Share

Part 33 | The Rules

Author: Hee Yuzuki
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jeremy datang ke kediaman Addison tepat jam sembilan malam setelah Edward menghubunginya untuk segera datang. Pria tua itu mengatakan ingin membicarakan sesuatu terkiat project human charity yang sedang di lakukan Addison Group.

Dalam perjalanannya dia teringat dengan percakapan pria tua itu setelah kepulangannya dari Shanghai.

Sebuah fakta lain tentang permintaan Jeslyn pada Edward, padahal kenyataan tentang hubungan Vale dan Earl saja sudah sangat mengejutkan untuknya.

Saat itu, dia bingung harus bereaksi seperti apa, mengetahui jika nyatanya Earl dan Vale tidak ada hubungan darah sama sekali.

“Lalu? Sejak kapan kau mengetahui hubungan terlarang anak-anakmu, sekali pun mereka bukanlah saudara?”

“Tidak lama sejak Earl meminta Alle menikah dengannya.”

 “Kenapa? Kenapa kau harus melakukan ini? Jika kau mengetahui mereka bukanlah saudara kandung dan saling mencintai, kenapa harus melibatkan Alle yang tidak bersalah sejauh ini? Aku benar-benar tidak mengerti.”

“Jeslyn yang memintaku, wanita itu sangat mencintai putrinya, dan melihat seumur hidupnya Alle hanya pernah bersama Earl dan bagaimana tatapan cinta wanita itu untuk Earl membuat Jeslyn datang padaku dan meminta agar bisa menikahkan Earl dengan Alle. Sebagai orang tua, aku bisa merasakan bagaimana perasaan Jeslyn yang sangat mencintai putrinya. Sejak high school Alle yang selalu mendapat bullying namun wanita itu pendam sendiri dan hanya Earl yang menolongnya, tentu membuat Alle jatuh cinta begitu mudah pada Earl. Setelah mengetahui semuanya, sebagai seorang ibu yang mengetahui persahabatan anaknya berubah menjadi cinta tentu ingin memberikan dan mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Jeslyn juga mengatakan, dengan mereka yang bersahabat sangat lama dan sudah mengenal sangat dalam tentu mudah untuk membuat Earl juga jatuh cinta pada Alle, itu juga yang aku pikirkan. Permintaan Jeslyn yang ingin melihat Alle bahagia dengan menikahi pria yang ia cintai tidak bisa kutolak, Jeremy.”

“Tapi kau melupakan fakta kegilaan anak-anakmu dan kau tidak mengatakan itu pada Jeslyn.”

”Bagaimana aku tega mengatakannya pada wanita yang sudah putus asa saat menceritakan semua penderitaan anaknya yang memiliki keterbatasan dan mengalami bullying sepanjang hidupnya? Hanya ada Earl teman satu-satunya yang ada di sisinya. Aku mengakui aku bersalah, namun bagaimana aku bisa tega menceritakan hal menyaktikan itu pada seorang ibu yang tengah mengharapkan kebahagiaan putrinya padaku.” Edward mengusap air mata yang kini sudah jatuh membasahi wajahnya tanpa dikomando.

 “Tapi nyatanya, tetap saja Alle yang paling terluka di sini. Dia sangat mencintai Earl namun hanya ada luka yang dilemparkan oleh putramu itu padanya.”

“Aku tau, aku merasa menyesal untuk itu. Dulu saat akhirnya Earl dan Alle menikah, aku memiliki secercah harapan jika Earl akan melepaskan Vale dan menerima takdirnya bersama Alle. Bagaimana pun aku juga hanya menginginkan Alle yang jadi menantuku, walaupun Vale bukanlah putri kandung kami, namun tetap saja, aku tidak akan pernah merestui mereka sampai kapan pun. Karena sampai kapan pun, Vale akan selalu menjadi adik Earl dan putri kami. Namun aku tidak memikirkan kemungkinan terburuk dan kegilaan yang dilakukan oleh anak-anakku. Aku sangat menyayangkan semua ini terjadi dan begitu melukai Alle.” Tatapan sayu di mata tua itu membuat Jeremy menghela napasnya panjang, tidak menyangka dengan semua fakta yang ia dapatkan kini.

Nyatanya ibu wanita itu sendiri yang mendorong anaknya pada jurang luka tiada habisnya ini, namun Jeremy tau, Jeslyn tidak bersalah sama sekali, keinginan sederhana semua ibu di dunia ini adalah membantu mengusahakan kebahagiaan anak-anaknya. Dan menikahkan Alle dengan pria yang ia cintai tentu menjadi kebahagiaan untuk Alle, tanpa tau jika di balik semua itu, Alle juga harus mencecap luka yang seolah tiada habisnya ini.

“Aku sangat menyayangkan semuanya, Edward. Di saat kau bisa mencegah namun kau justru mendorong wanita itu sekali lagi pada luka.” Jeremy menatapnya dengan helaan napas, membuat Edward juga melakukan hal yang sama.

“Benar. Aku sangat bersalah dalam hal ini. Dibanding mencegah semua ini. Aku justru menaruh harapan pada Alle agar bisa mengubah Earl. Tanpa pernah memikirkan tentang kemungkinan terburuk jika Earl tetap tidak bisa berpaling dari Vale. Aku justru mendorong Alle jatuh pada luka lain yang lebih menyakitkan. Aku sangat kejam sebagai orang tua, Jeremy. Jadi bisakah kau membantuku mengurus Vale?”

Mobilnya yang memasuki halaman rumah Addison membuat Jeremy tersentak dari lamunannya tentang pertemuan itu. Pria itu menghela napas panjang sebelum turun dari mobilnya, melirik arloji yang sekarang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

Seorang pengawal sudah menunggunya dan tersenyum tipis padanya, membuat Jeremy ikut menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah kaki pria berbadan kekar itu. Menuju ruang kerja Edward.

“Jeremy.” Sapa Edward dengan senyum bahagia begitu melihat Jeremy datang, membuat Jeremy mengangguk dan mendekat padanya.

“Apa ada sesuatu yang penting, hingga kau memintaku datang malam ini?” Tanya Jeremy membuat Edward mengangguk. Lalu pria itu menuju meja kerjanya, mengambil dua amplop putih dan kembali mendekat pada Jeremy yang kini duduk di salah satu sofa ruang kerjanya.

“Aku memutuskan untuk mengirimmu dan Vale untuk bertanggung jawab penuh dalam project di Afrika.” Selain mengangsurkan dua amplop putihnya, pria itu juga menyerahkan berkas dokumen ke hadapan Jeremy, membuat Jeremy mengangguk.

Edward lalu menerawang jauh. “Aku harap waktu sebulan bisa membuatmu lebih mengenal Vale dan mendapatkan putriku itu, dan Alle bisa menyadarkan perasaan Earl.” Gumam Edward membuat Jeremy hanya bisa tersenyum masam.

“Semoga putramu menyudahi kebodohannya lebih cepat.” Jeremy berujar datar, namun Edward mengamininya dalam hati.

“Bagaimana perasaanmu pada Vale, kuharap kau juga bisa menyadarkan putriku, Jeremy.” Gumam Edward penuh harap, membuat Jeremy hanya bisa menghela napas panjang dengan menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak ingin berharap lebih banyak lagi, aku menyetujui ini semata-mata hanya untuk melancarkan keinginan Alle yang ingin berjuang sekali lagi. Aku harap ini semua membuahkan hasil.” Ungkapan Jeremy sejujurnya cukup membuat Edward kecewa, namun dia berusaha memahami sebanyak apa Vale menolak dengan kata-kata menyakitkan pada Jeremy. Tentu pria itu memiliki pilihan hidupnya, dan Edward tidak bisa memaksakan kehendaknya.

***

Alle menarik napasnya panjang setelah melihat Earl baru saja keluar dari kamarnya. Wanita itu berdiri dan menatap Earl dengan perasaan campur aduk. Membuat Earl yang melihat kegugupan Alle mengernyit bingung.

“Ada yang ingin kau katakan, Xa?” Tanya Earl dengan kening mengernyit, Alle menarik napasnya panjang dan mengangguk mantap.

“Ya. Aku ingin mengatakan permintaan keduaku.” Ucap Alle dalam satu tarikan napas, membuat Earl mengangguk walau hatinya berdetak kencang menunggu apa permintaan yang akan diucapkan oleh Alle.

“Kau tidak boleh menanyakan alasannya dan tidak memiliki hak untuk menolak. Benar kan Earl?” Tanya Alle kembali memastikan, melihat Earl yang mengangguk membuat Alle tersenyum dan ikut mengangguk.

“Mulai hari ini hingga dua bulan ke depan. Aku ingin kita melupakan hubungan kita sebagai sahabat. Aku ingin kita cukup memulainya sebagai suami istri yang bahagia, tanpa ada orang lain. Aku ingin menjadi istri yang sempurna dan memiliki suami yang sempurna. Dalam dua bulan ini, tidak boleh ada orang lain, aku ingin memiliki sarapan dan makan malam bersamamu, kencan setiap weekend, ciuman selamat pagi dan menjelang tidur, saling memeluk dan bercerita sebelum tidur. Aku ingin dalam dua bulan ini kita adalah suami istri bahagia yang menjalani rumah tangga penuh cinta. Hanya dua bulan.” Alle memejamkan matanya setelah mengucapkan itu, membuat Earl terkejut dan tidak habis pikir dengan permintaan Alle. Tidak mengerti apa maksud wanita itu dan kenapa tiba-tiba meminta hal yang sangat mustahil ini.

Saat Earl akan menanyakan sesuatu, Alle kembali menimpali seolah tidak membiarkan pria itu berbicara.

“Ingat, kau tidak memiliki hak untuk bertanya alasannya atau pun menolak. Untuk hidupku yang aku korbankan dengan menikahimu, ini adalah hal yang setimpal. Tidak ada alasan dan tidak ada penolakan. Jadi malam ini. Mari kita mulai semuanya, Earl.” Alle mendekat dan tanpa kata lagi langsung memeluk Earl, berusaha menahan tangisnya saat dadanya kembali terasa sesak.

Earl masih mematung, tangannya menggantung di udara, semua rasanya sangat tiba-tiba. Tapi ucapan Alle tadi cukup menohoknya. Rasanya benar apa yang dikatakan Alle, terlepas dari apa alasan wanita itu, mungkin Earl akan mencari tau sendiri. Dengan ragu akhirnya dia mendekap tubuh ringkih itu, seketika hatinya merasakan ketenangan dan kelegaan, mengecup puncak kepala Alle dengan perasaan yang entah bagaimana.

“Baiklah, mari kita lakukan, istriku.” Ucap Earl yang merasa aneh namun mulai berusaha untuk membiasakannya, Alle yang mendengar itu pelan-pelan tersenyum walau begitu banyak ketakutan yang ia hadapi. 

Related chapters

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 34 | Bad News

    Pagi ini Vale yang baru saja akan berangkat ke kantor, namun telepon dari Jeremy yang membuat mood-nya turun drastis. Ini ketiga kalinya dia mengabaikan panggilan Jeremy hingga akhirnya dia memilih untuk mengangkatnya.“Aku mengirimmu email semalam. Itu penting, aku akan menjemputmu tiga puluh menit lagi.” Hanya itu yang diucapkan Jeremy lalu menutup panggilannya sepihak, membuat kekesalan Vale semakin menjadi, namun wanita itu tetap membuka email dan cukup terkejut dengan point yang tertera di badan email.“What the hell!!” Mata Vale berkaca-kaca membacanya, lalu membuka proposal lengkap yang dilampirkan di sana. Membacanya dengan cermat dan seketika emosinya semakin meradang dengan kegilaan ini. Dia lalu beranjak keluar dari kamarnya untuk mencari jawaban dari Edward akan semua ini.“Daddy!!” Teriak Vale begitu memasuki ruang makan dan melihat Edward juga Jennie tengah mengobrol santai di sana dengan Jennie yang tengah menyiapkan sarapan. “Apa maksud Daddy mengirimku ke Afrika?! Ba

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 35 | Hello and See You

    Vale kembali menggeram saat untuk ketiga kalinya panggilannya diabaikan oleh Earl. Air matanya jatuh dengan emosi yang semakin menjadi. Dia benar-benar terluka dengan semua keputusan Edward, namun Earl sama sekali tidak ada di sana untuk membantunya, jangankan membantunya, mengangkat teleponnya saja tidak.Pintu yang terbuka membuat Vale langsung mendongak dan melihat Jeremy yang datang, tatapannya berubah nyalang. Namun Jeremy hanya menatapnya datar dengan menautkan kedua alisnya.“Kita harus pergi sekarang. Tidak ada gunanya kau menangis, Edward tidak akan pernah mengubah keputusannya. Jadi mari kita nikmati untuk sebulan ke depan.” Jeremy menyeringai penuh arti, membuat Vale langsung berteriak dengan tatapan nyalang dan air mata yang semakin banyak membasahi wajahnya.“Sialan!! Ini semua pasti ulahmu dan Alle, kan?! Jawab, brengsek!!” Vale berdiri dan melempar Jeremy menggunakan heels-nya, beruntung Jeremy langsung menghindar. Mendengar ucapan Vale, Jeremy hanya bisa tersenyum sini

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 36 | Hope of Happines

    Di ruang kerjanya, Alle sedang memikirkan waktu dua bulan yang akan ia habiskan tanpa ada Vale di antara mereka, mungkin hanya satu bulan, satu bulan setelahnya Alle tidak bisa menjamin. Tapi dia tidak ingin memikirkan itu, dalam satu bulan ke depan dia sudah menyusun acara kencannya dengan Earl. Dan dia akan memaksimalkan semua moment itu. Kencan setiap minggu dengan berbagai tema yang sudah disusunnya membuat Alle tersenyum dan memeluk notebook-nya dengan perasaan berbunga-bunga. Berharap jika semua berjalan sesuai harapannya.Dia tau tidak akan pernah bisa memaksakan perasaannya pada Earl, maka yang akan ia lakukan adalah memanfaatkan waktu sebanyak yang ia bisa untuk mengukir banyak kenangan indah bersama pria itu. Selamat datang untuk indahnya kehidupan pernikahan miliknya dalam dua bulan ke depan dan sampai jumpa untuk luka yang sejak lama bersemayam di hatinya walaupun hanya untuk sementara.Dirinya baru saja menyelesaikan dua rancangan terbaru untuk koleksi fashion week-nya, l

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 37 | Dating Plans

    “Hai,” sapa Earl yang muncul di pintu dapur, membuat Alle yang tengah sibuk membuat makan malam langsung berbalik dan tersenyum sumringah.“Hai, Earl. Baru tiba?” Tanya Alle membuat Earl langsung mengangguk dan berjalan menuju stool.“Ya, tadi aku ke boutique-mu, ternyata kau sudah pulang.” Balas Earl yang memang tadi menyempatkan mampir ke boutique Alle terlebih dahulu, kebodohannya adalah tidak menanyakan jam berapa Alle pulang atau jam berapa boutique itu tutup. Tapi hal itu membuat Earl tersadar sesuatu, nyatanya dia tidak mengetahui apapun tentang kegiatan istrinya itu.“Ah, aku menyesal mendengarnya. Jika kau mau menjemputku aku akan dengan senang hati menunggu, Earl.”“Yeah, my bad.” Balas Earl tersenyum kecil.“Masih ada besok, aku akan dengan senang hati menunggumu jika kau berkenan menjemputku.”“Jam berapa biasanya kau selesai?” Tanya Earl lalu mengambil air mineral dingin di kulkas, terus memperhatikan dan menebak menu apa yang dibuat Alle untuk makan malam mereka.“Tergan

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 38 | Vale and Her New Life

    Vale terbangun dengan pening yang menyerang kepalanya. Memang sejak semalam dia sudah merasa tidak enak badan. Tinggal di pedalaman yang semuanya serba minim membuatnya merasakan perubahan drastic dan tubuhnya tidak siap beradaptasi. Bahkan ponselnya teronggok begitu saja karena buruknya sinyal yang mereka miliki di sana. Dia juga hanya tidur di flat yang tidak jauh dari lokasi pembangunan, flat yang sangat sederhana dan membuat Vale benar-benar tersiksa tidur setiap malamnya.Pintu kamarnya yang terbuka membuat Vale mendecak kesal melihat Jeremy yang datang dengan tatapan dataranya. Selama seminggu di sini, Vale benar-benar merasa Jeremy memang telah berubah. Pria itu terlihat dingin dan datar, mereka hanya bertemu di lapangan dan di kantor untuk membicarakan pekerjaan. Setelahnya pria itu bahkan enggan mengajaknya makan malam, jangankan mengajaknya makan malam, menanyakannya saja tidak.“Kau sakit?” Tanya Jeremy masih dengan nada datarnya, berusaha mengecek kening Vale namun wanita

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 39 | Get Drunk With You

    “Xa, ini tempat kencan ini yang kau inginkan?” Tanya Earl dengan tatapan setengah tak percaya, membuat Alle tersenyum lebar dan langsung mengagguk, menarik Earl tanpa peduli dengan protes pria itu lagi, Alle terus menariknya untuk menuju pub di depannya itu.“Aku sudah lama tidak bersenang-senang di sini, Earl. Lets dance and enjoy the night.” Alle lalu menarik Earl untuk menuju ke salah satu meja bar dengan tatapan berbinar menuju ke lantai dansa.“Ayolah, Earl. Nikmati saja, aku ingin tequila.” Pada bartender di depannya, Earl yang melihatnya langsung mendecak kesal. Dan berusaha menarik Alle untuk keluar dari sana. Namun Alle menggeleng keras dan menatapnya tajam, wanita itu sudah menenggak satu sloki tequila yang diberikan sang bartender.“Kau tidak boleh menolak, Earl. Ini hariku dan kau harus mengikutinya. Minumlah.” Alle langsung menyerahkan satu sloki yang lain pada Earl, membuat pria itu mengambilnya dan ikut menenggaknya.“Ck! Pilihan tempat kencanmu sangat payah. Sudah tau

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 40 | Her Childish Side

    Alle terjaga saat perutnya bergejolak sekali lagi dan dia langsung bangun dari tidurnya dengan pening yang langsung menyerang kepalanya. Dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya.Merasakan tubuhnya begitu lemas dan mengingat jika memang dia semalam minum begitu banyak. Perutnya yang berbunyi membuat Alle tertatih untuk berdiri dan keluar dari kamar mandi, namun begitu menyadari penampilannya dari cermin di kamar mandi membuatnya meringis, dia bahkan benar-benar lupa kejadian semalam saat mabuk. Kebiasaannya. Tapi dia yakin dia pasti muntah dan mungkin Earl yang melepaskan bajunya hingga menyisakan yang terakhir di tubuhnya.Lalu Alle mencari piyamanya, dengan sedikit sempoyongan menuju ke dapur untuk membuat teh hijau dan mencari sesuatu yang bisa dimakan. Dia melirik ke jam dinding yang sudah menujukkan pukul setengah empat pagi dan melihat Earl yang terlelap begitu pulas.Tidak lama setelah Alle keluar, Earl terjaga saat merasakan sisi sebelahnya kosong, matanya langsung

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 41 | Another Signal

    Kedua manusia yang masih terlelap dengan tubuh saling memeluk itu terlihat begitu tenang dan damai. Mungkin jika orang asing melihatnya mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Nyatanya dibalik kemesraan mereka pagi ini, banyak luka yang tak terucap di antara mereka.Alle terlihat menggeliat dan paginya sama seperti pagi-pagi sebelumnya, di mana dia terbangun dalam pelukan Earl, lalu keduanya saling melempar senyum dengan morning kiss yang indah untuk mengawali hari.Hari ini adalah weekend ke tiga sejak perjanjian dua bulan itu, banyak yang berubah dan Alle lebih merasakan kebahagiaan itu walaupun dia tau semuanya hanya semu. Dia berhasil membuat Earl mengimbangi permainannya. Pria itu berhasil memerankan perannya dengan baik, menjadi suami yang mencintainya, memberikan pelukan juga ciuman layaknya mereka adalah pasangan yang saling mencintai.Minggu kedua kencan mereka kemarin berakhir dengan indah, Alle memintanya menginap di villa dekat pantai milik Earl. Mereka menghabiskan

Latest chapter

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 82 | Her Last Wish [END]

    Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 81 | Death Bell

    Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 80 | Eloise Abigail Adisson

    Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 79 | Daddy's Daughter

    Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 78 | Painful Truth

    Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 77 | Is That A Sign?

    Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 76 | A Painful Decision

    Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Bab 75 | Tough Days Will Begin

    “Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 74 | Will Not Hide it Anymore

    Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum

DMCA.com Protection Status