Puluhan missed call dan pesan dari Vale membuat Earl mengusap wajahnya kasar. Bertanya-tanya pada dirinya sendiri bagaimana bisa dia langsung melupakan Vale dan meninggalkan gadis itu di bioskop.Namun, keadaan Alle dan bagaimana raut pucat juga wajah yang penuh darah membuat Earl hilang arah, dia tidak mau meninggalkan Alle. Dia tidak akan sanggup. Baru kali ini dia melihat Alle tidak berdaya, wanita itu selalu kuat dan jarang sekali sakit. Melihatnya tak berdaya benar-benar membuat Earl merasakan perasaan lain akan takut kehilangan wanita itu. Pikirannya sudah ke mana-mana. Hingga dia lupa akan semua hal.Pria itu menarik napas panjang sebelum mengangkat panggilan Vale untuk yang kesekian kalinya. Teriakan Vale yang disusul dengan isakan tangis wanita itu membuat Earl merasa bersalah.“Kau kemana?! Bagaimana bisa kau meninggalkanku sendirian di sini, Earl?! Tega sekali dirimu?!” Teriak Vale diikuti dengan isak tangisnya, membuat Earl memijat pelipisnya yang terasa pening. Rasa bersa
Vale benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang sebenarnya ada di pikiran Earl hingga meninggalkannya begitu saja. Hatinya cukup sakit memikirkan jika dia bukanlah prioritas pria itu. Hatinya juga terus bertanya-tanya sebenarnya apa yang membuat Earl dengan begitu mudah melupakannya apalagi mengabaikan semua panggilannya.Dia menatap lalu lalang orang yang semakin sepi di bioskop itu, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan dia belum melihat Earl di mana pun. Membuatnya menggeram kesal hampir menangis, kenapa Earl lagi-lagi menggagalkan kencan mereka?‘Tidak mungkin karena Alle lagi kan? Wanita itu di Jerman jadi tidak mungkin bisa mengganggunya.’ Vale membatin, meyakinkan jika semua ini bukan karena Alle.“Sudah menunggu lama, Nona? Apa aku terlambat dan membuat kadar kemarahanmu semakin melambung tinggi?” Suara seseorang yang tidak ia harapkan membuat Vale mendongak dan mengernyit bingung menatap Jeremy yang kini ada di depannya dengan senyum yang sulit diartikan.“Earl m
Alle merintih lirih saat merasa kepalanya begitu sakit dan merasa haus, pelan-pelan wanita itu terjaga dari tidurnya, menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Berusaha untuk duduk dan mengambil segelas air putih di nakas. Lalu bibirnya mengukir senyum saat melihat Earl terlelap di sofa dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Dia bahagia Earl menemaninya malam ini, pria itu membuktikannya. Membuatnya merasa lebih baik.Pelan-pelan Alle berusaha untuk meraih gelasnya, tangannya entah mengapa terasa begitu lemas dan bergetar. Namun kecerobohannya membuat tutup gelas itu jatuh dan menimbulkan bunyi nyaring. Earl langsung terjaga dengan wajah panik dan menghampiri ranjang Alle.“Xa? Kenapa tidak membangunkanku, heum? Apa yang kau butuhkan? Minum?” Earl langsung sigap, membantu Alle untuk duduk dan mengambilkan gelas berisi air putih juga membantu Alle minum.“Niatnya si tidak ingin mengganggumu, tapi tanganku justru tremor dan menjatuhkan tutup gelas.” Alle terkekeh,
Earl terjaga tepat saat alarm di ponselnya berbunyi. Pria itu langsung mematikannya dan tersenyum menatap wajah damai Alle yang begitu dekat dengannya. Pria itu mengusap lembut puncak kepala Alle dan pelan-pelan beranjak agar tidak membangunkan Alle. Walau badannya terasa pegal namun dia merasa tidurnya begitu nyenyak semalam.Pria itu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dengan hati yang terasa ringan tanpa beban, seolah melupakan Vale begitu saja yang masih menunggu penjelasannya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan seharusnya dokter akan melakukan visit sebentar lagi karena semalam suster memberi tahukan jika waktu visit sekitar pukul delapan.Alle ikut terjaga saat merasa kehangatan yang ia rasakan pelan-pelan menghilang. Mendengar suara di kamar mandi membuatnya tersenyum. Earl benar-benar tidak meninggalkannya semalam. Pria itu memilih bersamanya dan mengabaikan Vale. Di satu sisi ia bingung dengan sikap Earl, pria itu membuatnya sulit untuk mengambil keputusan,
Rasanya baru sepuluh menit yang lalu Earl pergi, namun ketukan pintu itu membuat Alle mengernyit bingung, bergegas untuk membukanya dan berpikir mungkin Earl melupakan sesuatu.“Earl, apa kau ….” Alle menggantungkan ucapannya saat melihat justru Jeremy yang ad di depannya dengan senyum lebar lalu berubah mencebik terkesan mengejek.“Ups, maaf Alle sayang jika yang datang tidak sesuai harapanmu. Earl kini harus berkencan dengan Vale.” Jeremy tertawa setelahnya, lalu menerobos masuk membuat Alle mendecak sebal.Pria itu tanpa merasa sungkan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, membuat Alle sekali lagi mencebik dan melempar bantal sofa pada Jeremy.“Seharusnya kau mengganggu kencan mereka.” Alle ikut merebahkan tubuhnya di ranjang itu. Menghela napasnya panjang membuat Jeremy terkekeh pelan dan ikut menghela napas panjang.“Tapi aku lebih ingin menemuimu, Alle sayang. Aku sudah puas bersama Vale semalam.” Jeremy kini memiringkan tubuhnya, menyangga kepala dengan tangannya dan memanda
Vale menatapnya penuh emosi saat Earl akhirnya datang ke kamar hotelnya. Mata wanita itu langsung berkaca-kaca dengan tatapan terluka.“Vale, sayang.” Earl berusaha meraihnya, namun Vale dengan cepat menghindar dan kini air mata sudah membasahi wajah wanita itu.“Dua kali, Earl. Dua kali kau mencampakanku demi Allexa! Bagaimana bisa kau melakukan hal sejahat ini padaku?! Bagaimana bisa kau melukaiku dan menghancurkan harga diriku, Earl?!” Vale berteriak penuh emosi disertai tangisannya, membuat hati Earl juga sakit mendengarnya.Dia kembali berusaha meraih Vale, namun sekali lagi wanita itu menghindar dan menatapnya dengan berlinang air mata. “Kau bilang kau mencintaiku, tapi bagaimana bisa kau dengan mudahnya meninggalkanku tanpa kejelasan seperti itu, Earl? Kau benar-benar melukaiku.” Vale benar-benar sakit hati dengan apa yang dilakukan oleh Earl.“Bukan begitu, sayang. Semalam aku benar-benar kalut melihat Alle bersimbah darah di depanku. Dia sahabatku, Vale. Aku tidak ingin sesua
Sebulan telah berlalu sejak kepulangan mereka dari Shanghai, bagi Alle semua berjalan semakin buruk. Setelah Earl memintanya melakukan pemeriksaan menyeluruh, dan setelah dirinya dinyatakan baik-baik saja. Perhatian pria itu benar-benar kembali seperti biasa, Earl semakin sibuk dengan bisnisnya juga Vale. Alle sendiri juga sibuk dengan persiapan fashion week-nya di Aussie. Semua semakin tak terkendali, walau Alle masih belum bisa memutuskan bagaimana nasib pernikahannya ke depan dan perasaannya untuk Earl. Tujuan hidupnya, Alle bahkan tidak tau.Jeremy juga semakin sibuk dengan beban kerjanya, terakhir yang dia tau jika pria itu sedang di Berlin mengurus perusahaan Addison yang ada di sana. Sudah seminggu ini dirinya tidak begitu sering berhubungan dengan Jeremy, persiapan fashion week-nya dua bulan lagi benar-benar menguras waktu dan tenaganya.Kepalanya terasa berdenyut sejak tadi malam, namun ia memaksakan datang ke boutique-nya untuk menyelesaikan rancangan ke dua puluh dari total
Jeremy menghentikan mobilnya di salah satu taman yang tidak jauh dari cantinetta ristorante & bar. Sejak meninggalkan restoran tersebut, tidak ada obrolan di antara mereka, Jeremy hanya melihat Alle yang terlihat begitu pucat dengan raut wajah yang lagi-lagi terluka. Ingin menanyakan apa yang terjadi namun ia ingin memberikan waktu untuk Alle dan akan menunggu hingga wanita itu yang menceritakannya sendiri.Begitu tiba di taman, Alla langsung bergegas keluar saat mual itu kembali ia rasakan, hingga akhirnya dia kembali muntah dengan pening yang semakin menyiksa. Jeremy langsung bergegas dan membantu wanita itu, memijit tengkuk Alle tanpa merasa jijik sama sekali. Lalu setelahnya memapah wanita itu untuk duduk di salah satu kursi taman.“Aku cari minum sebentar ya, tunggu di sini, okay?” Jeremy mengusap kening Alle yang berkeringat, Alle hanya mengangguk merasa sangat lemas.Wanita itu menarik napasnya panjang dan berusaha untuk menghirup oksigen sebank-banyaknya. Menatap ke sekeliling
Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar
Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa
Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny
Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang
Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu
Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la
Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika
“Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi
Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum