Selamat membaca!*****Dua hari berlalu, selama itu pula aku mencari tahu tentang ustaz usulan Yanto, punya koneksi dengan beberapa teman di sana, membuat urusanku lebih mudah tentunya.Menurut penuturan mereka, ustaz yang katanya bernama Yusuf itu memang kesehariannya menjalankan praktik rukiah, beliau sudah berumur lima puluh tahun, mempunyai sebuah pondok pesantren yang terbilang cukup dikenal di sana.Setelah sama-sama memantapkan hati bersama Ratna, akhirnya kita berdua memutuskan untuk menyambangi kediaman Ustaz Yusuf tersebut. Bermodalkan tekad dan nekat, hari ini kami berangkat ke sana.Dua jam menempuh perjalanan, akhirnya tiba di tempat tujuan, sebuah pondok pesantren dengan halaman yang begitu asri, seorang santriwan menyambut kedatangan kami, pemuda itu mengantar kami ke rumah yang ditinggali Ustaz Yusuf.Aku terkesima melihat rumah sederhana yang begitu teduh, tidak ada tembok, hanya dinding berbahan papan yang menjadi tabirnya, jendela dan pintunya pun terkesan kuno, tid
Selamat membaca!*****"Argh! B*jingan! Belum puas juga kau membakarku kemarin! Aaaaargh, panaaaas!"Teriakan Ratna menggema, sedangkan Ustaz Yusuf tak menghentikan aksinya, beliau terus membacakan ayat-ayat ruqyah tanpa henti, malah lebih melantang."Hentikaaaan! Tua bangka! Hentikaaaaan, argh!"Ratna berteriak murka, kedua tangannya bergetar, kakinya juga menyentak-nyentak ke lantai, ia mengesot, berusaha menggapai Ustaz Yusuf, tetapi aku lebih sigap menangkap tubuhnya.Dia terus meronta minta dilepaskan, aku lihat banyak peluh mengucur membasahi wajah dan bagian depan hijabnya. Ustaz Yusuf mendekat, beliau memberiku isyarat agar mengunci pergerakan Ratna.Dengan samadahnya pria paruh baya itu melapis telapak tangan, lalu dihulurkan hingga menyentuh kening istriku yang sejak tadi terus meronta."Huhuhu ... uughh, huhuhu ... hentikaaaaaan!" teriaknya melengking, aku sempat terenyuh melihat betapa dia kesakitan. Namun lekas kutepis rasa itu saat mengingat kalau itu bukan Ratna istriku
Prang!Suara gaduh barang jatuh terdengar memekakkan telinga, dapat kupastikan itu bukan dari rumahku, suara itu dari rumah di depan sana.Rumah Raya.Aku berusaha tak menghiraukan, tetapi aku tak tahan dengan rasa penasaran, akhirnya kusibak sedikit tirai jendela kamar yang memang berhadapan langsung dengan rumah perempuan licik itu.Aaaarh! Prang! Prang! Suara pecahan dan bantingan itu terus saja terdengar, aku memicingkan mata, sayang dari tempatku duduk tak terlihat apapun, jendela dan pintu semua dalam keadaan tertutup.Ah, apa peduliku? Biar saja di mati sekalian, manusia sepertinya yang suka mengacaukan hidup orang lain hanya akan jadi perusak saja jika hidup.Biar kutebak. Paling perempuan itu sedang melampiaskan amarahnya karena jin utusannya terbakar karena diruqyah Ustaz Yusuf, semoga jin itu menuntut balas padanya karena memenuhi keinginannya lah dia terluka.Gegas aku tutup kembali tirai jendela, tetapi saat belum tertutup sempurna, netraku melihat Raya keluar dari rumah
Selamat membaca!*****Di rumah Ustaz Yusuf aku mengeluarkan botol yang kutemukan semalam, memperlihatkan pada beliau setelah selesai meruqyah Ratna. Jujur aku ingin tahu apa isi botol itu, dari semalam aku terus menerka-nerka, apa ini racun yang akan dimasukkan orang misterius itu ke sumur kami? Supaya kami mati?Tapi dengan siapa aku bermusuhan? Seingatku hanya dengan Raya lah aku punya masalah dan bersitegang, selain itu tidak ada, harusnya. Ustaz Yusuf melihat botol itu dengan saksama, beliau juga membuka dan sedikit membauinya.Tiba-tiba beliau memanggil salah satu muridnya, beliau minta dibawakan kopi, aku menunggu dengan sabar demi mendengar penjelasannya.Sambil menunggu, aku juga mencoba interaksi kecil dengan istriku, semata agar ia tak terlalu tegang, bagaimana pun dia sudah melalui hal berat tadi. Ya, Ratna masih saja kesurupan saat Ustaz Yusuf meruqyahnya.Seperti yang beliau bilang ini butuh proses dan waktu, dan aku memaklumi itu, jika ditela'ah aku lah yang paling b
Selamat membaca!*****Setelah pemandangan petang itu, perasaanku tambah tak karuan saja, kelebat bayangan perempuan bergaun merah mengitari depan rumahku, kakinya yang pincang, orang misterius yang kulempar pisau yang juga terluka kakinya.Semua itu membuatku bertambah was-was, semua rentetan kejadian itu saling berkaitan, membentuk semua asumsi baru di kepalaku, mungkinkah hanya satu orang yang menjahati kami atau banyak tersangka lain yang sedang terlibat, dan hanya Raya saja yang tampak.Namun, di balik kejadian dan teror yang kami alami akhir-akhir ini, aku tak hilang akal, Ratna masih kubawa berobat pada Ustaz Yusuf, ikhtiar kami masih berlangsung dan kau pantang menyerah apa pun tantangannya.Ya, aku yakin teror itu hanya pengecoh, agar aku bosan dan berhenti usaha mungkin? Entah! Terpenting aku harus bisa mengatasi ini tanpa mengorbankan pengobatan Ratna.Sore ini, usai shalat Ashar, aku berpamitan pada Ratna hendak ke rumah Pak Lurah, ada yang harus kusampaikan pada beliau, d
Selamat membaca!*****"Tadi Raya datang, Bang ... ak—ku takut." Ratna menarik diri, ekspresinya jelas ketakutan, "apa! Mau apa perempuan itu? Apa dia menyakitimu?" tanyaku cemas sekali, Ratna menggeleng dengan tubuh gemetaran."Dia datang untuk bicara padaku, Bang." Aku tak menegang."Bicara apa dia?" tanyaku penasaran sekaligus cemas, apa lagi yang direncanakan perempuan licik itu sekarang? Mendadak aku menyesal tidak membawa serta Ratna tadi."Dia mengancamku, Bang. Dia bilang akan terus menggangguku selama dendamnya tak terbalaskan, dia bilang ... tau semua rencana kamu, Bang," ucapnya dengan netra bergerak gelisah, dia sangat ketakutan."Apa rencana Abang?" Ratna bertanya lagi meski masih ketakutan, gegas aku menarik tangannya dalam genggaman, berusaha mengenyahkan segala rasa khawatirnya."Tenangkan dirimu, dia datang hanya mengacaukan hati kita, jangan peduli usikan perempuan jahat itu." Aku berusaha meyakinkan, dia tetap memasang tatapan menyelidik padaku."Tapi apa maksudny
Selamat membaca!*****Keesokan harinya sesuai kesepakatan awal, aku dan beberapa perangkat desa lainnya berkumpul di rumah pak lurah, kali ini aku juga membawa serta Ratna istriku.Siap siaga dengan kaos hitam dan celana training, aku dipercayakan memberi pidato nanti untuk mendongkrak semangat warga.Tak sia-sia usaha kami, beberapa saat kemudian warga mulai berdatangan, walaupun belum semuanya, tetapi ini sudah sebagian besar, syukurlah mereka punya jiwa kekompakan walau sempat mati karena tak diasah."Baiklah Bapak dan ibu sekalian, tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai saja. Seperti yang sudah diumumkan semalam, hari ini kita akan mengadakan gotong royong, semoga dengan adanya kegiatan positif seperti sekarang, bisa bermanfaat untuk kebersihan desa kita sekaligus sebagai ajang terjalinnya solidaritas antar sesama." cetusku dengan suara lantang.Setelahnya bersama kami menyusuri pinggir jalan dan lorong, membabat belukar yang tumbuh subur, membersihkan got dari sampah-sampah pl
Selamat membaca!*****Pagi sekali, seluruh warga dikejutkan dengan kematian Pak Kusno, semua diminta melayat lebih awal karena tak ada yang mengurus mayit, mengingat beliau sebatang kara bersama istrinya.Aku dan Ratna bergegas ke rumah duka, istriku kubiarkan di rumah pak lurah, tak mau ambil risiko, bagaimana pun Ratna sudah pernah terkena guna-guna, bukan mustahil pagar tubuh yang pernah rusak dimasuki lagi oleh makhluk baru.Begitu tiba di sana, aku, pak lurah serta Ustaz Amir langsung beranjak menaiki tangga rumah panggung yang masih terlihat sepi, hanya beberapa warga yang sudah tiba, mereka duduk melingkari tubuh Pak Kusno.Dan lihatlah, Astagfirullah Ya Allah ... tubuhnya masih kejang dengan mata melotot ke langit-langit rumah."Tolong suami saya, Pak Ustaz! Huhuhu ...." Nik Ratmi tiba-tiba melesak, jatuh tergugu di bawah kaki Ustaz Amir, ia meraung memohon bantuan beliau."Bangunlah, Nik!" seru pria sepuh itu, tetapi tak diindahkan wanita tua itu, ia terus memohon, "Suami sa
Selamat membaca!*****Tempat baru, suasana baru, aku dan Ratna tiba di rumah yang sudah dicarikan Yanto, kompleks perumahan kalangan menengah.Cukup mewah bagi kami, di sini juga banyak tetangga yang ramah-ramah sejak kami datang, kali ini aku yakin istriku betah.Jarak tempuh dari rumah ini ke tempat kerja hanya lima belas menit saja, aku akan berangkat kerja pakai motor. Sedangkan Ratna sudah aku belikan motor second yang masih bagus, dia bisa jalan-jalan kalau bosan, atau membeli keperluan menggunakan motor itu.Mengenai Arini, warga desa sudah mencabut tuntutan pada gadis itu, dia berterima kasih pada kami, juga meminta maaf sebesarnya. Kita berdua memaafkannya, dan ini lah hasil dari pemaafan kami, aku dan Ratna dianugerahi ketenangan luar biasa.Pengalaman pahit yang dulu akan tetap teringat, kami hanya akan menengok ke belakang sesekali, untuk mengambil pelajaran, selain itu kami akan terus membangun hidup baru di sini.Semoga Allah meridhai dan menjauhkan dari segala mara b
Selamat membaca!*****"Sekarang katakan! Ke mana kamu mengajak kami?""Sa—saya ... tolong ikut saya, menemui Raya, di—dia sekarat."Kami begitu terkejut mendengar pernyataan perempuan itu. Setelah sekian lama menghilang ... Raya? Kenapa dia tiba-tiba saja membiarkan kami mengetahui keberadaannya?Perempuan itu bangkit berdiri, menatap kami dengan cucuran air mata."Kamu siapa?" tanya Ratna yang sejak tadi diam."Saya temannya," sahut dia sembari mengusap pelan air mata."Di mana Raya sekarang?" Ratna bertanya lagi."Di rumahku.""Baiklah, kami mau ikut, tapi tak akan lama," ucapku setelah mendapat persetujuan pak lurah dan Ratna, kami menunda perjalanan, akan naik bus untuk keberangkatan selanjutnya.———Bertiga kami mengikuti mobil perempuan itu, kami dibawa ke sebuah rumah yang cukup terpencil dan jauh dari keramaian, begitu tiba kami mendapati dua orang lelaki berbadan sangar berjaga di depan.Baru hendak mengurungkan niat, perempuan itu langsung menjelaskan bahwa dua lelaki itu a
Selamat membaca!*****"Aku tidak bisa menyimpulkannya, Mbak Ratna." Arini menunduk dalam, membuatku geram setengah mati."Katakan saja yang sebenarnya!" tuntutku tak sabar, rasanya darah sudah mendidih hingga ke ubun-ubun, Ratna menyentuh tanganku, dia menatapku seakan lewat sorot matanya dia meminta aku tetap tenang.Aku menghela napas berat, bangkit memijit tengkorak yang terasa mau pecah, aku sangat dendam dengan Raya dan siapa saja yang terlibat di dalam rencananya menjahati istriku, itu bertambah parah saat dia dengan tega mengkhianati maafku dan seluruh warga desa."Bicaralah, Arini, katakan yang sanggup kau katakan, Insha Allah kami siap mendengar dan menerimanya." Aku mendengar suara Ratna, lalu berbalik kembali duduk di samping istriku itu.Kemudian, Arini mulai menceritakan semuanya."Malam itu, keluargaku dilanda musibah, ibuku adalah seorang penderita kanker stadium lanjut, operasinya membutuhkan biaya besar, aku bingung dimana akan mendapatkan uang itu karena kami tergol
Selamat membaca!*****Satu bulan kemudian ...."Bang! Perlengkapannya sudah semua 'kan?" tanya Ratna padaku, aku mengangguk mengiyakan, lusa kami berencana pindah, rumah ini akan segera menemukan pemilik baru.Kami menjualnya untuk tambahan uang membeli rumah baru, tentu yang lebih dekat dengan tempat kerjaku. Namun sebelum pergi kami akan mengunjungi pak lurah, Ustaz Amir untuk minta izin.Sebagai manusia normal, keluarga kecil kami akan terus berjalan, aku butuh pekerjaan untuk menunjang hidup, jalan satu-satunya adalah pindah, tinggal bersama di tempat baru dan bertemu orang-orang baru, aku bisa menjaga Ratna sekaligus bekerja.Dan di sinilah kami, duduk berhadapan, berbincang dengan keluarga pak lurah, beliau tampak tak rela saat aku mengutarakan tujuan kedatangan kami."Apa tidak bisa tinggal di sini saja, Nak Angga? Kami bakalan kehilangan sekali, Nak Angga adalah salah satu perangkat desa yang paling dibutuhkan, lihat desa kita sekarang berkat saran-saran baik dari Nak Angga,"
Selamat membaca!*****Dua rumah korban yang terjamah serbuk dibawa langsung ke Ustaz Amir, pria sepuh itu dengan senang hati meracik obat seperti yang diberikan pada Ratna, aku dan istriku menolong membalurkan di kaki mereka.Setelahnya para korban disuruh pulang untuk istirahat, tak lupa Ustaz Amir mengimbau agar sandal mereka dibakar saja."Semakin banyak saja kejadian buruk di desa kita, Nak Angga, seolah tak ada habisnya," ucap Ustaz Amir geleng-geleng kepala, kami sedang berjalan menuju balai desa saat ini."Benar, Ustaz. Tapi aneh sekali, semua kejadian seperti berkaitan, dan serbuk itu, bukankah dulu Raya yang menaburnya di sandal Ratna? Saya jadi mencurigainya, Ustaz." Aku menimpali ucapannya."Kamu benar, tapi bagaimana pun kita tidak boleh asal menuduh, bagaimana pun kita sudah memberi Raya hukuman diusir dari desa, semoga ini bukan perbuatannya." Aku tak lagi menjawab, hanya anggukan sekilas membenarkan ucapan beliau, meski hati ini merasa begitu yakin memang dialah pelak
Selamat membaca!*****Akhirnya semua masalah terselesaikan, semua kembali aman dengan insafnya Raya, aku sangat bersyukur akan hal itu. Bagaimana pun Raya adalah seorang manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa, sudah tugas kami memaafkannya.Aku bisa tidur nyenyak malam ini, merengkuh istriku dalam pelukan, mulai sekarang kami berdua akan terus bersama, jika tak ada halangan apapun aku akan kembali bekerja minggu depan, Ratna juga akan kubawa serta.Untuk saat ini aku masih trauma meninggalkannya seorang diri tanpa pengawasan, lagi pula aku sudah menghubungi Yanto, memintanya mencarikan rumah sewa untuk kami tinggali, lebih nyaman dan aman.Malam merangkak kian larut, aku mencoba memejamkan kelopak indera penglihatan yang sudah terasa berat. Namun hanya beberapa saat aku hendak dibuai mimpi, kedua mata ini seperti dibuka paksa, melotot dengan tajamnya.Aku lirik Ratna yang masih pulas, lalu beralih pada jam dinding, baru pukul dua dini hari, kuputuskan kembali berbaring, menc
Selamat membaca!*****Aku melancarkan aksiku lewat guna-guna pada makanan, semangka hijau nan ranum, aku jampi-jampi dengan mantra yang sudah kupelajari pada Gayatri, hal serupa yang kulakukan saat menyantet istri bos di kota.Pucuk dicinta ulam pun tiba, aku berhasil membuat Ratna menerima bahkan memakannya hingga habis. Dasar perempuan bodoh! Tidak tahu saja dia kalau sedang melangkah ke dalam lubang besar yang akan menyedot habis tubuhnya, hahaha.Begitulah pada hari-hari berikutnya aku terus melancarkan teror menakutkan pada mereka. Aku tertawa puas saat mendapati Angga membawa istrinya berobat pada Kusno, dukun tua bangka yang tak perlu diragukan lagi akal bulusnya dalam menipu demi keuntungan sendiri.Kuakui ilmu hitamnya terhitung kuat, tapi sayangnya pasangan bebal itu tak tahu tujuan Kusno, tidak ada dukun penganut ilmu sesat dan bersekutu dengan jin yang murni ingin menolong dengan menyembuhkan orang.Tua bangka itu ingin meraup uang dari mereka, kubiarkan saja sambil mem
Selamat membaca!*****Aku bekerja di kota sudah bertahun-tahun, hidup mandiri tanpa membebani orang tua, aku ingin menunjang kehidupan ibu, memberinya banyak uang dengan pekerjaan yang halal.Namun, seiring berjalannya waktu, baru aku sadar betapa kerasnya hidup di kota besar, pekerjaanku sebagai penjaga toko roti ternyata tak cukup, alih-alih menunjang hidup ibu, untuk kebutuhanku sendiri pun kadang tak terpenuhi.Hingga suatu hari, aku ditawari pekerjaan sebagai office girl di sebuah perusahaan, walau ijazahku hanya tamatan SMA, tapi temanku yang punya posisi tinggi di kantor itu mengatakan akan mengurusnya untukku.Aku sangat senang dan langsung menerimanya, tetapi lama-lama dia mulai menawarkan uang tambahan padaku, dengan syarat aku harus menuruti permintaannya.Di sanalah hidupku yang tadinya bebas mulai dibelit belenggu, aku dikenalkan dengan seorang wanita berpenampilan aneh, betapa takutnya aku saat pertama kali dibawa ke tempat terkutuk yang hingga kini kusesali."Kau mau u
Selamat membaca!*****"Diamlah, Raya! Jika kamu tidak bisa diajak bicara, kami terpaksa melaporkanmu pada pihak berwajib." "Tidak ada yang bisa menyentuhku!""Keparat kau wanita iblis!"Plak! Plak!Aku terbelalak kaget melihat Pak Wan tanpa ragu menampar wanita itu, bukan satu kali melainkan kedua sisi pipi kanan dan rahang kirinya sekaligus."Arrgh! Bajingan! Beraninya kau menyentuhku!" teriaknya tak terima kena pukul Pak Wan. "Diam! Atau aku akan melenyapkanmu!" seru pria kepala empat itu dengan amarah menggelegar. Pak Lurah coba menenangkannya, pun para warga yang lain juga turut mengalihkan beliau dari Raya yang terus menyahut.Aku tercengang melihat wanita itu, dia semakin menggila, karena kehabisan cara, kami mengancam akan memasungnya di balai itu hingga dia mau mengaku. Sayang sekali, dia tak gentar sedikit pun, hanya senyum sinis yang senantiasa tersungging di bibirnya.Tak mau menunggu lebih lama lagi, kami benar-benar melakukannya, dua orang warga mengambil pasung, lan