Dalam diam yang menahan amarah, Jose melajukan pick up bututnya menuju ke danau tempat dia pernah mengajak Thalia untuk berbicara. Setibanya di sana, ketenangan dan keindahan danau itu sedikit banyak meluluhkan amarahnya. Dia mengeluarkan rokok dan membakarnya. Dihisapnya seraya berusaha mengenyahkan pikiran tentang Thalia.
Namun, gadis manis dengan rambut panjangnya yang berwarna coklat itu tak bisa dia enyahkan dalam pikirannya.
Bertahun-tahun lalu, Jose sering memerhatikan Thalia saat gadis itu masih bersekolah. Dia mengamati gadis itu dari dalam mobilnya. Senyumnya, kibaran rambut panjangnya, serta langkah riangnya hampir menjadi sarapannya setiap pagi. Dan setelah Thalia melewati jalanan di blok perumahannya dan menaiki bis, Jose baru beranjak juga dari sana.
Kini, gadis itu menjadi istrinya. Sebagai ekspresi kebahagiaannya yang tak terkira, Jose ingin selalu mengantarkan ke mana pun istrinya itu pergi. Namun, sepertinya itu hanya keinginan sepihaknya sa
“Hati-hati, Pap. Pap belum boleh terlalu lelah. Jadi, Pap istirahat saja di kamar ya, Pap?” tanya Thalia yang juga diiyakan oleh Camilla. Sore itu mereka telah kembali ke rumah. Ayahnya sudah diperbolehkan pulang. “Aku bosan di kamar saja. Lebih baik aku beristirahat di ruang duduk. Aku bisa sambil menonton televisi dan bisa melihat cucu-cucuku bermain. Begitu lebih baik. Melihat kelakuan mereka dan mendengar suara mereka membuatku merasa tetap berada di dunia ini. Jika kau mengurungku di kamar, aku akan merasa berada di penjara!” jawab ayahnya dengan suara ketus. Camilla dan Thalia jadi berpandangan, kemudian mereka mengangguk. Biar bagaimana pun ayah mereka sedang sakit. Sudah sepantasnya segala keinginannya didengarkan dan dikabulkan. “Baiklah, Pap. Akan kuatur supaya sofa di sana bisa nyaman untuk pap tiduri,” ujar Camila lagi sambil merangkul ayahnya dan menuntunnya ke ruang duduk. Dengan segera, Thalia mengatur sofa di sana agar terasa n
Setelah kepergian Ramona dan Camila, Jose menatap Thalia dari tempatnya duduk. Wanita itu terlihat seperti menghindarinya. Dia menjaga pandangannya agar tetap terarah pada anak-anak yang bermain dedaunan kering di pekarangan. Jose pun menghela napasnya dalam diam. Sebelum menyusul Thalia ke rumah ayahnya ini, Jose sempat singgah ke rumahnya sebentar. Saat itulah Mrs. Silvana memberitahunya tentang apa yang dikatakan Mrs. Milly pada Thalia saat sarapan bersama tadi pagi. Sontak saja Jose meradang. Berani-beraninya mereka bertingkah seperti itu pada Thalia saat tidak ada dirinya dan ayahnya di rumah. Dan itu juga rupanya kenapa istrinya itu bersikap sinis padanya saat dia menawari tumpangan tadi pagi. Semua itu membuatnya tidak tenang hingga dia menyusul Thalia ke rumah Tuan Carlo. “Ayahmu membaik, kan?” tanya Jose pelan, berusaha membuat Thalia bersedia bicara padanya. Thalia yang bisa menangkap adanya perhatian yang tulu
“Kau harus lihat ekspresi Fernando saat kukatakan bahwa kita akan honeymoon hari Jumat ini!” Jose menutup pintu kamar mereka sesaat setelah Thalia melangkah masuk.Pria itu terkekeh geli mengingat kembali wajah adik tirinya itu yang pupil matanya membesar dan tak ada bagian tubuhnya yang lain yang bisa bergerak saat mendengar mereka akan pergi honeymoon.“Trims,” sahut Thalia lirih sambil membalikkan tubuhnya menghadap Jose.Mereka berdua berdiri saling berhadapan dengan tinggi tubuh yang cukup mencolok perbedaannya. Thalia hanya sebatas leher suaminya saja.“Trims untuk?” tanya Jose lagi. Tubuhnya dia bungkukkan agar wajahnya bisa sejajar dengan wajah sang istri.“Untuk tadi. Membantuku dan membelaku di depan mereka,” kata Thalia lagi. Dia juga menghadiahkan Jose senyum kecil yang lembut dan tulus. Senyum yang sangat dikenal Jose setiap kali dia mengamati gadis itu diam-diam selama ini.Jose p
“Apa kau bilang? Bagaimana bisa itu terjadi?” Fernando belumlah selesai bersiap untuk ke kantor pagi itu, tetapi kabar tak sedap sudah dia dengar dan tentu saja memancing murkanya naik ke permukaan. “Siapa yang berani-beraninya melakukan itu?” tanya Fernando lagi dengan ponsel di telinganya. Dia sedang berbicara pada wakilnya. “Apa? Austin Mayhew? Bukannya dia tidak ikut tender?” raung Fernando lagi. Jemarinya terlihat jelas mencengkeram ponsel di tangannya seakan ingin menghancurkannya. Dan setelah beberapa detik mendengarkan jawaban dari ujung sana, Fernando mematikan ponsel seraya mengumpat kasar. “Bajingan sialan! Berani-beraninya dia merebut sumber pemasukanku?!” “Ada apa sih? Pagi-pagi sudah kesurupan,” tanya Gabriella seraya mendekat pada suaminya itu. Wanita itu baru saja selesai mandi. Tubuhnya masih ditutup bathrobe dan rambutnya dililit handuk. “Proyek resort di selatan Bacalar direbut Austin!” jawab Fernando kekesalan maksimal. “Apa? Kenapa bisa? Bukankah kau bilang
“Mau apa dia pagi-pagi begini buat keributan?” tanya Thalia begitu Fernando telah meninggalkan mereka dan Jose sudah menutup pintu mereka.“Dia hanya kerasukan karena proyeknya dimenangkan temanku,” sahut Jose mengambil kursi di dekat meja makan dan duduk di sana.Thalia sedang menggoreng telur dan Jose memandangi gadis itu dari belakang. Rasanya dia masih tak percaya bahwa Thalia bisa berada di dapurnya. Bahkan memasak untuknya.Tapi kemudian kata-kata Fernando bergema di kepalanya. "Dia memang single, tapi dia sudah menjadi milikku!"Jose mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja seraya dia berpikir lagi. Apa mungkin yang dimaksud Fernando 'memiliki Thalia' adalah 'meniduri Thalia'?Ah, tidak mungkin. Jose menggeleng kepalanya. Thalia bukan tipe gadis bebas seperti itu. Tidak mungkin gadis yang sudah menjadi istrinya itu sudah sempat berhubungan suami istri dengan Fernando di kala mereka berpacaran.“Dan dia menudu
Entah kenapa, bayangan tangan kekar dan keras Jose terus menetap di benak Thalia. Saat tadi pagi dia menyentuh tangan yang dipenuhi urat-urat yang saling bertonjolan itu untuk menahan Jose yang hendak menyantap omelet masakannya, tangan itu terasa begitu kokoh, begitu mantap untuk dijadikan tempat bersandar.Dan kehangatan yang memancar dari kulit liat suaminya itu terasa bagai ekstrak obat yang membuatnya ingin bersentuhan lagi dan merasakan tangan kekar suaminya itu.Selain itu juga, bisikan Jose yang tepat di telinganya pun sukses membuat jantungnya berdebar tak karuan. Suara lirih dan rendah Jose itu terasa bagai desahan yang mampu membuat bulu kuduknya meremang. Jika mau jujur, Thalia merasakan kewanitaannya berdenyut hanya karena mendengar suara pria itu tepat di telinganya.Dan semua itu masih terngiang-ngiang di kepalanya hingga kini. Sudah gilakah dia?“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu, Thal?” tanya
(Ini berisi 2 bab) “Kau siap?” tanya Jose di fajar hari itu saat mereka baru saja selesai packing baju-baju untuk dibawa berlibur. “Entahlah. Aku rasa aku tidak pernah siap,” sahut Thalia sambil menghela napasnya. “Tidak ada yang kukenal.” “Kau mengenalku,” kata Jose lagi dan mulai memikul ransel besar kepunyaannya. Sedangkan ransel Thalia berukuran setengah darinya. “Yeaaah. Hanya kau saja.” “Itu lebih dari cukup. Bersamaku kau akan aman. Aku janji!” ucap Jose seraya memandang kedua mata Thalia dan menatapnya lekat-lekat. Kata ‘aman’ mengingatkan Thalia akan alasan tak berdasar yang dia kemukakan pada ayahnya saat mencari cara agar tidak diharuskan ikut ke El Chiflon. Thalia sempat ‘meramalkan’ rencana jahat Jose pada dirinya dengan mengumpankannya pada teman-temannya yang lain. Namun nyatanya, pria itu malah menjanjikan keamanan padanya. Selama ada Jose, dia akan aman. Kehangatan mengalir di hatinya. “Ayo!” se
Dua hari mereka habiskan di El Chiflon. Selain berenang sepanjang hari, hari berikutnya mereka habiskan dengan mengeksplore alam di sekitar air terjun itu.Thalia benar-benar menikmati kebersamaannya dengan Jose dan teman-temannya semua. Dia jadi bersyukur karena Pap mengharuskannya ikut bersama Jose. Jika tidak, dia tidak akan merasakan semua keceriaan ini.“Hati-hati,” kata Jose sambil mengulurkan tangannya saat dia dan Thalia akan kembali turun air terjun.Phillio dan yang lainnya sedang asyik melihat dagangan-dagangan para penjual souvenir. Di saat itu, Jose berbisik pada Thalia, mengajak istrinya itu untuk turun ke air terjun lagi, menikmati air dan keberduaan mereka.Thalia mengiyakan dan diam-diam mereka menuju jalan setapak ke arah air.Air terjun setinggi 20-an meter itu mengali ke sebuah sungai yang dikelilingi bebatuan karang yang sangat tinggi sehingga air berwarna biru jernih itu tampak seperti kolam alami.Namun, di
“Rumah itu tetap akan disita bank. Biar bagaimana pun uang yang digelontorkan sudah terpakai dan berkurang. Jika kau ingin mengambil kembali rumah dan tanahmu itu, kau tetap harus mengganti uang bank yang telah digunakan Gabriella, barulah rumah itu bisa kembali ke tanganmu.”Mendengar penjelasan Mr. Gustavo, Phillio kesal dan berang. “Apa? Itu sama saja bohong!”Jose sendiri tak bisa berkata apa-apa lagi. Andai rumah itu bukan rumah peninggalan kakeknya, maka dia takkan mau memikirkannya lagi. Tapi dalam rumah itu ada banyak kenangan keluarga Miguel yang takkan mungkin tergantikan oleh apapun juga.Lalu pemakaman keluarga mereka pun terletak tak jauh dari kediaman mereka.Segala kenangan inilah yang benar-benar sedang diperjuangankan Jose.“Berapa yang harus kuganti?”“Lima ratus ribu dolar.”“Itu gila!” sahut Jose dengan meraup wajahnya.***Selepas dari pertemuan dengan Mr. Gustavo, Jose pulang ke rumah dengan semangat yang hanya tersisa setengahnya saja. Begitu lesu langkah kakinya
“Sweet, bangunlah.”Suara lemah Jose Antonio memecah keheningan di ruang ICU itu.Thalia terbaring di sana, dalam keadaan tidak sadar.Ramona menceritakan, Thalia terkena preeklampsia. Tapi dia tidak menyadarinya karena tidak pernah lagi memonitor kehamilannya sejak menghadiri persidangan demi persidangan.Ada beberapa gejala yang dia alami, seperti tekanan darah tingginya yang semakin meningkat. Juga kondisi kekurangan nutrisi. Tapi Thalia abai akan semua itu.Membuat ketika dia harus melahirkan prematur, tubuh nya mendadak blank dan dia tak sadarkan diri.Jose rasanya ingin hancur menjadi debu saja ketika dia mendengar apa yang terjadi pada Thalia.Dipandanginya wanita itu dan digenggamnya erat tangan Thalia.“Bangunlah, please. Aku membutuhkanmu. Juga anak kita. Bangun, Sweet. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau meninggalkan kami di sini.”Pria itu tertunduk dan air matanya jatuh tak mampu dibendung lagi.Entah Jose harus menyalahkan siapa. Tapi melihat kondisi Thalia seperti ini,
Joseeee ... My man ... Joseeeeee ... Suara sayup-sayup seakan memanggil Jose. Saat itu dia berada di tebing tinggi dengan angin yang cukup kencang menerpa tubuhnya. Rambut coklatnya yang lumayan panjang berkibaran. Jose memandang sekeliling, tapi tidak melihat seorang pun. Hanya ada air laut yang menerpa karang hingga percikannya terlempar ke segala arah. Deburan ombak kembali mengisi pendengarannya saat panggilan itu sudah tak terdengar. Jose kembali menatap air laut di bawahnya. Entah mengapa dia merasa dirinya terpanggil untuk melompat dari sana. Joseeeeee ... Lagi, suara itu terdengar. Menajamkan telingannya, Jose menyadari jika itu suara Thalia. “Sweet? Di mana kau?” teriaknya pada sekelilingnya. Aku di sini .... Suara Thalia terdengar lagi dan tiba-tiba saja tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak tebing yang tak kalah tinggi dan Thalia berada di ujung tebing. Wanita itu mengenakan gaun panjang tipis berwarna pink. Perutnya sudah membuncit sementara angin menerpa ramb
Memikirkan itu, Fernando sedikit tenang. Meski pun dia tetap bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Gustavo tetap mau menunjukkan rekaman di menit-menit setelah ini, jika memang isi rekaman sudah kabur dan dirinya tak terlihat jelas.Ah, mungkin itu hanya gertakan saja.Fernando menguatkan dirinya.Lalu mereka semua fokus pada rekaman. Dan benar saja, tak sampai lima menit kemudian, terlihat seseorang keluar dari ruang rawat ayahnya.Mr. Gustavo langsung menunjuk ke arah Fernando.“Apakah itu dirimu?”Fernando nyaris saja kehilangan kedua bola matanya karena mereka berlompatan keluar.Bu- bukankah dia sudah membayar hacker untuk mengaburkan rekaman saat dirinya keluar dari ruangan itu? Kenapa di rekaman kali ini dirinya terlihat jelas? Bahkan fitur wajahnya sangat jelas, karena Fernando sempat menoleh ke kanan dan ke kiri, bahkan menatap ke arah kamera selama beberapa detik.Dengan logika yang masih tertutup keterkejutannya, Fernando sontak berteriak,“Bu- bukan aku! Itu bukan aku!”“Bu
Silvana mulai menirukan ucapan Mrs. Milly yang didengarnya waktu itu, “Kita harus tenang, Fernando. Pihak Bank tahunya pinjaman itu atas nama ayahmu. Dan ketika Jose mengetahui tentang ayah kalian meminjam dengan menjaminkan rumah dan tanahnya, maka dia gelap mata, murka, dan mendendam pada ayah kalian. Itulah kenapa ayahmu mati.Setelah itu, Jose lalu meminta dana pinjaman itu menjadi miliknya. Mengancam kita untuk mengirimkan dana itu ke rekeningnya. Itulah yang terjadi, Fernando. Kau mengerti? Itu yang terjadi!Camkan dalam benakmu, itulah yang terjadi. Ketika nanti kita memberi kesaksian pada yang berwajib, kita harus mengatakan seperti itu! Mengerti?!”Silvana menjelaskan dengan menirukan nada suara Mrs. Milly, membuat Mr. Gustavo jadi mempertanyakannya.“Apakah menurut anda ada yang aneh dari kata-kata Mrs. Milly itu?”“Iya! Tentu saja! Mrs. Milly seperti menyampaikan rencananya, bukan memberitakan sebuah kabar,” ucap Silvana yang langsung membuat Fernando memrotesnya.“Kau jang
“Jadi Anda sebenarnya sedang kembali ke rumah atau sedang di kafetaria?” tanya Mr. Gustavo dengan nada keras pada Fernando, ketika pria itu dipanggil untuk memberi kesaksian.“Di kafetaria,” sahut Fernando dengan nada kesal.Saat itu, sudah gilirannya yang dipanggil untuk memberikan kesaksian.Fernando awalnya menolak tegas, tapi Officer Danny dan para polisi lainnya memaksa. Jika dia tidak bersedia memberikan kesaksian, maka dirinya yang akan dituntut karena melakukan penipuan terhadap dana pinjaman bank.Tentu saja hal tersebut bisa dilakukan asalkan sesuai prosedur. Tapi para polisi menggertaknya seolah-olah tanpa prosedur pun Fernando bisa dituntut begitu saja.Dan Fernando mempercayai gertakan itu dan langsung menyetujui pemanggilan dirinya sebagai saksi.Kini, menghadapi garangnya Mr. Gustavo menanyai dirinya sebagai saksi, Fernando cukup ciut nyalinya.“Jam berapa Anda keluar dari ruang rawat ayah Anda?” tanya Mr. Gustavo lagi.“Ma- maaf, saya tidak melihat jam.”“Kira-kira saj
Dengan terbata-bata, Gabriella menjawab lagi tanpa pikiran logisnya lagi, “Bu- bukan aku yang membelinya! Apakah Anda tidak menanyakannya pada Fernando? Pastilah dia yang membeli mobil itu!” “Oh, Nona Gabriella,” Mr. Gustavo terlihat tersenyum kecil. dia sungguh sudah hapal dengan tingkah para saksi yang menyembunyikan sebuah kebenaran seperti Gabriella. “Anda tertangkap saat sedang berada di Tijuana City. Dan pembelian mobil itu juga terjadi di kota yang sama. Lagipula, sales showroom mobil sempat mengambil foto Anda saat Anda menuju mobil sesaat setelah transaksi pembelian terjadi. Ini fotonya!” Gabriella seperti disengat listrik tegangan tinggi kali ini. Dia tak bisa megnelak lagi dengan bukti foto yang ditunjukkan di depan wajahnya. Dia seperti mendapatkan tamparan di wajah. “It- itu ... Ak- aku ... aku tidak mengingatnya!” “Bagaimana anda tidak mengingatnya? Anda amnesia? Tapi dokter tidak memberi laporan bahwa anda amnesia. Lalu, apakah berarti anda pura-pura lupa?” “Buk
Thalia bagai menjalani hidup dalam naungan waktu yang berbeda. Dia seperti masih berada di titik yang jauh di belakang, tapi tiba-tiba Ramona sudah menyadarkannya bahwa sudah waktunya persidangan Jose lagi. “Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menghadarinya lagi, Ramona,” tangis Thalia saat sahabatnya itu menyuruhnya bersiap dan menunjukkan pada Jose bahwa dirinya akan bertahan sekuat tenaga demi Jose dan buah hati mereka. “Kau harus kuat, Thalia. Jika Jose melihatmu hancur, dia akan lebih hancur lagi!” Ramona terus mengguncang tubuh Thalia, berusaha menguatkan temannya itu. “Tapi melihat kondisinya yang semakin buruk, aku semakin hancur, Ramona.” Isak tangis Thalia semakin berhamburan keluar. Sudah sejak beberapa hari lalu, Ramona menginap di rumah Thalia. Dia membantu menjaga kondisi mental Thalia tetap waras. Sebagai ibu yang sedang mengandung, keadaan hati Thalia tidak seharusnya sekacau ini. Sudah seharusnya Thalia menjadi lebih tenang, santai, dan berbahagia, sehingga k
“Jangan seenaknya menuduhku! Aku tidak tahu menahu tentang hal itu!” Gabriella memelototi polisi di hadapannya. Setelah semalam dia dibuat pingsan oleh Danny yang ternyata adalah kaki tangan seorang detektif yang disewa Austin, sepuluh menit lalu dia terbangun di sebuah ruangan interogasi. Awalnya Gabriella diberi minum dan sedikit makanan untuk membuat kesadaran dirinya pulih dengan benar. Tapi setelah minuman dan makanan itu habis, proses interogasi dimulai. Detektif Owen bekerja sama dengan seorang kepolisian bersih yang setelah mendengar penjelasan tentang kasus ini, officer Randall pun bersedia membantu penyelidikan. “Kalau kau tidak tahu menahu tentang dana pinjaman bank untuk suamimu itu, silakan jelaskan sumber dana dari rekeningmu yang menggendut tiba-tiba. Darimana uang 2,5 juta dolar di rekeningmu, Nona? Itu bukan uang sedikit!” “Apa?” Gabriella terlihat shock. Bu- bukankah dia menyimpan dana itu di bank yang menjaga kerahasiaan nasabah seratus kali lebih rahasia daripa