Arlene memasuki kawasan rumah sakit jiwa yang menangani Hunt selama beberapa tahun ini. Ia terdiam setelah memarkirkan mobilnya, tarikan dan hembusan napas Arlene lakukan sebanyak dua kali hingga akhirnya ia benar-benar memutuskan keluar membawa paperbag cokelat berisikan makanan kesukaan Hunt, tacos buatannya.
Satu hari semenjak Liam mengetahui tentang Cassie, pria itu sangat marah lebih dari apapun. Rasa sakit itu kembali menggerogoti seluruh tubuhnya seperti berkecamuk di dalam dada, itu yang ia rasakan hingga saat ini. Sejak kalimat ‘Aku mencintaimu’ yang keluar dari bibirnya adalah kali pertama yang pernah ia rasakan, belum pernah ia rasakan sebelumnya bahkan ketika bersama Morgan. Dan kalimat itu seperti hilang setelah Liam memutuskan untuk keluar dari pintu apartment-nya, meninggalkannya dengan ribuan bahkan jutaan perasaan bersalah. Ini tentang bagaimana hidup Cassie, memang terdengar aneh tetapi yang ia rasakan seperti itu. Satu-satunya yang menjadi hambatannya saat
Liam melangkah keluar dari ruang meeting bersama Jamie, sekretaris barunya. Ini adalah kali pertama Liam mendapatkan sekretaris pria karena sebelumnya selalu wanita—apa Arlene cemburu? Ia mengambil ponselnya di atas meja kerja, ada begitu banyak panggilan telepon dari Walt, Arlene, Kaia dan juga—Josie? Bahkan secara bersamaan? Ketika hendak menelpon Walt ia dikejutkan dengan seseorang masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk lebih dulu.Liam mengangkat kepalanya. “Apa kau tidak mempunyai sopan santun, Ms. Olivia?”Wanita itu tak mendengar ucapannya, ia menutup pintu ruangan dan berjalan cepat ke arahnya. “Apa yang kau—”“Oh God! akhirnya aku menemukan boss-ku. Mr. Addison. Maaf jika aku mengatakan ini padamu—”“Katakan apa yang terjadi?” potong Liam.“Mr. Whitman mengatakan padaku pagi tadi dia pulang lebih dulu karena Mr. Seyfried meninggal pukul 9:37 jadi beliau tak bisa b
Dad, rasanya seperti aku ingin hidup dalam mimpi saja. Aku melihatmu dalam mimpiku semalam, kau memberikanku rasa cinta yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Kau sembuh, kau tinggal, kau berada di sofamu, kau memandang kami—aku, Cassie dan Liam sedang duduk di lantai berada di rumah yang sangat layak, karena Liam, Liam yang membawa kami, merasakan rumah lagi. Liam adalah rumahku, rumah baruku, hidup baruku, mimpi indahku, yang membuat seakan masalaluku hilang begitu saja. Aku melihat kau dan Liam saling membalas senyum, aku juga tersenyum tapi tidak bertahan lama karena aku melihatmu memudar, aku melihatmu menghilang dalam pandanganku seakan tugasmu telah usai untuk merawatku, untuk menjagaku dan menemukan sosok pria lain yang akan mengisi kekosongan hidupku. Aku tahu aku sangat telat untuk hal ini. Dad, kau tahu? Liam melamarku, dia menginginkanku, dia ingin aku ada dalam sisa hidupnya, dia ingin menua denganku, tapi aku belum menjawabnya, aku takut, aku
Hari demi hari telah berlalu dan tepat mala mini baru saja menggelap beberapa jam yang lalu saat Liam datang ke mansion, tempat tinggal yang baru ia beli dengan pemandangan pohon-pohon di setiap sisi mansion—terlihat sepi, hanya ada beberapa mansion disini, dengan jarak yang jauh. Mansion ini sudah layak di tempati sejak lama hanya saja memerlukan beberapa perbaikan di taman.Arlene sudah membaik walaupun membutuhkan waktu untuk melihatnya pulih dari keterpurukannya setelah kematian Hunt. Marcia hanya datang sekali dan Shelley, gadis itu merawat Arlene seperti seorang kakak. Shelley menyesal, dia selalu meminta maaf padanya tapi Liam meminta gadis itu untuk melakukannya pada Arlene.Malam ini adalah hari surat itu, tepat malam natal, pukul delapan malam Liam berdiri di depan cermin besar mempelihatkan dirinya dengan setelan jas hitam, dua kancing kemeja yang dibiarkan terbuka di bagian atas agar tidak memperlihatkan kesan terlalu formal. Ia berbalik, membuk
Mark membulatkan kedua matanya melihat mobil menabrak pohon besar, ia langsung menghentikan mobil dan keluar. Asap mulai bermunculan dari mesin mobil, ia terdiam beberapa saat, tubuhnya membeku seketika saat melihat siapa yang ada di dalam mobil itu. Mark menggeleng. “Oh, God! No, Arlene… Josie...” Mark melangkah mundur, ia segera membuka pintu mobil dan mengambil ponsel menghubungi pihak rumah sakit untuk segera mengirimkan ambulance. “Damn it! Bisakah kalian datang lebih cepat?” tanya Mark. “She’s alive! Dia menatapku, dia berbicara,” kata Mark, ia melihat bibir Arlene terbuka, ia tak tahu apa yang gadis itu bicarakan. Mark menggeleng, mengusap wajahnya dengan kasar hingga matanya berair. Ia menjelaskan dimana titiknya berada kemudian memutuskan sambungan telepon itu—Mark melempar ponselnya ke dalam mobil kemudian berlari mendekati mobil dan membuka pintu melihat Arlene dan Josie sudah tidak sadarkan diri di dalam. Arlene sudah tidak sadarkan
7 Months AgoJosie melangkah keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menghampiri Walt yang sedang membuat sarapan pagi untuk mereka. Senyuman cantik terlihat dari bibirnya lalu memeluk pria itu dari belakang dan mengecup bahu lebarnya—Walt tersenyum lalu menuangkan telur di atas piring setelah wanita itu melepaskan pelukan dan duduk di hadapannya.“Apa kau berangkat lebih pagi hari ini?” tanya Walt seraya melepaskan apronnya lalu duduk untuk sarapan.Josie mengangguk. “Hari ini aku ada meeting penting, bagaimana denganmu?”“Tidak ada.”“Apa Liam sudah menemukan gadis itu?”Walt menggeleng. “Sejak aku memberikan nomor telponku padanya, aku tidak pernah mendapatkan panggilan dari gadis itu. Josie, kau tahu, keadaannya pagi itu benar-benar kacau. Aku sangat menghawatirkannya.”“Kenapa kau tidak menahannya untuk berbicara?”“Aku melakukannya tapi gadis itu pergi lebih dulu. Aku tidak tahu seberapa banyak luka di tubuhnya, aku hanya melihat bekas luka di bagian kepala dan beberapa tanda—
Arlene duduk di lantai menghadap tubuh Cassie yang berbaring di atas ranjang. Tangannya terangkat menyentuh hidung mancung itu dengan lembut, ia terus memandang sosok bayi perempuan yang terpejam dengan tenang di atas ranjang dengan pakaian tidurnya. Sudah dua jam sejak ia datang, Arlene terus berada di sisi Cassie, menidurinya, memberinya susu juga kecupan tidur siang untuknya. “Orang yang terikat takdir pasti akan bertemu kembali.” Arlene menoleh ke belakang, Walt bersandar di pintu dengan kedua tangan berada di saku celana. Pria itu mengenakan setelan jas kerja berwarna abu-abu, sejak kapan pria itu datang? Arlene kembali menghadap Cassie saat Walt masuk. Pria itu duduk di sisi ranjang, sampingnya. Jari telunjuk Walt terulur menyentuh tangan kecil Cassie, bayi itu menggenggamnya dalam satu genggaman erat. “Kau ingat perkataanku malam dimana kau melihatku pertama kali?” tanyanya. Arlene mengangguk. “Kau menuliskan nomormu di lenganku dan aku tidak menelponmu ta
Hi, Maximiliam. Ini aku, Arlene. Aku tahu apa yang aku lakukan adalah suatu kesalahan besar dan aku mengerti jika kau tidak bisa memaafkanku karena telah menutupi tentang siapa Cassie. Aku ingat ketika malam itu kau menatapku, aku pergi saat kau belum membuka matamu dan aku tak mengatakan apapun seperti yang kau katakan padaku ‘Something happened to us tonight, you can’t leave without saying any goodbye.’ Aku sangat mengingatnya. Aku tidak pernah melupakan bagaimana setiap kali kau menyentuhku malam itu, saat kau berbisik di telingaku, tidak akan pernah aku lupakan karena aku merasakan hal berbeda dari sebelumnya. Pagi itu aku terlalu takut untuk menatapmu setelah aku mengalami malam yang sangat buruk sebelum kita bertemu. Morgan, pria yang sangat aku benci kembali dalam keadaan mabuk, dia melakukan hal itu kembali padaku tetapi aku berhasil kabur dan menjatuhkan diriku dari kapal itu, berharap aku tidak lagi ada di hadapan semua orang termasuk ayah dan sepupuku tapi takdir
Beberapa bulan berlalu, ada begitu banyak hal yang telah terlewatkan dan juga banyak hal yang membuatnya sangat sibuk sejak hari kecelakaan itu. Liam dan rekan kerja sekaligus sahabatnya Walt terus mecoba agar semuanya berjalan dengan sangat mulus, ia harus memanggil dokter setiap bulannya, Arlene yang kembali trauma dengan kejadian masa lalu juga saat kecelakaan itu dan berita dukanya, Josie kehilangan bayi pertama mereka.Dan hari ini, tepat sore ini, Liam keluar dari mobilnya lalu melangkah masuk ke dalam mansion dengan setelan jas yang masih melekat di tubuh kekarnya baru saja pulang dari perusahaan. Kaki yang dilapisi sepatu pantofel itu mendorong pintu dan mendapati beberapa sahabatnya sedang menunggu di ruang billiard sambil meminum alcohol buatan Arlene. Ya, Arlene. Liam tersenyum tipis melihat gadis itu membuatkan beberapa gelas alcohol untuk Dave juga Mark yang duduk di konter. Liam mengedipkan sebelah matanya ketika sosok gadis yang ia pandang sejak tadi melihatnya begitu j
Jam sudah menunjukkan pukul hampir makan malam, Liam masih berdiri dengan kedua tangan berada di dalam saku celana untuk menunggu jam makan malam di yacht milik keluarga Addison setelah ia menidurkan putrinya di kamar Alexander, ia berdiri dimana tempat ini pertama kali ia melihat Arlene terjatuh dari kapal yang terparkir tepat di samping kapal pesiar miliknya dan kapal itu masih tetap disana disaat sang pemilik sudah berada di jeruji besi. Waktu terus berputar dan tepat hari ini, ia diberi sebuah kesempatan untuk berkumpul dengan semua sahabat juga keluarganya, termasuk keluarga baru Arlene. Kejadian itu sudah berlalu begitu cepat, mata Liam terus menelusuri setiap bagian-bagian penting itu. Ketika ia melompat ke dalam laut dan menarik tubuh Arlene ke dalam pelukannya lalu membawa tubuh itu ke yacht miliknya—jika malam itu ia tidak cepat menolong Arlene, mungkin saja gadis itu tidak bersamanya hingga detik ini. Rasanya begitu menyakitkan ketika mengingatnya, begitu sulit jika mencob
Beberapa bulan berlalu, ada begitu banyak hal yang telah terlewatkan dan juga banyak hal yang membuatnya sangat sibuk sejak hari kecelakaan itu. Liam dan rekan kerja sekaligus sahabatnya Walt terus mecoba agar semuanya berjalan dengan sangat mulus, ia harus memanggil dokter setiap bulannya, Arlene yang kembali trauma dengan kejadian masa lalu juga saat kecelakaan itu dan berita dukanya, Josie kehilangan bayi pertama mereka.Dan hari ini, tepat sore ini, Liam keluar dari mobilnya lalu melangkah masuk ke dalam mansion dengan setelan jas yang masih melekat di tubuh kekarnya baru saja pulang dari perusahaan. Kaki yang dilapisi sepatu pantofel itu mendorong pintu dan mendapati beberapa sahabatnya sedang menunggu di ruang billiard sambil meminum alcohol buatan Arlene. Ya, Arlene. Liam tersenyum tipis melihat gadis itu membuatkan beberapa gelas alcohol untuk Dave juga Mark yang duduk di konter. Liam mengedipkan sebelah matanya ketika sosok gadis yang ia pandang sejak tadi melihatnya begitu j
Hi, Maximiliam. Ini aku, Arlene. Aku tahu apa yang aku lakukan adalah suatu kesalahan besar dan aku mengerti jika kau tidak bisa memaafkanku karena telah menutupi tentang siapa Cassie. Aku ingat ketika malam itu kau menatapku, aku pergi saat kau belum membuka matamu dan aku tak mengatakan apapun seperti yang kau katakan padaku ‘Something happened to us tonight, you can’t leave without saying any goodbye.’ Aku sangat mengingatnya. Aku tidak pernah melupakan bagaimana setiap kali kau menyentuhku malam itu, saat kau berbisik di telingaku, tidak akan pernah aku lupakan karena aku merasakan hal berbeda dari sebelumnya. Pagi itu aku terlalu takut untuk menatapmu setelah aku mengalami malam yang sangat buruk sebelum kita bertemu. Morgan, pria yang sangat aku benci kembali dalam keadaan mabuk, dia melakukan hal itu kembali padaku tetapi aku berhasil kabur dan menjatuhkan diriku dari kapal itu, berharap aku tidak lagi ada di hadapan semua orang termasuk ayah dan sepupuku tapi takdir
Arlene duduk di lantai menghadap tubuh Cassie yang berbaring di atas ranjang. Tangannya terangkat menyentuh hidung mancung itu dengan lembut, ia terus memandang sosok bayi perempuan yang terpejam dengan tenang di atas ranjang dengan pakaian tidurnya. Sudah dua jam sejak ia datang, Arlene terus berada di sisi Cassie, menidurinya, memberinya susu juga kecupan tidur siang untuknya. “Orang yang terikat takdir pasti akan bertemu kembali.” Arlene menoleh ke belakang, Walt bersandar di pintu dengan kedua tangan berada di saku celana. Pria itu mengenakan setelan jas kerja berwarna abu-abu, sejak kapan pria itu datang? Arlene kembali menghadap Cassie saat Walt masuk. Pria itu duduk di sisi ranjang, sampingnya. Jari telunjuk Walt terulur menyentuh tangan kecil Cassie, bayi itu menggenggamnya dalam satu genggaman erat. “Kau ingat perkataanku malam dimana kau melihatku pertama kali?” tanyanya. Arlene mengangguk. “Kau menuliskan nomormu di lenganku dan aku tidak menelponmu ta
7 Months AgoJosie melangkah keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menghampiri Walt yang sedang membuat sarapan pagi untuk mereka. Senyuman cantik terlihat dari bibirnya lalu memeluk pria itu dari belakang dan mengecup bahu lebarnya—Walt tersenyum lalu menuangkan telur di atas piring setelah wanita itu melepaskan pelukan dan duduk di hadapannya.“Apa kau berangkat lebih pagi hari ini?” tanya Walt seraya melepaskan apronnya lalu duduk untuk sarapan.Josie mengangguk. “Hari ini aku ada meeting penting, bagaimana denganmu?”“Tidak ada.”“Apa Liam sudah menemukan gadis itu?”Walt menggeleng. “Sejak aku memberikan nomor telponku padanya, aku tidak pernah mendapatkan panggilan dari gadis itu. Josie, kau tahu, keadaannya pagi itu benar-benar kacau. Aku sangat menghawatirkannya.”“Kenapa kau tidak menahannya untuk berbicara?”“Aku melakukannya tapi gadis itu pergi lebih dulu. Aku tidak tahu seberapa banyak luka di tubuhnya, aku hanya melihat bekas luka di bagian kepala dan beberapa tanda—
Mark membulatkan kedua matanya melihat mobil menabrak pohon besar, ia langsung menghentikan mobil dan keluar. Asap mulai bermunculan dari mesin mobil, ia terdiam beberapa saat, tubuhnya membeku seketika saat melihat siapa yang ada di dalam mobil itu. Mark menggeleng. “Oh, God! No, Arlene… Josie...” Mark melangkah mundur, ia segera membuka pintu mobil dan mengambil ponsel menghubungi pihak rumah sakit untuk segera mengirimkan ambulance. “Damn it! Bisakah kalian datang lebih cepat?” tanya Mark. “She’s alive! Dia menatapku, dia berbicara,” kata Mark, ia melihat bibir Arlene terbuka, ia tak tahu apa yang gadis itu bicarakan. Mark menggeleng, mengusap wajahnya dengan kasar hingga matanya berair. Ia menjelaskan dimana titiknya berada kemudian memutuskan sambungan telepon itu—Mark melempar ponselnya ke dalam mobil kemudian berlari mendekati mobil dan membuka pintu melihat Arlene dan Josie sudah tidak sadarkan diri di dalam. Arlene sudah tidak sadarkan
Hari demi hari telah berlalu dan tepat mala mini baru saja menggelap beberapa jam yang lalu saat Liam datang ke mansion, tempat tinggal yang baru ia beli dengan pemandangan pohon-pohon di setiap sisi mansion—terlihat sepi, hanya ada beberapa mansion disini, dengan jarak yang jauh. Mansion ini sudah layak di tempati sejak lama hanya saja memerlukan beberapa perbaikan di taman.Arlene sudah membaik walaupun membutuhkan waktu untuk melihatnya pulih dari keterpurukannya setelah kematian Hunt. Marcia hanya datang sekali dan Shelley, gadis itu merawat Arlene seperti seorang kakak. Shelley menyesal, dia selalu meminta maaf padanya tapi Liam meminta gadis itu untuk melakukannya pada Arlene.Malam ini adalah hari surat itu, tepat malam natal, pukul delapan malam Liam berdiri di depan cermin besar mempelihatkan dirinya dengan setelan jas hitam, dua kancing kemeja yang dibiarkan terbuka di bagian atas agar tidak memperlihatkan kesan terlalu formal. Ia berbalik, membuk
Dad, rasanya seperti aku ingin hidup dalam mimpi saja. Aku melihatmu dalam mimpiku semalam, kau memberikanku rasa cinta yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Kau sembuh, kau tinggal, kau berada di sofamu, kau memandang kami—aku, Cassie dan Liam sedang duduk di lantai berada di rumah yang sangat layak, karena Liam, Liam yang membawa kami, merasakan rumah lagi. Liam adalah rumahku, rumah baruku, hidup baruku, mimpi indahku, yang membuat seakan masalaluku hilang begitu saja. Aku melihat kau dan Liam saling membalas senyum, aku juga tersenyum tapi tidak bertahan lama karena aku melihatmu memudar, aku melihatmu menghilang dalam pandanganku seakan tugasmu telah usai untuk merawatku, untuk menjagaku dan menemukan sosok pria lain yang akan mengisi kekosongan hidupku. Aku tahu aku sangat telat untuk hal ini. Dad, kau tahu? Liam melamarku, dia menginginkanku, dia ingin aku ada dalam sisa hidupnya, dia ingin menua denganku, tapi aku belum menjawabnya, aku takut, aku
Liam melangkah keluar dari ruang meeting bersama Jamie, sekretaris barunya. Ini adalah kali pertama Liam mendapatkan sekretaris pria karena sebelumnya selalu wanita—apa Arlene cemburu? Ia mengambil ponselnya di atas meja kerja, ada begitu banyak panggilan telepon dari Walt, Arlene, Kaia dan juga—Josie? Bahkan secara bersamaan? Ketika hendak menelpon Walt ia dikejutkan dengan seseorang masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk lebih dulu.Liam mengangkat kepalanya. “Apa kau tidak mempunyai sopan santun, Ms. Olivia?”Wanita itu tak mendengar ucapannya, ia menutup pintu ruangan dan berjalan cepat ke arahnya. “Apa yang kau—”“Oh God! akhirnya aku menemukan boss-ku. Mr. Addison. Maaf jika aku mengatakan ini padamu—”“Katakan apa yang terjadi?” potong Liam.“Mr. Whitman mengatakan padaku pagi tadi dia pulang lebih dulu karena Mr. Seyfried meninggal pukul 9:37 jadi beliau tak bisa b