Share

27. Satu Alasan

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-18 23:20:01
“Beberapa hari ke depan, akan ada tukang yang ngecat ulang rumah ini.”

Raga yang baru keluar dari mobil, menjelaskan kondisi rumahnya pada Lintang. Rumah penuh kenangan indah dengan mendiang sang istri, dan tidak akan mungkin Raga lupakan.

“Air, Listrik, semua sudah dicek dan lancar,” sambung Raga terus berjalan melewati Lintang yang hanya bengong di tengah carport. “Besok, aku pasang wifi biar kamu nggak bosan ada di rumah.” Raga membuka pintu rumah dan masuk tanpa menunggu Lintang.

Sederhana, tapi terlihat mewah.

Rumah pribadi Raga memang tidak sebesar milik Ario maupun Anwar, tapi sangat terasa nyaman. Lintang akhirnya melangkah menyusul Raga ke dalam begitu. Begitu masuk, ia sudah disuguhkan dengan bagian dalam rumah dengan mengusung open concept design.

Ruang tamu yang jadi satu dengan ruang makan, dengan pemandangan taman dan kolam renang di luar sana. Benar-benar terlihat segar dan membawa ketenangan tersendiri. Lintang saja sampai sudah membayangkan sarapan pagi sambil men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Nury
Lintangg..tetap semangat yaaa..jangan menyerahh dengan keadaan
goodnovel comment avatar
Syifa azzahra Azza
aku sampai nangis kasihan lintang
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
kasihan Lintang. bahkan untuk sekedar dekat dengan Rama aja gk boleh.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Unexpected Wedding   28. Aku Suka

    Perasaan Raga mulai tidak enak ketika mobilnya berhenti di parkiran sebuah gedung tiga lantai. Dari papan nama yang tertera besar di sisi luar gedung, Raga akhirnya tahu ke mana tujuan Lintang siang ini.“Ini kantormu, kan?” Pertanyaan tersebut hanya untuk basa basi.Lintang tersenyum tipis sambil membuka sabuk pengamannya. Namun, sorot matanya tidak ia tujukan pada Raga. Sejak pria itu mengajaknya melihat rumah yang saat ini sudah ditempati mereka, Lintang memang menjaga jarak dan lebih banyak diam.“Ayo keluar, Mas.” Lintang keluar lebih dulu, dan meninggalkan Raga yang tampaknya masih tercenung di dalam mobilnya. Lintang menyapa satpam dengan ramah, pun dengan resepsionis yang bertugas siang ini. “Panggilin Mas Fajar dong, Mbak. Bilangin ada tamu, tapi jangan bilang tamunya aku.”Senyum Lintang terlukis lebar, tapi tidak dengan hatinya. Resepsionis itu pun segera menghubungi Fajar yang dan mengatakan semua yang disampaikan Lintang barusan.“Lintang,” panggil Raga sudah berada di be

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Unexpected Wedding   29. Rasa Gundah

    "Selama ini aku minder dengan statusku, Mas." Ucapan Lintang tersebut, dan seterusnya, selalu terngiang di kepala Raga selama perjalanan pulang dari kantor Fajar. Tidak hanya itu, pernyataan bahwa Lintang menyukai Fajar, juga membuat Raga diam selama perjalan dan memikirkan banyak hal. “Kamu, mau makan apa?” celetuk Raga tiba-tiba ketika mereka hampir sampai ke kantornya tepat di jam makan siang. Sedari tadi, tidak ada interaksi apa pun di antara mereka. Keduanya hanya tenggelam dengan pikiran masing-masing. “Aku mau makan di rumah,” jawab Lintang tidak ingin berlama-lama bersama Raga. Bukankah pria itu sudah menetapkan jarang di antara mereka, jadi Lintang harus tahu diri. “Bu Mena bikin ikan bakar, sayang kalau nggak dimakan.” “Ikan bakarnya bisa dimakan sore,” ujar Raga masih menatap lurus dengan kemudinya. “Ini mumpung kita—” “Nggak usah, Mas,” tolak Lintang tapi dengan ucapan yang tidak keras. “Aku mau pulang aja, dan nggak mau ngerepotin Mas Raga.” “Kamu nggak ngerepotin,”

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Unexpected Wedding   30. Hati-hati

    Lintang berjongkok di hadapan Rama ketika bocah itu hendak berpamitan ke sekolah. Sudah jadi rutinitas pagi, yang tidak bisa terelakkan sama sekali. Karena di mana pun Lintang berada, bocah itu pasti akan mencarinya terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Saling mencium pipi, juga memberi pelukan erat sebagai tanda perpisahan. Ketika Lintang berdiri, tangan kecil Rama itu menariknya keluar rumah. “Hari jumat nanti Tante ikut, kan?” tanya Rama terus melewati pintu keluar yang baru saja dibuka oleh Eni. “Jumat?” Lintang menatap tanya pada yang ia lewati. Seingat Lintang, sekolah Rama tidak mengadakan acara apa pun pada minggu-minggu ini. Apakah Eni lupa menyampaikan hal tersebut pada Lintang? “Emang jumat ada apa?” “Mama ulang tahun,” jawab Rama kemudian berhenti di samping mobil yang pintu penumpangnya baru saja dibuka oleh sopir pribadi bocah tersebut. “Kan, malamnya kita makan-makan.” Lintang membeku dan meneguk keras ludahnya. Rama memang memanggil Fayra dengan sebutan mama

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Unexpected Wedding   31. Cerai

    “Mas Raga?” Lintang baru saja membuka pintu kamar, ketika melihat Raga tepat berdiri di depannya dengan tangan yang terangkat hendak mengetuk pintu. Raga mundur satu langkah, sambil menatap Lintang dari ujung rambut hingga kaki. Safir benar, semakin hari, Lintang memang terlihat semakin menarik dalam kesederhanaannya. Lintang tidak pernah berusaha menarik perhatian Raga, dan cenderung bersikap asing jika tidak keperluan sama sekali. “Aku mau ajak kamu makan siang di luar.” Memang itulah tujuan Raga pulang ke rumah setelah penolakan Lintang tadi pagi. Lintang menghela, kemudian melangkah maju sambil menutup pintunya. Lintang sedikit menggeser langkahnya, lalu berjalan melewati Raga. “Bukannya aku sudah bilang nggak mau. Jadi, please, jangan maksa. Lagian, ada angin apa Mas Raga mendadak mau ngajak makan siang di luar? Apa mau buat kesepakatan lagi? Kalau iya, udahlah ngomong aja di sini, nggak usah pake makan di luar. Beres.” Langkah kaki Lintang tertuju ke dapur lalu mengambil seb

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Unexpected Wedding   32. Lihat Saja

    “Lintang minta cerai.”Sepulang kerja, Retno meminta Raga untuk mampir ke kediaman Sailendra sebentar untuk membahas beberapa hal. Setelah mendudukkan putranya di ruang kerja Raga, barulah Retno menjelaskan semua hal yang terjadi sekitar tiga jam yang lalu di rumahnya.“Ga, Mama tahu pernikahan kalian bukan atas dasar cinta, tapi bukan berarti kamu bisa nyakitin perasaan Lintang,” sambung Retno. “Cukup tinggal satu atap selama waktu yang sudah ditentukan, dan jangan saling ikut campur dengan masalah masing-masing. Yang Mama lihat, selama ini Lintang nggak banyak macam, dan dia juga baik sama Rama.”“Sudah ngadu apa aja dia sama Mama?” Raga berdecak setelahnya, dan ingin buru-buru pulang ke rumah setelah pembicaraannya dengan Retno selesai. Tanpa sepengetahuan Raga, gadis itu berani keluar rumah dan sama sekali tidak mengabarinya.Retno menggeleng. “Nggak ada yang Lintang adukan ke Mama. Dia ke sini cuma minta bantuan Mama supaya bisa cerai dengan kamu,” jelasnya sembari mengerutkan al

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Unexpected Wedding   33. Kewajiban

    Raga mengakhiri panggilannya dengan Fayra, tepat ketika langkahnya terhenti di ruang tamu. Wanita itu mengatakan, Rama akan menginap di rumah Eko sampai hari ulang tahunnya digelar akhir minggu ini. “Biik!” Raga memanggil asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. “Bibiiik!” Surti, asisten rumah tangga yang dibawa Raga dari kediaman Sailendra segera menghampiri dengan tergesa dan sedikit panik. Tidak biasanya Raga memanggil dengan nada yang tinggi dan wajah pria itu pun terlihat sangat kesal. “Ada apa, Pak?” Raga menunjuk tegas dinding kosong di atas televisi. “Ke mana? Ke mana foto pernikahan saya di atas sana!” Surti sampai tersentak karena hardikan Raga. Mata Surti lantas tertuju pada arah telunjuk Raga, dan kaget. Surti menelan ludah, lalu kembali menatap Raga dengan gelengan. Mana mungkin Surti berani menggeser, ataupun memindah barang yang menurutnya sangat keramat itu. Surti tidak mau kena marah, apalagi dipecat dari tempatnya bekerja. Namun, pergi ke mana bingkai foto t

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Unexpected Wedding   34. Jangan Pernah Lagi

    “See, Lin!” Napas Raga terbuang kasar di atas tubuh Lintang. Wajahnya memerah menahan amarah, karena perbuatan Lintang pada foto pernikahannya dengan Tiwi. Belum lagi, seluruh kata-kata pedas yang dilontarkan Lintang padanya ketika mereka bertengkar. “Aku bisa ngacurin kamu, semudah aku membalik telapak tangan.” Lintang menatap nyalang. Menahan isak, tapi tidak bisa menahan air mata yang tumpah di sudut mata. Tidak ada kata yang bisa Lintang ucapkan, untuk meluapkan kebenciannya pada pria yang masih berada di atasnya saat ini. “Paham kamu sekarang?” lanjut Raga dengan sedikit bentakan, tapi tidak mendapat respons sama sekali oleh Lintang. “Ini peringatan pertama, dan terakhir. Jangan sekali-kali menyentuh barang pribadiku, apalagi sampai memindahkannya dari tempatnya.” Kembali tidak mendapat respons, Raga bangkit dari tempat tidur lalu mengumpat keras. Ia menatap Lintang yang masih terdiam beku, dan hanya melihat lurus pada langit-langit kamarnya dengan mata yang basah. Pada akhirn

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Unexpected Wedding   35. Biya

    “Biya?” Raga menggumam seorang diri, sembari menatap mobil yang baru saja keluar melewati pagar dan melewatinya dengan perlahan. Bahkan mobil tersebut sempat membunyikan klakson untuk menyapa seorang pria yang sudah membukakan pagar untuknya. Tidak salah lagi, Raga yakin 100 persen gadis yang berada di belakang kemudi barusan adalah Sabiya Dewantara. Sebuah syal yang menutupi kepala dan kacamata hitam, tidak akan bisa mengelabui Raga sama sekali. Itu berarti, selama ini keluarga Dewantara tahu di mana Biya berada. Alih-alih mengejar Biya, Raga tetap pada pendiriannya untuk bertemu Anwar. Saat mobilnya masuk dengan perlahan melewati pagar, Raga berhenti sejenak untuk berbicara pada pria yang masih memegang handle pintu pagar. “Pak, yang barusan keluar itu Sabiya, bukan?” tanya Raga yang sudah membuka kaca jendela mobil, ketika melihat mobil Biya melewatinya. “Iya, Mas.” “Sudah balik dia?” tanya Raga mencoba memastikan lagi. “Sudah, Mas, pagi tadi.” “Makasih, Pak.” Raga mengangguk

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20

Bab terbaru

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya~End

    “Pak Raga.” Maha segera menyusul Raga, ketika rapat umum yang dihadiri para direktur dan manajer perusahaan selesai dilaksanakan. Ia mensejajarkan langkahnya dengan mudah, saat Raga memperlambat langkahnya. “Bisa kita bicara?” Raga menoleh dan tetap berjalan menuju ruangannya. Ia mengangguk tegas, sembari berkata. “Silakan.” Maha balas mengangguk dan mereka memasuki ruangan Raga dalam ketenangan. Sesaat sebelum masuk, Raga meminta sekretarisnya untuk menghandle semua hal karena ia akan bicara empat mata dengan Maha. “Ada masalah?” tanya Raga tetap bersikap profesional, meskipun ia sudah muak melihat Maha berada di kantor. Namun, sebisa mungkin ia tidak mencampuradukkan hal pribadi, dengan semua hal yang berada di kantor. Maha menghela panjang, lalu duduk pada sofa tunggal yang berhadapan lurus dengan meja kerja Raga. “Seperti yang kita tahu … penetapan hasil pemilu sudah diputuskan MK dan kita tinggal menunggu agenda pengucapan sumpah dan janji—” “Bisa kita langsung ke inti dari p

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya2

    “A-aku minta maaf, Lin.” Maha dengan segera menghampiri Lintang yang baru saja keluar dari ruang kesehatan. Ruang yang ada di lantai satu tersebut, memang dipersiapkan untuk jalan sehat pagi ini. Sudah ada seorang dokter yang bertugas dan beberapa perawat yang dengan sigap membantu jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. “Mana nggak papa, kan?” Belum sempat Lintang menjawab, pintu ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat meeting terbuka. Raga keluar dengan menggendong Mana, yang sudah tidak lagi menangis keras akibat terjatuh dari tangga. Namun, wajah menggemaskan itu masih terlihat sembab dan sesenggukan sambil memeluk sang papa. Di saat Maha dan Biya berdebat, bocah gembul itu ternyata mencoba menaiki tangga kayu yang menuju panggung. Padahal, Maha sedikit lagi mencapai tubuh Mana saat ia melihatnya, tetapi, bocah itu lebih dulu terjatuh, sehingga membuat kehebohan. Bagaimana tidak heboh, jika yang terjatuh adalah putra direktur utama, sekaligus cucu dari pemilik perusahaan.

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya

    “Aku sebenarnya pengen banget ndepak Maha dari perusahaan.” Raga menyerahkan Mana pada Biya, yang baru saja menghampirinya. Bocah yang baru bisa berjalan itu, langsung mengulurkan kedua tangan dan minta digendong oleh tante yang selalu memanjakannya. “Tapi, sayangnya dia masih punya saham di sini dan sepertinya Maha nggak punya niat buat jual sahamnya sama siapa pun.” “Jangan lupa, tujuan dia masuk ke perusahaan ini karena papanya juga mau nyalon.” Meskipun bobot Mana semakin bertambah, tetapi Biya tidak bisa untuk tidak menggendong keponakan yang menggemaskan itu. Ia melirik sebentar pada Lintang yang baru keluar dari mobil, lalu kembali fokus pada Raga. “Sama seperti pak Ario, pak Anjas juga butuh media buat pencitraan. Mana sekarang lagi musim-musimnya, kan? Coba kita lihat aja sampai pileg nanti, apa Maha masih mau netap di sini.” “Bapak sama ibu di mana, Bi?” tanya Lintang sudah berusaha untuk berdamai dengan saudara perempuannya. Hubungan mereka memang tidak sedekat layaknya Li

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF5

    “Ini bukan tempat yang cocok buat malam amal.” Fayra menyilang kaki, sekaligus bersedekap menatap gedung restoran yang ada di hadapannya. Tidak berniat keluar, kendati sopir sang papa sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Papa pasti mau ketemu teman lama Papa yang bawa anak, terus mau ngenalin aku sama dia. Iya, kan?” “Fay—” “Apa Papa lupa, aku ini sudah punya pacar.” Fayra menyela dan tetap dalam keadaan tenang. “Apa Papa lupa sama Fajar? Atau, Papa nggak setuju sama dia, karena dia bukan berasal dari … keluarga kayak mas Raga, atau Nino? Begitu?” Eko menarik napas pelan, sembari mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi seseorang. Ia masih berada di samping Fayra, tidak akan keluar sampai putrinya itu keluar lebih dulu. “Halo, Bik, tolong bereskan barang-barang Fayra dan langsung bakar malam—” “Papaaa.” Fayar bergerak cepat dan merampas ponsel sang papa, lalu berbicara dengan seseorang yang baru saja dihubungi Eko. “Bik, Bik, barangku jangan diapa-apain. Papa cuma becanda. Ja

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF4

    “Ehm.” Tati menarik kursi di meja makan, yang berseberangan dengan Fajar. Putranya itu tengah sarapan dengan lahap seorang diri, karena Fikri sudah lebih dulu makan, sementara Tati tidak berselera sejak pertemuannya dengan Eko kemarin siang. “Kamu … minggu-minggu ini ada rencana ke luar kota, nggak, Jar?” “Nggak ada,” jawab Fajar tenang, tetapi mulai curiga. Jika Tati mulai bertanya-tanya tentang sesuatu di luar kebiasaan, pasti ada niat terselubung di balik kalimat tersebut. “Ooo.” Tati manggut-manggut, sembari mengingat ucapan Eko kemarin siang. Pria tua itu berkata, Fajar ada kunjungan ke kantor cabang. Sementar kantor cabang yang Tati tahu, semuanya berada di luar kota. Jika benar begitu, Fajar pasti sudah berpamitan dari kemarin-kemarin, untuk melakukan tugas kantor tersebut. Namun, kenyataannya tidak demikian. Fajar tetap berada di rumah, dan tidak pergi ke mana pun. Bahkan, rencana untuk ke luar kota juga tidak terbersit sama sekali. Itu berarti, Fajar telah membohongi Eko,

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF3

    Kendati bingung, tetapi Fikri dan Tati tetap menyambut baik uluran tangan pria tua yang baru saja diperkenalkan Raga pada mereka. Entah apa maksud diadakannya makan siang bersama kali ini, tetapi mereka tidak menolak karena merasa penasaran. “Jadi … kita berkumpul di sini dalam rangka apa?” tanya Fikri pada Raga yang duduk berseberangan dengannya. Tidak mungkin pria seperti Raga sekonyong-konyong menghubunginya, lalu mengajak makan siang bersama. Apalagi, Raga meminta untuk tidak mengatakannya pada siapa pun. Cukup Fikri dan istrinya saja yang tahu mengenai makan siang kali ini. Raga menatap tanya pada Eko terlebih dahulu. Apakah pria itu yang akan memberi penjelasan, ataukah Raga saja yang mengatakan maksud pertemuan saat ini. Saat Eko memberi anggukan, serta menaikkan sedikit jemari di tangan kanannya, Raga akhirnya berdiam diri. “Saya, papanya Fayra.” Fikri dan Tati sontak saling lempar pandang. Untuk apa papa Fayra mengajak mereka berdua untuk makan siang secara mendadak se

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF2

    Farya buru-buru keluar dari mobilnya, ketika melihat Fajar baru saja melewati pintu kantor. Pria itu sudah mengenakan jaket kulit, dan membawa helm full face di tangan kirinya. Sungguh terlihat berbeda, dengan Fajar yang ditemuinya saat di restoran dan siang tadi ketika mereka makan bersama Eko. “Jar!” Karena tidak memakai high heel, maka Fayra bisa dengan bebas berlari kecil menghampiri Fajar. “Aku mau ngomong bentar.” “Fayra?” Fajar kembali dibuat bingung dengan wanita satu itu. Kenapa lagi Fayra datang ke kantornya, di saat Fajar hendak pulang dan ingin mengistirahatkan tubuh secepatnya. Bukankah, akting mereka berdua siang tadi cukup meyakinkan? “Iya, Fayra!” Baru juga bertemu siang tadi, tetapi Fajar kembali bengong saat melihatnya. Apa ada yang salah dengan penampilan Fayra saat ini? “Ngobrol bentar, yuk!” “Ngobrol apa lagi?” “Ada tempat duduk, nggak?” Fayra menoleh ke kiri dan ke kanan, untuk mencari sebuah tempat untuk bicara singkat dengan Fajar. Namun, sepertinya tida

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF1

    “Fayra?” Fajar menggumam sendiri, sesaat setelah meletakkan gagang telepon di meja kerjanya. Tatapannya tertuju pada jam digital di sudut layar komputer, sembari mengingat kejadian di restoran kemarin. Raga menghampirinya, dan meminta bantuan Fajar untuk menemani adik mendiang istrinya yang sedang melakukan kencan buta. Entah mengapa, Fajar saat itu setuju membantu Fayra agar tidak dijodohkan dengan pria pilihan papanya. Melihat dari wajah frustrasi Fayra, serta penampilan yang terlihat memelas itu, membuat Fajar tidak tega menolaknya. Alhasil, Fajar tidak menyesal membantu Fayra setelah bertemu dengan pria yang hendak dijodohkan dengan wanita itu. Pria kaya yang pongah, dan menurut Fajar sama sekali tidak cocok dijodohkan dengan Fayra yang sangat sederhana. Bisa-bisa, pria itu akan “menindas” Fayra jika mereka benar-benar menikah nantinya. Namun, untuk apa wanita itu mendatangi Fajar di saat jam makan siang hampir tiba seperti sekarang? Fajar men-sleep komputernya terlebih dahu

  • Unexpected Wedding   S2~198

    “Ayo turun.” Safir memberi perintah pada putrinya, yang hari ini tepat berusia satu tahun. Di depan mereka, sudah ada satu buah meja panjang yang berisi dua buah cake ulang tahun, dengan lilin angka yang sama. Fira menggeleng, sembari mengeratkan pelukannya pada leher Safir. Bibir merah nan mungil itu mengerucut, lalu merebahkan kepala di pundak Safir. “Ya begitu itu, kalau kebanyakan digendong, Pi,” ujar Intan sambil mengulurkan kedua tangannya pada Fira. “Duduk sama Mimi, yok. Habis ini ada mama Lintang.” Agar ketiga bayi yang ada di keluarga Sailendra tidak kebingungan saat memanggil mama dan papanya, maka Intan dan Safir memutuskan untuk mengganti panggilan mereka pada Fira. Yang tadinya juga menggunakan papa dan mama, akhirnya mereka ganti menjadi pipi dan mimi, daripada harus mencari-cari nama panggilan lain. “Sama aku aja,” balas Safir. Ia tidak keberatan menggendong putrinya ke mana-mana. Karena Safir sadar, waktu akan cepat sekali berlalu dan pasti ada waktunya Fira tida

DMCA.com Protection Status