, bukankah ini jalan dari

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 44 | The Heart Is Playing Now

    Akhirnya Valeria bisa menghirup kebebasannya sebentar lagi. Satu bulan yang sangat menyiksanya, entah berapa kali dia mengalami diare dan demam karena makanan juga suhu yang tidak bersahabat. Dia akan pulang minggu depan dan itu membuatnya sangat bahagia. Dia tidak sabar bertemu Earl, dan menghabiskan waktu sepuasnya bersama Earl.‘Lihat saja balasan apa yang kau dapatkan dengan melakukan ini, Allexa. Kau pikir aku tidak tau ini semua bagian dari rencanamu. Cinta? Ah, benar. Kau mencintai, Earl. Sangat mencintai Earl, kan? Aku akan menghancurkanmu dengan itu!’ Valeria membatin dengan emosi yang berapi-api, tangannya mengepal kuat menandakan seberapa emosinya dia dan mengepalkan tangannya dengan tatapan yang nyalang.Semua penderitaannya selama satu bulan di tempatnya berada kini, yang sangat tidak layak dan jauh dari kemewahan, makanan yang tidak higenis dan membuatnya harus mengalami masalah pencernaan yang cukup serius, air yang tidak bersih dan membuatnya gatal-gatal. Hari-hari ya

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 45 | Our Precious Dating

    Alle tau Earl selalu berusaha untuk menghindarinya sejak hari itu. Hubungan keduanya terasa dingin, Earl akan berangkat sangat pagi dan pulang sangat larut. Setelah ucapan menyakitkannya pagi itu, rasanya dirinya dan Earl tidak lagi pernah memiliki hubungan.Nanti malam seharusnya adalah kencan ke empat mereka, sesuai kesepakatan jika Earl yang akan mengaturnya malam ini.Pagi ini Alle akan mengakhiri keadaan ini, dia sengaja bangun sangat tadi, sudah menyiapkan coffee dan waffle untuk mereka sarapan, tepat pukul enam pagi.Benar saja, Earl turun tidak lama kemudian, Alle bisa melihat bagaimana wajah terkejut pria itu sekilas, namun secepat itu pula berubah, dan tersenyum kaku menuju ruang makan.Alle menatapnya dalam, tidak ada senyuman, ekspresinya membuat perasaan Earl campur aduk. Alle mendekat dan berdiri sangat dekat dengan Earl, mendongak untuk berbicara serius pada Earl. Earl yang merasakan jaraknya dan Alle begitu dekat langsung menghindar, namun Alle dengan cepat menggenggam

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 46 | The Cold Night

    Dalam perjalanan pulang keduanya lebih banyak diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Alle tau malam ini Vale dan Jeremy akan tiba di Jerman, ada ketakutan dan perasaan sesak yang ia dapatkan. Bagaimana jika Earl akan mengingkari semua janjinya demi Vale. Bagaimana jika waktu sebulan yang masih dia miliki harus hancur karena wanita itu.Sedangkan Earl juga terdiam dengan terus melirik arloji di tangan kirinya, Vale akan tiba dua jam lagi, perasaannya sangat bahagia, jantungnya berdetak keras dengan perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan, dia sangat merindukan wanita itu, satu bulan yang menyiksa karena harus terpisah jarak ribuan mil membuatnya akhirnya bisa bernapas lega, dia bisa menemui Vale dalam hitungan mundur tidak lama lagi.Tidak ada percakapan bahkan saat keduanya tiba di kamar, hanya genggaman tangan Earl yang begitu hangat menuntun Alle menuju kamar mereka, membuat Alle kembali merasakan nyaman dan gamang dalam waktu bersamaan.“Kau mau mandi dulu? Atau aku?” Tanya Ear

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 47 | She is Back

    Keduanya tiba di coffee shop dua puluh empat jam, Jeremy memesan espresso sedangkan Alle americano. Keduanya saling bertatapan namun tidak ada kata yang terungkapkan. Seolah ingin menyusul dari mana mereka akan memulai. Jeremy menatap Alle dengan sejuta makna, tatapanya sendu dan penuh tanya. “Bagaimana kabarmu?” Tanya Alle membuat Jeremy tertawa lalu mendengus setelahnya. “Tak akan pernah kulupakan.” Ungkapan itu membuat Alle mengangguk dengan senyum tipis. “Benar. Semua hal yang terjadi di sana, seolah menjadi titik balik hidupku. Membuatku yakin akan keputusan yang aku ambil. Melepaskan Valeria dari hidupku dan memulai hidupku yang baru, tentu dengan harapan-harapan yang lebih indah. Kuharap aku juga mendengar hal yang sama darimu, Allexa.” Jeremy menatapnya lekat, membuat Alle tersenyum getir dengan anggukan samar. “Aku juga berharap begitu, tapi aku masih memiliki sesuatu yang ingin kulakukan dalam satu bulan ke depan. Setelahnya tergantung pada keadaan.” Alle lalu menyesap

Bab terbaru

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 82 | Her Last Wish [END]

    Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 81 | Death Bell

    Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 80 | Eloise Abigail Adisson

    Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 79 | Daddy's Daughter

    Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 78 | Painful Truth

    Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 77 | Is That A Sign?

    Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 76 | A Painful Decision

    Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Bab 75 | Tough Days Will Begin

    “Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 74 | Will Not Hide it Anymore

    Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum

DMCA.com Protection Status