Beranda / Romansa / Twogether / 40. SUKARELA

Share

40. SUKARELA

Penulis: Vaya Diminim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Anna mengerjap. Meraih ponsel yang sedari tadi berdering di atas meja nakas. Tapi kini ponselnya malah terjatuh ke lantai. Terpaksa dia menggerakkan seluruh badan untuk mendapatkan benda yang masih bergetar itu.

“Kau sudah bangun?” suara seorang pria terdengar dari seberang sana. Siapa lagi kalau bukan Eden. Dia mengingatkan Anna, khawatir jika gadis itu melupakan hari penting itu.

“Hei! Kau masih di sana?” tanya Eden lagi memastikan jika lawan bicaranya masih terhubung. “Baiklah. Jangan salahkan aku jika semuanya berantakan,” tutup Eden tanpa mendapatkan jawaban dari Anna. Memutus percakapan.

Hari itu adalah hari perayaan pernikahan orang tua Eden, Nyonya Arini dan Tuan Teddy. Anna bersungut-sungut dalam hati. Kenapa dia malah menawarkan diri untuk membantu di pagi hari. Padahal dia sendiri kurang tidur dan cukup lelah untuk bangun lebih awal. Dia butuh waktu untuk tidur lebih lama.

Anna menggeliat di balik selimut sambil menendang angi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Twogether   41. PEMBANTU UMUM

    Jjeon terakhir sudah selesai dicetak. Panci adonan sudah kosong. Beberapa masakan lain juga sudah matang. Kimchi, bulgogi dan juga menu lainnya. Tak hayal semua menunya menyajikan makanan khas dari negara ginseng merah nun jauh di sana, mengingat Eden memiliki darah korea dar garis keturun ayahnya. Anna menyeka peluh di dahi. Wajahnya sangat berantakan. Jangan tanya rambutnya yang sudah basah dan sedikit mengambang. Sedari tadi dia melaksanakan perintah Nyonya Arini tanpa membantah. Anehnya dia menurut saja. Sekarang dia justru bertanya apa yang sedang dilakukannya di sana? Padahal mereka adalah orang asing. Lamunan Anna pecah ketika suara bel terdengar. Anna bergegas menuju layar mini yang menempel di dinding dekat dengan pintu masuk. Dia melihat wajah-wajah baru di layar. “Bukakan pintu untuk mereka!” Anna menoleh ketika mendengar suara Nyonya Arini dari dalam. “Baik bu.” Anna menjawab singkat lalu menekan tombol buka pada layar.

  • Twogether   42. AKU BERBEDA

    “Tutup mulutmu itu. Sudah kubilang berpikir dulu sebelum bicara.” Nyonya Arini berkata geram dengan suara setengah berberbisik pada Anna. Mereka sudah berada di dapur setelah Nyonya Arini berhasil menariknya keluar dari ruang tamu beberapa menit lalu. “Mana bisa aku diam saja saat mereka bicara hal-hal buruk tentangku dan juga ibu.” Anna menjawab membela diri. Dengan kepribadian Anna yang seperti itu mana bisa dia diam saja setelah mendengar percakapan keluarga Tuan Teddy. “Tetap saja kau tidak seharusnya seperti itu. Apa orang tuamu di rumah tidak mengajarkan sopan santun?” Nyonya Arini masih saja mengomeli Anna. Pupil mata Anna bergetar untuk sesaat. Dia merasa kalah telak. Dirinya tidak punya ayah dan memang tidak pernah diajarkan sopan santun dari seorang ayah. Jadi Anna merasa dia tak bersalah walaupun bertingkah seperti itu. Tapi lihatlah mereka. “Apa mereka juga tidak diajarkan sopan santun oleh orang tua mereka?” Anna balas mempe

  • Twogether   43. SEBUAH EKSPEKTASI

    Eden langsung pulang setelah menyelesaikan rapat yang terjadwal hari itu. Dia merasa tidak enak jika harus membuat Anna di rumah keluarganya sendirian. Eden yakin jika gadis itu sudah diomeli habis-habisan oleh ibunya di rumah. Dia berencana akan meminta maaf pada Anna setelah acara keluarganya ini berakhir nanti malam dan mengatakan kalau dia sudah bekerja keras hari itu. Pria yang mengenakan setelan jas itu mendorong kenop pintu dan memakai sandal rumah. Dia sudah tiba beberapa menit yang lalu. Eden melewati ruang tengah. Di sana sudah ada keluarga ayahnya. Sudah kewajiban bagi Eden untuk menyapa dan memberi salam. “Ayah sudah pulang?” Eden bertanya hanya untuk berbasa-basi. “Dia masih ada pekerjaan kantor,” jawab bibi Eden terdengar ketus. Eden menilik raut wajah setiap penghuni ruang tengah yang tampak tak ramah. Mereka seperti kesal akan suatu hal. “Apa terjadi sesuatu sebelum aku tiba?” Eden bertanya dengan sopan. Menya

  • Twogether   44. BUKAN GADIS BIASA

    Acara peringatan pernikahan keluarga di mulai. Sebenarnya ini lebih seperti acara peringatan kematian dari kakek Eden. Namun nenek Eden tak ingin mengingat hari kematian suaminya sebagai hari yang sedih, jadi dia memilih untuk selalu memperingatinya sebagai peringatan pernikahan. Tidak ada yang spesial. Hanya makan malam dan setelah itu berdoa bersama. Anna duduk paling belakang di samping Eden saat mereka berdoa bersama. Anna merasakan sakit yang amat pada kaki kirinya kerena sudah duduk terlalu lama. Dia tak pernah duduk bersimpuh di lantai selama ini sebelumnya. Jadi Anna terlihat tak nyaman dan terus merubah posisi duduknya. Eden menyikut Anna. Gadis itu terus menimbulkan suara saat merubah posisi duduknya. Hal itu membuat seluruh keluarga menoleh pada mereka. Anna langsung memasang wajah datar ketika dia menjadi pusat perhatian, seolah tak terjadi apa-apa. Barulah mereka kembali menghadap ke depan. Melanjutkan berdoa. “Perbaiki dudukmu.” Eden b

  • Twogether   45. KACAU BALAU

    “Padahal kau punya menantu yang lain dan juga anak perempuanmu yang manja ini.” Anna menunjuk tante Eden dengan matanya. “Memangnya menantumu hanya Ibu Eden? Dan kenapa pula menyuruh ibu melakukan semua ini sendiri? Kalian tahu seberapa berat pekerjaan ibu hari ini?” “Anna, kembali duduk!” Nyonya Arini kembali menyahut karena Anna sudah berdiri dari kursi tanpa sadar. Meja makan lengang seketika. Anna menoleh ketika Eden meraih tangannya. “Sayang, duduklah! Kendalikan emosimu.” Eden ikut berusaha menenangkan dan menyuruh gadis yang tersulut emosi itu untuk duduk. Baiklah Anna akan menurut. Anna membalas Eden dengan tatapan yang kecewa dan kembali duduk. Dia menepis tangan Eden lalu mengambil sendok lalu menyuap nasi ke mulut dengan kasar. Tidak peduli dengan suasana yang sudah diciptakannya. Dia menatap nenek Eden saat mengunyah makanan. Eden berusaha menyembunyikan gelaknya di balik wajah datar. Entahlah apa dia harus merasa

  • Twogether   46. HILANG

    Eden mengusap rambut sambil menghela nafas panjang. Bukankah ini yang diinginkannya? Tapi kenapa menjadi seperti ini. Dia kembali ke rumah. Mendatangi ruang tengah yang masih lengang. Eden berpapasan dengan Nyonya Arini, namun dia melewatinya begitu saja. Eden hanya ingin mengambil jas yang dipakainya tadi di atas sofa. Kemudian berlalu keluar rumah. “Kau tidak menghabiskan makananmu dulu?” Tuan Teddy berseru ketika Eden sudah sampai di pintu. Anaknya itu tidak menjawab sama sekali. “Lihatlah anakmu itu. Dia masih saja kurang ajar pada orang tua.” Nenek Eden menyahut. “Cukup bu.” Tuan Teddy tak ingin memperpanjang perdebatan mereka di meja makan sore itu. “Jika ibu tak menyinggung masalah tentang Anna, Eden tidak akan seperti itu.” “Astaga, sekarang kau ikut menyalahkan ibu?” Nenek Eden mendengus tak terima dengan tuduhan putra sulungnya. Nyonya Arini kembali ke meja makan. Langsung duduk. Tak banyak bersuara.

  • Twogether   47. SALEP LUKA

    Eden mendatangi taman kota. Mencari gadis yang memakai piyama hitam. Dia tidak mungkin sudah berganti pakaian bukan? Eden membatin. Matanya menyusuri setiap sudut taman di tengah keramaian yang semakin memuncak. Langit malam tampak indah berhiaskan ribuan bintang. Bulan juga tampak menawan walau hanya setengah. Taman kota ramai meski sudah malam. Banyak orang yang berlalu lalang untuk melepas penat selepas pulang kerja. Ada yang sendiri, berdua bersama pasangan, keluarga kecil atau mungkin bersama teman. Seperti sekelompok anak gadis yang baru saja dilewati Eden. Eden terus menyusuri jalan kecil yang membelah taman hingga tiba di sisi sebelah jalan. Sepertinya Anna tidak ada di sini. Eden kemudian melewati setiap rumah minum atau bar mini di sepanjang jalan di tepi trotoar. Berharap akan menemukan yang dicarinya di sana sesuai saran dari Sherin tadi. Beberapa kali dia keluar masuk rumah minum, dia tetap tak melihat ada Anna di sana. Entah apa yang membuat Eden

  • Twogether   48. BERKATA JUJUR

    “Mengapa kau mengikutiku? Pulanglah sana!” ucap Anna saat menyadari Eden mengikutinya di belakang. Benda kotak itu mendesing halus bergerak naik. Mereka tengah berada di dalam lift menuju lantai tujuh. Hanya ada mereka berdua di dalamnya. Wajar saja mengingat sudah hampir tengah malam. “Tadi aku tak sengaja bertemu dengan teman rumahmu.” Kata Eden menjawab singkat. Tentu saja itu bukanlah jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang dilontarkan Anna satu menit lalu.Pintu lift terbuka. Anna menoleh sebelum keluar. “Sherin? Dimana?”“Di sini.”Anna melangkah keluar lalu berkata, “kau sudah ke sini tadi? Kenapa?”“Buat apa lagi? Ya untuk memberikan obat itu.” Eden melirik kantong obat di tangan Anna.Mereka sudah tiba di depan pintu. “Lalu apa hubungannya kau mengikutiku dengan kau yang bertemu Sherin tadi.”“Hm?” Eden menjadi salah tangkah. Kakinya melangkah begitu saja mengikuti Anna semenjak gadis itu meninggalkan mobilnya tadi. “Ya…. Aku ingin menyapa temanmu lag

Bab terbaru

  • Twogether   87. JAMUAN KELUARGA

    Anna berkomat-kamit sendiri sambil memikirkan apa yang harus dilakukannya. Matanya membesar ketika melihat Eden hendak kembali ke meja, jadi dia bisa segera mengajak Eden beranjak dari sana. Tangan Anna terangkat hendak memanggil, namun senyumnya seketika luntur. Eden justru malah membalas sapaan orang lain. Anna berbalik. Matanya kembali membesar. Eden membalas sapaan seorang pria berusia sekitar tiga puluhan dan pria itu bersama orang yang ingin dihindari oleh Anna tadi. Ya, Oliv. Siapa lagi yang ingin dihindari Anna jikan bukan gadis itu. Tapi Anna menjadi bertanya-tanya apa yang dilakukan Olie dan suaminya di sini? Anna kembali duduk sambil menunduk. Mengeluarkan ponsel lalu pura-pura sibuk mengirim pesan ataupun menelepon seseorang. Tidak lama dia melakukan hal itu, dia kembali bangkit dan beranjak menuju meja lain yang agak jauh dari tempat Eden dan teman-temannya itu. Untuk sementara Anna menyimpulkan beberapa pria yang tampak lebih tua dari kekasihnya itu adalah te

  • Twogether   86. PERNIKAHAN TEMAN LAMA

    “Kali ini pernikahan temanmu yang mana?” Anna kembali bertanya ketika mereka berada di dalam mobil, menuju gedung pernikahan teman Eden. Pria itu juga sudah mengganti pakaian, dia tampak gagah dengan balutan jas hitam dan potongan rambut dengan model comma style. Gaya rambut yang paling cocok dengan potongan wajah asianya yang khas. “Ada tapi kau tidak kenal.” Eden menjawab singkat. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut. Tapi jawaban singkat Eden membuat Anna menjadi bertanya-tanya. Dia tak mengenal Eden. Banyak hal yang tak diketahuinya tentang pria yang tengah mengemudi di sampingnya itu. Beda halnya dengan pria itu yang hampir mengetahui segala tentangnya. Termasuk apa yang berkelibat di kepalanya kini. Lihatlah kini Eden tengah mencuri-curi pandang padanya. Eden melirik Anna, gadis itu terdiam tak lagi bertanya. Tapi justru membuat Eden menjadi tak enak karena sudah menjawab singkat. Dia berdeham sekali mengusir keheningan.“Dia salah satu kenalanku sewa

  • Twogether   85. BLACK DRESS

    Kata orang, tiada pertemuan yang tak memiliki arti. Tiada pertemuan yang menjadi sebuah kebetulan karena sejatinya sudah ada yang mengatur dan sudah menjadi rencana alam. Ada orang yang percaya jika bertemu dengan orang asing sebanyak tiga kali dalam waktu berdekatan yang sering kali dikatakan berjodoh. Ada pula orang yang bertemu lebih dari itu dan hubungan mereka tetaplah orang asing. Bagaimana dengan orang asing yang tiba-tiba membantu kita untuk menyebrang di tengah jalan? Lalu dengan orang yang tak sengaja bertemu ketika sama-sama membeli daging ayam di supermarket atau mungkin orang yang tak sengaja tersenyum ketika berpapasan saat menyebrangi lampu merah? Keesokannya kita masih bertemu dan bertemu, namun hubungannya tidak lebih dari sebatas kenalan biasa. Kalian tahu? Terlalu banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengatakan jikalau sebuah pertemuan itu adalah kebetulan. Pertemuan Anna dan Eden mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah kebetulan. Anggap saja ibu

  • Twogether   84. PERPISAHAN

    “Kau?” Jari telunjuk Anna spontan terangkat, menunjuk lurus ke arah pria yang mengenakan kemeja dengan potongan leher rendah di salah satu meja café.Pria yang di tunjuk itu menunjukkan seulas senyum yang menampakkan deretan giginya yang putih.“Apa yang kau lakukan di sini?”“Masa muda yang mana yang kau rindukan?” Zeno kembali mengingatkan celoteh Anna beberapa menit yang lalu tepat setelah dua anak sekolah meninggalkan café.Anna berdecak kesal dan sedikit frustasi. “Seingatku aku sudah memberitahumu kalau aku tidak mau bertemu denganmu lagi bukan? Kenapa kau datang lagi ke sini, huh? Seharusnya kau sudah berada di Swiss sekarang?”Zeno mendengus. Dia tidak lupa dengan perkataan Anna. Lebih tepatnya ancaman Anna. Karena ucapan Anna waktu itu penuh tekanan.“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi rasanya tidak enak jika melalui telfon. Makanya aku mengajakmu bertemu. Sebentar saja.”Anna menghubungi Zeno kembali setelah pertemuan mereka siang itu di café milik Anna setelah Oliv m

  • Twogether   83. SAPAAN HANGAT

    Sinar matahari menyelinap masuk melewati celah celah ventilasi.“Kau mau aku buatkan sarapan dulu?” tanya Sherin berbasa-basi. Dia tengah memanggang beberapa toast di dapur.“Tidak usah,” jawab Anna sambil sibuk mengemasi barangnya yang berserakan di ruang tengah semalam.“Setidaknya minumlah ini,” sahut Sherin lagi sambil menyerahkan segelas jus apel di atas meja makan. “Supaya pencernaanmu lancar,”Gadis yang mengenakan skirt sebatis itu menurut. Dia berjalan menghampiri meja dan meminum jus buatan Sherin. “Terima kasih jusnya, aku merasa segar.”Sherin hanya tersenyum hangat sebagai balasan atasan pujian Anna. “Hubungi aku jika terjadi sesuatu! Jangan tiba-tiba pulang sambil nangis dan berantakan kayak semalam. Kau mengerti kan?”“Astaga! Kau mulai lagi, baiklah aku mengerti.” Anna sudah maklum dengan omelan sahabatnya itu. Dia tau kalau Sherin khawatir dan dia tidak boleh membuat sahabat satu-satunya itu diselimuti rasa kekhawatiran yang tak jelas. “Aku berangkat dulu, sampai jump

  • Twogether   82. MENYESAKKAN DADA

    “Siapa yang cemburu?” Eden menjadi salah tingkah. Dia mengusap rambutnya ke belakang dengan kedua tangan.“Lalu mengapa sikapmu yang berlebih seperti ini?”“Aku tidak berlebihan, hanya saja merasa kesal setelah melihatmu kembali bersikap bodoh saat di depan pria brengsek itu. Berapa kali harus kubilang, huh? Dia bukan pria baik-baik. Tidak cukup mempermalukanmu sekali waktu itu di café, sekarang kau ingin membiarkannya melakukannya lagi?”Anna menghela nafas panjang. Disatu sisi, dia merasa wajar melihat Eden murka dan juga geram melihat gadis bodoh yang terlalu mudah termakan omoongan manis dari cinta pertamanya. Dia menatap Eden lamat-lamat dengan mulut terkunci.“Berhentilah menatapku seperti itu.” Eden kembali mengingatkan Anna yang terdiam memperhatikannya untuk beberapa menit. Mereka duduk berhadapan yang dipisahkan oleh meja kecil yang di penuhi oleh kepulan asap sup yang baru saja tiba. “Aku tidak melihatmu.” Anna langsung mengalihkan pandangannya. “Pokoknya, urusa

  • Twogether   81. API ASMARA

    Terik matahari di luar ikut masuk menyelinap ke dalam hatinya yang terasa panas dan sesak sedari tadi. Semalam dia sudah menerima tawaran Oliv untuk bertemu pria yang paling ingin dihindarinya. Entah apa yang dipikirkannya semalam saat menerima tawaran semalam, alhasil kini hatinya penuh gejolak. Setengah karena rasa penasaran, setengah lagi penuh dengan rasa sakit.Anna hendak berganti pakaian karena sudah jamnya untuk pulang. Eh, tidak. Dia harus menemui Zeno sore itu di tempat kerjanya pula. Anna melirik jam dinding. Seharusnya dia sudah berada di sini. “Kau menungguku?” Suara itu membuat Anna menoleh. Ya. Itu Zeno. Orang yang di tunggunya sudah tiba. Tampak jelas perasaan cemas terpampang jelas di wajah Anna, tapi dia masih berusaha menyunggingkan seulas senyumnya, takut membuat Zeno merasa tidak nyaman. Ah, sial. Anna mengutuk dirinya dalam hati karena masih saja mencemaskan pria itu. Mereka duduk di salah satu meja café. Anna memesankan pesanan sembarang

  • Twogether   80. FIRST KISS

    Anna menoleh. Sepasang matanya memindai penampilan Eden yang begitu kacaud an berantakan. Malam itu pertama kalinya Anna melihat sisi itu dari Eden. Seberapa kacau pikirannya sampai seperti ini, pikir Anna dalam hati. Dia kembali menatap Eden yang berbaring dengan mata terpejam.Anna mengambil selimut hendak menutupi tubuh Eden. Namun gerak tangannya terhenti ketika suara serak Eden mengatakan sesuatu dengan pelan. “Aku merasa bersalah.” Eden bergumam pelan. “Maafkan aku,” lanjutnya lagi. “Untuk apa?” Anna duduk di lantai, di sisi sofa tempat Eden berbaring. Dia membiarkan tangan Eden yang memegang ujung lengan bajunya. “Semuanya.” Eden menghela nafas. “Aku benar-benar minta maaf.” Anna melepaskan tangan Eden. “Aku tidak bisa menerima permintaan maafmu.” Anna malah menjawab perkataan Eden dengan tenang. Bukannya karena kesal atau marah pada pria itu, tapi karena Anna juga merasa bersalah pada Eden. Hanya saja dia tidak menampakkannya sam

  • Twogether   79. MABUK BERSAMA

    Eden hanya bisa menatap punggung Anna saat berjalan menjauh. Ingin hatinya untuk segera berlari untuk mengejar gadis itu, namun langkah kakinya terasa berat. Ada perasaan semacam tak pantas yang terbersit di hatinya saat itu. Setelah semua yang telah dilakukannya pada Anna. Anna belum mabuk saat meninggalkan meja, Eden hanya berharap kekhawatirannya akan sia-sia karena Anna pasti bisa pulang dengan selamat. Toh tempat mereka minum tidak jauh dari apartemen milik Anna. Botol terakhir telah kosong. Kepalanya mulai terasa berat. Namun dia merasa masih belum mabuk. Eden ingin sekali mabuk setidaknya beban pikirannya akan hilang walau hanya semalam. Eden meninggalkan beberapa lembar uang kertas di meja lantas mulai berjalan gontai keluar. Pijakannya tidak pasti dan sedikit terhuyung huyung, tapi badannya masih bisa berdiri dan berjalan menuju minimarket terdekat. Salah seorang pelayan toko memberinya sebotol obat pengar agar dirinya bisa sege

DMCA.com Protection Status