Pagi ini Nayla dan Clara sedang duduk di kelas, menunggu dosen mereka masuk. Mereka berbincang-bincang untuk mengisi waktu, dan tiba-tiba Nayla merasa penasaran tentang masa lalu Elvan.
"Ra, kamu kenal Kak Elvan dari SD, kan?" Nayla entah kenapa berdebar. "Apa dia selalu seperti ini? Sifatnya yang cuek dan dingin itu?"Clara mengernyit dengan pertanyaan Nayla, tapi ia mengangguk sebelum menjawab, "Tidak, Kak Elvan yang dulu tidak seperti yang sekarang. Dulu dia adalah lelaki yang sangat ramah dan hangat. Dia selalu tersenyum dan berbicara dengan semua orang. Sekali pun itu perempuan."Nayla terkejut mendengar jawaban Clara. Ia tidak bisa membayangkan Elvan sebagai lelaki yang ramah dan hangat, karena ia selalu melihat Elvan sebagai seseorang yang cuek, dingin dan kasar."Jadi, apa yang membuat dia berubah?"Clara menghela napas pelan. "Kak Elvan berubah sejak dia putus dari mantan pacarnya waktu SMA. Setelah itu dia menjadi lebih terElvan duduk di kantin kampus, menggerutu kesal sambil mengacak-acak rambutnya, frustrasi. Ia baru saja mendapatkan pesan bahwa Emma tidak masuk kampus hari ini, dan ia tidak diizinkan untuk pergi ke rumahnya. "Dia pasti merasa sakit hati karena penolakanku kemarin," batin Elvan dengan kesal. "Meski dia bilang baik-baik saja, aku tahu sebenarnya tidak." Elvan merasa cemas, khawatir Emma akan melakukan hal gila lagi seperti dulu, yaitu self harm. Tapi dengan larangan yang diberikan, Elvan merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia merasa frustrasi dan kesal, membuatnya jadi menjalani kegiatan kampus dengan malas dan terkadang sensitif sambil marah-marah. Zaki dan Alex yang melihatnya, hanya bisa bertukar pandangan dan menebak-nebak apa yang sedang terjadi. "Pasti gara-gara Emma tidak masuk," bisik Zaki pada Alex, dan Alex hanya mengangguk setuju. Elvan merasa terjebak dalam kecemasan dan frustrasi, ia tidak tahu harus berbuat apa. Elvan merasa khawat
Malam hari ini begitu gelap dan suram. Cuacanya mendung serta tidak ada bintang. Setelah meninggalkan mansion pribadinya, Elvan tidak pulang ke rumah seperti biasa. Ia juga malas jika harus mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.Dengan kecepatan tinggi, Elvan mengendarai motornya menuju ke bar favoritnya tempat di mana ia sering minum-minum. Di sana ia mencoba menenangkan diri dari rasa frustasinya yang begitu mendalam dan memuakkan.Elvan menggambil duduk di sudut bar yang sedikit gelap dengan cahaya remang-remang, wajahnya terlihat dingin dan penuh kekesalan yang tertahan. Ia mengenggam gelas alkoholnya dengan kuat, mencoba menghilangkan rasa sakit yang menghantui pikirannya. Benak Elvan terus menerus teringat dengan Emma yang mengungkapkan perasaan padanya. Ia merasa terjebak dalam situasi yang rumit dan tidak tahu bagaimana lagi harus menghadapinya.Elvan tahu bahwa penolakan yang ia berikan kepada Emma pasti akan membuat gadis itu sakit hati. Elvan merasa cemas dan khawatir b
Laras menyuruh Nayla duduk di sebelah Elvan. Kemudian Elvan melirik tajam pada Nayla. Tatapannya seolah mengungkapkan bahwa Nayla tidak boleh membuat masalah atau melakukan hal bodoh di depan orang tuanya.Nayla merasakan tekanan dari tatapan Elvan. Ia mengerti bahwa Elvan ingin menjaga suasana agar tetap tenang di meja makan. Nayla pun membalas tatapan Elvan dengan senyuman kecil yang berarti bahwa ia akan berusaha untuk tidak menciptakan masalah.Makan malam akhirnya berlangsung dalam suasana yang hangat karena keakraban Nayla dan Laras. Sedangkan Elvan mencoba untuk menjaga ketenangan dan menahan emosi melihat mereka.Elvan juga terpaksa berbicara dengan sopan kepada Nayla, tetapi hatinya masih dipenuhi dengan kemarahan. Jika bukan karena di depan Laras, Elvan tidak sudi harus bersikap lembut pada Nayla.Dengan senyuman hangat, Laras bertanya pada Nayla, "Nayla, apa sekarang kamu sudah menyukai Elvan? Dan bagaimana Elvan memperlakukanmu?"Nayla menjawab dengan senyum lembut, "Iya, T
Sepulang dari kampus, Nayla dan Clara langsung pergi ke mall untuk berbelanja. Nayla memiliki rencana untuk membeli hadiah ulang tahun untuk Elvan yang akan berulang tahun besok. Meskipun Nayla tidak tahu apakah Elvan akan menyukai hadiahnya, ia tetap berpikir positif dan berharap yang terbaik. Nayla yakin Elvan pasti akan terkejut dengan kejutannya.Nayla mengamati setiap toko dengan penuh antusias. "Menurutmu Kak Elvan akan suka hadiah apa, Ra?""Entahlah, Nay. Tapi aku harap kamu jangan berlebihan dalam memilih hadiah. Kita tidak tahu, mungkin Kak Elvan bisa saja membuang hadiahmu jika mengingat fakta bahwa dia tidak menyukaimu, kan?"Nayla tersenyum geli, lalu mengangguk. "Iya, Ra. Aku setuju. Aku akan memilih hadiah yang bermakna dan tidak terlalu mahal."Mereka berdua berkeliling mall, menikmati waktu bersama. Tertawa, berbagi cerita, dan mencoba berbagai jenis makanan. Sudah lama mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kuliah.Nayla masuk ke salah satu tok
"Tidak mungkin, aku tidak pernah melakukan apapun yang bisa membuat Emma seperti sekarang ini." Elvan menjawab dengan tegas.Namun, di dalam hati, Elvan merasa seperti menjadi pengecut. Ia menyadari bahwa Emma pasti sedang sedih karena dirinya. Emma menyukainya, menyatakan perasaan padanya, tapi ia menolaknya.Elvan tidak pernah menganggapnya serius, karena ia tidak merasakan hal yang sama. Tetapi sekarang, melihat Emma menghilang dan ia khawatir tentang keadaannya, Elvan merasa sangat-sangat bersalah."Aku rasa kamu menyukai Emma, ya?" tebak Zaki. "Itu sebabnya kamu begitu khawatir dan merasa bersalah. Kekhawatiranmu sudah melebihi seorang sahabat, El."Elvan terkejut mendengar perkataan Zaki. Ia tidak pernah berpikir bahwa pertanyaan itu akhirnya ia dapatkan. "Tidak, itu tidak mungkin. Kami hanya sahabat baik.""Tapi sikapmu saat ini sudah jelas menunjukkan perasaanmu pada Emma. Apa kamu ingin mengelak? Karena aku pun juga merasa bahwa Emma menyukaimu," timpal Alex. Tepat sasaran."
"Elvan ke mana, ya?"Di sisi lain, Emma yang baru saja datang sedang mencari Elvan. Tapi tiba-tiba ia melihatnya bersama Nayla. Mendadak Emma heran. Rasa penasaran pun menguasainya, ia tak tahan untuk mengikuti dan berdiri di sisi tembok yang lain agar bisa mendengar percakapan mereka.Baru beberapa detik, Emma sudah dikejutkan dengan perkataan Nayla yang menyebut kata 'tunangan'. Jantung Emma terasa terhenti, karena ia langsung berpikir bahwa itulah alasan Elvan menolak perasaannya."Jadi karena dia, ya?" batin Emma tersenyum kecut.Emma berasumsi bahwa Elvan sudah bertunangan dengan Nayla. Ketika ia mendengar Nayla memberi hadiah dan Elvan sepertinya menerimanya—kekecewaan semakin menghampiri Emma.Ia merasa bahwa perasaannya diabaikan dan bahwa Elvan telah menemukan seseorang yang lebih penting dalam hidupnya. Tanpa menyadari bahwa sebenarnya hadiah itu dibuang oleh Elvan, Emma dengan hati yang hancur memutuskan untuk pergi dari sana dari pada mendengar percakapan yang semakin me
"Jangan membicarakan soal cinta lagi," jawab Elvan sedikit malas. Emma tersenyum tipis.Obrolan mereka berlanjut dengan ringan, sampai akhirnya Emma bertanya, "El, apa benar ... kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku sebagai wanita?" Elvan tertegun, lagi-lagi Emma belum bisa melupakan tentang itu. Ia pun menghela napas pelan. "Kita tetap sahabat, Emma. Meski kita hanya sahabat, tapi hubungan kita tetap akan dekat. Aku tidak akan meninggalkanmu sampai kapan pun." Emma hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Elvan. Meski di dalam hati ia merasa sakit karena harapannya untuk menjadi lebih dari sekadar sahabat dengan Elvan benar-benar tidak bisa terwujud. Elvan kemudian menyeletuk lagi setelah itu saat hening, "Hei, apa kamu tidak membawa hadiah untukku?" Emma tertawa kecil. "Kamu berharap sekali, ya?" Lalu, ia memberikan kotak kado berukuran mini kepada Elvan. Emma tidak memberitahu Elvan bahwa di dalam kotak tersebut ada surat
"Kak Emma?" panggil Nayla pelan, setelah selang beberapa menit tidak ada yang berbicara.Emma lalu melepaskan pelukannya, tersenyum sambil menatap Nayla yang terdiam. Kemudian menggenggam kedua tangannya. "Setelah ini jangan menahanku dalam apapun yang aku lakukan, ya, Nay. Aku harap kamu tetap menerima segala hal yang akan terjadi nantinya."Emma terus tersenyum, tetapi Nayla tidak bisa mengekspresikan apapun. Lebih dari itu, raut wajah Emma terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Tangan Emma terasa dingin saat menyentuh tangan Nayla tadi. Emma kemudian sedikit mundur dan menghadap ke halaman kampus yang luas. Beberapa saat hening, Nayla akhirnya menyeletuk, "Apa yang sedang kamu pikirkan, Kak?"Namun lagi-lagi Emma hanya tersenyum tanpa Nayla ketahui arti di balik senyumannya. "Nay, aku juga berharap setelah ini kamu tidak marah padaku. Karena ... aku akan membuatmu menderita."Spontan perasaan Nayla menjadi campur aduk. Ia merasa terkejut, tertegun, juga bingung. Pernyataan terseb
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,