Tubuh Bill kaku menanti reaksi Silvya selanjutnya. Mata Silvya yang berkedip-kedip membuat wajah Bill semakin tegang.
"Jim ..." Silvya kembali menyebut nama Jim sambil tangannya merapatkan selimut yang membalut tubuhnya.
Kening Silvya tiba-tiba berkerut. Tangannya mengepal seperti merasakan sesuatu yang aneh.
Melihat itu, Bill bergegas keluar dan secepatnya meninggalkan apartemen. Jim pun sudah pergi entah kemana. Entah semalam ia sudah pergi atau tidak, Bill tidak memperhatikannya.
Mendengar suara pintu kamar dibuka dan ditutup membuat Silvya seketika terjaga. Silvya membuka matanya dan menatap ke arah jendela kamar yang sudah mulai terang oleh sinar matahari pagi.
"Ehm! Kenapa aku merasa sangat capek sekali?" Silvya bergumam tak mengerti.
Ia menggerak-gerakkan lehernya dan ketika tangannya menyentuh tengkuknya sendiri, Silvya baru sadar bahwa tubuhnya sudah tanpa busan
Bill mengajak Silvya untuk makan di sebuah restaurant Italia. Design interior restaurant itu berbau classic modern. Kursi-kursi dari kayu yang diplitur mengkilat memperkuat kesan classic yang ditimbulkan. Tirai berwarna putih yang menghiasi seluruh jendela kaca juga menimbulkan kesan hangat dan mewah, membuat hati Silvya merasa tentram. Wajahnya yang tadi terlihat kusut berubah menjadi tenang.Bill menatap wanita yang berjalan di sisinya. Dalam hati ia merasa senang bahwa ternyata kemarahan Silvya hanya sampai di bibir saja. Wanita ini akan menurut ketika mendapatkan sebuah perintah tegas dengan sedikit argument yang masuk akal.Bill mengajak Silvya untuk duduk di sisi jendela. Wajah Silvya terlihat bersinar ketika sinar matahari memantul dari kain putih yang melapisi alas meja. Membuat Bill menatap Silvya tanpa berkedip. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Silvya ke depannya? Perasaannya semakin hari semakin kuat. Dan semakin ia sering berhubungan
Mendengar jawaban Bill, Silvya menggelengkan kepalanya sambil memutar bola matanya."No! I mean, you are a man and you spend your time for nothing! Everyone works at this hour, but you?" Silvya berkata seperti menasehati seorang anak kecil."Well, you don't have to worry, Silvya! The money will come to me even when I'm sleep," tukas Bill dengan tenang.Dan ia tetap berlambat-lambat dalam menghabiskan makan paginya membuat Silvya semakin gemas."Bill! I don't have so much time waiting for you," ucap Silvya dengan gelisah."Okay. I'm done! So tell me, where you wanna go?" Bill menghabiskan Espresso Macchiato-nya."No, I don't want to trouble you, thanks for the breakfast, Bill. I'll be going home by my self," ucap Silvya sambil bangkit berdiri."No! No! No!" Bill dengan cepat mencegah Silvya."You should go home with me
"Non Silvya mau membawa saya kemana?" tanya Rey."Ke rumah sakit, Pak. Bapak harus periksa siapa tau ada yang bermasalah dengan tulangnya," sahut Silvya."Tapi, saya tidak punya uang, Non. Saya boleh pinjam dulu uangnya, nanti saya bayar saat saya mengambil motor saya. Dan tolong jangan memanggil saya dengan sebutan bapak. Saya rasa usia kita sama." Pria itu berkata sambil tersenyum."Oh, jadi saya harus panggil apa?""Mas boleh, Rey juga boleh."Silvya terdiam. Ah kedua sebutan itu membuatnya tidak nyaman. Jadi dia lebih memilih untuk tidak memanggil saja.Silvya mengantar Rey ke rumah sakit terdekat. Di sana Rey diperiksa dan hasilnya menunjukkan bahwa Rey tidak mengalami cedera serius."Bapak bisa rawat jalan, untuk luka ringannya, kami akan memberi obat." Dokter memberi resep kepada Rey dan Silvya memutuskan untuk menebusnya."Makasi, Non
"Malam ini aku sudah lelah, Sayang. Bukankah semalam kamu sudah puas? Hm?" Suara Jim terdengar berat.Silvya membalikkan badannya dan menatap Jim yang memejamkan mata. Terlihat sekali bahwa Jim ingin tidur dan tidak ingin diganggu.Silvya memberanikan menggores rahang Jim dengan telunjuknya. Malam ini ia benar-benar ingin melakukan hal itu bersama dengan Jim dan ia tidak tau bagaimana caranya membuat Jim bersedia. Silvya mendekatkan bibirnya hendak mencium Jim ..."Sayang, please, jangan ganggu! Aku sudah sangat mengantuk!" Jim membalikkan badannya membelakangi Silvya.Dan itu membuat Silvya merasa terhempas ke dasar jurang. Hatinya mengalami penolakan tegas untuk yang pertama kalinya. Seketika ia merasa tubuhnya kaku dan ia merasa sangat malu. Apakah Jim tidak suka dengan wanita yang sedikit agresif? Apakah ia salah jika berinisiatif untuk mencium suaminya terlebih dahulu?Silvya berusaha men
Silvya hendak memesan taxi online ketika ponselnya berdering. Muncul sebuah nomor yang tidak ia kenal di sana."Halo?""Halo? Apakah benar ini dengan Nona Silvya?" tanya seorang pria di seberang sana."Oh, ya benar. Dengan saya sendiri. Ada apa ya?" Silvya mengerutkan keningnya."Saya Rey, apakah masih ingat?""Oh! Mas Rey yang kecelakaan itu?""Hehe, iya benar. Non Silvya masih ingat rupanya." Terdengar suara ketawa kecil di ujung sana."Jangan panggil saya non, Mas. Panggil saja saya Silvya.""Oh, gitu ya? Hehe. Baiklah!" Rey tersenyum puas mendengar Silvya memintanya untuk memanggil nama."Oh iya, apakah mas Rey mau mengambil motor?" tanya Silvya to the point."Ehm, apakah Silvya ada di rumah sekarang?" tanya Rey balik."Tidak, saya mau keluar.""Oh kemana? Naik
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Silvya bingung begitu sadar bahwa rute yang diambil oleh Rey menuju arah luar kota."Lho! Makan siang, kan? Saya punya rekomendasi makan siang yang enak. Hanya saja letaknya agak jauh dari kota," jawab Rey enteng."Oh!" Silvya merasa jantungnya deg-degan. Pergi jauh seperti ini dengan pria yang baru saja dikenalnya benar-benar mengkhawatirkan.Silvya memainkan jarinya dengan tegang. Ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa diajak oleh seorang pria asing yang baru saja dikenalnya."Kamu takut?" Rey seolah tau apa yang sedang dirasakan oleh Silvya.Ia melirik ke arah Silvya yang terus menunduk. Melihat Silvya yang terlihat tegang membuatnya gemas."Aku tidak bisa pergi jauh-jauh. Nanti suamiku mencari." Silvya berusaha berdalih."Kalau mencari kan bisa telpon? Tidak masalah, 'kan? Kamu bilang saja sedang pergi bersama dengan temanmu." Rey men
Merasa mobilnya bergerak dengan cepat, Silvya membuka matanya. Dan Rey tidak lewat jalan tol seperti tadi ketika mereka berangkat."Mas, kita mau kemana?" tanya Silvya dengan cemas."Pulang, 'kan? Kamu istirahatlah dulu. Nanti kalau sudah sampai apartemen, kamu aku bangunin ya?" Rey berkata dengan nada lembut.Dan tangannya dengan intim meremas tangan Silvya, membuat Silvya seketika menarik tangannya. Hatinya merasa semakin cemas. Ucapan tante Aura semakin terngiang-ngiang di telinganya. Apakah Rey benar-benar pria seperti yang ia bayangkan di otaknya?Silvya sudah tidak lagi bisa memejamkan mata, melihat rute yang berbeda, ia jadi tidak tau apakah ini benar-benar menuju kota atau tidak? Ia kembali melirik Rey yang terlihat santai mengemudikan mobil. Wajah Rey terlihat baik dan tidak seperti penjahat. Tapi ... bukankah para penipu dan penjahat juga banyak yang berwajah baik?"Kok
Chapter ini berisi hal detail untuk usia 21++ harap di skip bagi yang belum cukup umur! Dan itu sebabnya harus dibuat sedikit mahal ya!Penulis sudah berusaha mencari kata yang wajar sebisa mungkin. Harap dimaklumi jika masih terselip satu atau dua kata."Oh, Mas Rey ... ja ngan ...!" Silvya berusaha menyingkirkan Rey dari atas tubuhnya.Tapi tangan Rey yang sudah lihay dalam menjarah tubuh para wanita segera melemahkan Silvya di area titik-titik sensitivenya. Ia mencumbu telinga dan leher Silvya membuat suara Silvya semakin lemah dan mengeluarkan suara erotis bercampur dengan tangisan yang mulai redup.Dan Silvya memanggilnya dengan sebutan apa tadi? 'Mas' lagi? Ah! Wanita ini pasti sudah dalam fase menikmati dan bukan marah ... ! Rey semakin agresif dalam membuat Silvya melayang."Rey ... ! Mas ... ! Aku ... harus pulang ..." Silvya merasa otaknya sudah hampir lumpuh.
Ada sedikit adegan vulgar. Harap bijak memilih bacaan.Silvya menunduk dan menangis tersedu. Ia tidak percaya Jim melakukan ini padanya. Setelah kemarin seharian ia dibuat bahagia olehnya, kini ia harus menangis lagi."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Jim? Kenapa? Kamu baru saja memberi kebahagiaan padaku ... dan kini, kamu kembali membuatku bersedih ..." Silvya berkata sambil menangis tersedu.Seorang pria di hadapannya menatap Silvya dengan tatapan sayang dan prihatin. Ia meraih tangan Silvya dan menggenggamnya erat."Aku harus melakukannya, Sayang. Aku tidak bisa hidup dengan perasaan bersalah seperti ini." Jim berusaha menjelaskan.Wajahnya melihat Silvya dengan tatapan iba."Dan aku, kamu biarkan hidup sendiri? Betapa teganya kamu!" Silvya menatap Jim sambil berderai air mata."Berdoalah supaya hukumanku tidak berat, Sayang. Doa kita
Bab ini mengandung adegan 21++Silahkan di skip bagi yang tidak tahan godaan.Namun, bagi yang suka digoda silahkan baca terus. Inget! Segala dosa dan racun yang timbul akibat membaca bab ini silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin Silvya, apalagi Kaesang!Satu minggu berlalu ... Jim dan Silvya lebih banyak tinggal di rumah ..."Silvya, aku merasa sangat tidak tenang ... perasaan bersalah ini, bagaimana aku harus mengatasinya?" Wajah Jim terlihat depresi."Sebaiknya kamu berusaha melupakannya, Sayang ..." Silvya yang membawa kudapan duduk di samping Jim yang sedang menonton TV di ruang tengah.Jim sedang menonton berita TV tentang kisah pembunuhan di sebuah desa di jawa timur. Seorang suami yang cemburu dengan tega membakar istrinya sendiri."Aku tidak bisa hidup dengan perasaan seperti ini, Sayang ..." Suara Jim terdengar penuh penyesalan.Silvy
Mulut Silvya seketika menganga dengan kedua tangan menutupi bibirnya. Apa yang barusan Jim katakan? Ia membunuhnya?? Tap-tapi kenapa?"Ya! Aku membunuhnya, Silvya!!" Jim menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu menelungkupkan wajahnya di atas kemudi dan menangis sesenggukan."Astaga, Jim. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi sebenarnya?" Silvya berusaha menenangkan perasaannya sendiri lalu memeluk Jim yang menangis dengan frustrasi.Jujur saja, baru kali ini ia melihat suaminya sesenggukan seperti ini. Jim yang biasanya santai dan penuh senyuman bisa terlihat rapuh seperti ini."Ak-aku sangat marah padanya, kami bertengkar dengan hebat ... dan ... dan kami sama-sama emosi. Ak-aku tidak tau ... apa yang menguasai pikiranku. Ia berteriak marah lalu mengancamku, kami ... kami terlibat pertengkaran mulut yang hebat sampai ... ia mengambil pisau ... ia tidak mengijinkan aku pergi. Ia takut aku tidak kembali
"Ini bukan kisah khayalan, kalo kamu mau, aku bisa kenalin kamu. Sebut saja namanya Zizi, dia seorang wanita dengan pergaulan bebas, hidupnya penuh dengan dunia malam, diskotik, narkoba bahkan bergonta ganti pasangan. Suaminya pun juga orang diskotik sebut saja Adam, mereka berdua menjalani kehidupan kelam, bandar narkoba dan membuka usaha diskotek. Dan dalam menjalani pernikahan, baik Adam maupun Zizi tetap menjalani kehidupan seperti itu. Mereka dugem berdua dan sesekali berganti pasangan. Mereka sangat kaya dari penghasilan haramnya itu. Dan apakah mereka butuh Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tidak pernah beribadah tapi kekayaan berlimpah ... sampai suatu hari, diskotek mereka terbakar. Kehidupan mereka berubah, dari kaya menjadi miskin. Usaha mereka sebagai bandar narkoba terciduk dan Adam sang suami harus mendekam di penjara. Zizi sangat stress sampai ia berniat untuk bunuh diri. Hutangnya bernilai milyaran, tanpa pekerjaan dan tanpa sang suami membuat Zizi tidak bisa berpikir
"Siapa, Sayang?" Jim yang melihat Silvya terdiam seketika menatapnya."Bukan siapa-siapa. Hanya orang salah sambung, Sayang!" Silvya lalu menutup panggilan Mark sepihak tanpa mengatakan apapun.Tangan Silvya menggenggam tangan Jim dan wajahnya menunjukkan sebuah senyuman yang cantik."Kamu yakin itu salah sambung?" tanya Jim dengan tatapan curiga."Iya, Sayang," bohong Silvya berusaha meyakinkan.Jim menatap jendela kaca, hatinya merasa tidak tenang. Entah kenapa ia sangat yakin bahwa itu adalah Mark. Silvya pasti sedang berusaha menghalanginya untuk berhubungan dengan mantannya itu.Jim kembali melirik Silvya. Tapi wajah Silvya sangat datar dan tanpa ekspresi.Ponsel Jim kembali berdering dan Silvya kembali mengangkat panggilan itu."Silvya! I need to talk with Jim. Don't hang up the phone!" Suara Mark kembali terdengar, kali ini lebih t
Keesokannya, Silvya dan Jim pergi ke rumah teman Silvya yang bernama William.Hati Jim sudah cemas saja. Sekalipun Silvya sudah meyakinkan bahwa aibnya tidak terbongkar, tapi ia masih tidak yakin. Apa yang akan dibahas jika tidak membongkar aib?Jim dan Silvya tiba di sebuah rumah yang terlihat mungil dan serba minimalis dari segi bangunan. Halamannya juga terlihat rapi dan sangat terawat. Rumput pendek seperti sebuah karpet beludru berwarna hijau terhampar di sisi kanan dan kiri jalan setapak yang terbuat dari batu alam. Terlihat sangat asri dan menenangkan."Ini rumahnya temanku, William," ujar Silvya sambil menggandeng Jim untuk memasuki halaman.Silvya mengetuk pintu rumah dan sebentar kemudian, muncullah seorang pria bertubuh jangkung dengan kacamata berbingkai hitam menyambut mereka dengan ramah."Hai Silvya, kamu benar-benar tepat waktu ya?" William berkata sambil tersenyum.
Jim menangis sambil memeluk tubuh Silvya dengan erat! Rasa penyesalan begitu menguasai dirinya! Ia menyesal telah mempertaruhkan hidup Silvya dalam sebuah pernikahan semu dengannya."Maafkan aku, Silvya! Maafkan aku!" Jim terus menceracau tidak jelas.Jim menangis untuk pertama kalinya demi Silvya. Rasa penyesalan itu seperti tidak bisa ditebus lagi."Apakah kamu mau bertobat jika aku memaafkanmu?" Suara Silvya mengagetkan Jim yang masih menangis penuh penyesalan.Jim seketika membuka matanya. Dan dari arah sebelah sana, ia melihat beberapa orang datang ke arahnya sambil menodongkan senjata dengan sikap waspada.Jim menoleh ke sebelah kanannya, di sana ia melihat tubuh Mark rebah dengan kondisi sudah tertembak.Jim lalu menatap Silvya yang masih terbaring di dadanya sambil tersenyum. Silvya keliatannya baik-baik saja. Dan bunyi yang tadi ia dengar keliatannya adalah bunyi tembak
Mark tertawa mendengar kata-kata Silvya. Ketika Jim memohon kepadanya untuk mengampuni nyawa wanita ini, si wanita malah sok-sok an jadi pahlawan."Okay, so are you really not afraid to day? How about this?" Mark mengarahkan pistolnya ke arah Jim.Dan kali ini ekspresi Silvya yang terlihat tegang."Mark, if you want me you better kill me now! Jim has nothing to do with you! You hate me, don't you?" Silvya berusaha mempengaruhi Jim agar tidak menyakiti Jim.Dan Mark semakin tertawa keras. Keliatannya ia sangat menyukai situasi ini. Jim mengkhawatirkan Silvya dan demikian juga sebaliknya."Ohh, you're so sweet, Silvya!" Mark menyentuhkan ujung pistolnya ke dagu Silvya.Pelatuk pistol sudah ditarik dan itu bisa meledak kapan saja."Mark, please let her go! Listen, actually, I want to recover our relationship. I've been looking for you
Jim seketika terkesiap mendengar suara orang yang sangat ia kenal! Suara itu, sedang ia cari saat ini!"Mark? Is that you?" tanya Jim memastikan."Yeah, honey! I'm with your wife now. Did you ever miss me?" Suara Mark terdengar serak."Mark, I'm looking for you all this time. Where have you been?" Jim tidak percaya bahwa Mark malah menghubunginya."Listen, Honey! I'll take your wife with me and please, don't call the police or I'll kill her!" Mark berkata dengan nada mengancam."No Mark! You don't have to! I won't call the police. Please! I promise!" Jim berusaha meyakinkan."I'll call you later, Jim!" Panggilan pun diputus sepihak.Jim langsung terkesiap. Silvya bersama dengan Mark!Jim tidak punya pilihan selain menelpon Tony! Niatnya untuk bertemu baik-baik dengan Mark kini malah hancur bera