Angga mendesah, mengambil tas itu dan mulai memeriksa isinya. Jauh dalam lubuk hati dia berharap kalau bisa menemukan titik terang di mana Amanda berada karena Angga tahu benar bahwa tas yang selalu Amanda gunakan untuk pergi hanyalah itu. Kening Angga mengernyit saat tangannya menemukan sebuah amplop bertuliskan nama rumah sakit. Dia semakin bingung dan mulai menerka yang tidak-tidak."Jangan-jangan Amanda ...."Angga menggeleng beberapa kali untuk menghilangkan prasangka buruknya itu. Demi menghilangkan prsangka tersebut dia pun membuka amplopnya dan sangat terkejut saat mengetahui laporan medis itu. Angga mematung antara perasaan bahagia dan juga sedih. Lagi ... Angga membacanya, meneliti laporan itu dan memeriksa tanggalnya. Angga dibuat semakin terkejut saat tahu alamat rumah sakit itu."Jadi benar kalau Amanda sendiri yang tahu semuanya. Jadi ... selama ini dia juga ...." Angga menghentikan kalimatnya karena tak mampu berkata apa-apa lagi. Penyesalan itu semakin membesar setelah
Althan mendesah berulangkali sambil menatap Angga yang malas-malasan dalam mempersiapkan pakaiannya, pria itu bersedekap dada dan bersender di ambang pintu sambil terus geleng-geleng kepala beberapa kali."Lo nggak seneng gue suruh ke luar negeri ... ini itu tugas kantor, Ga. Sekalian lo liburan di sana biar lo nggak makin stress.""Gue males, Bang. Kenapa juga harus gue sih yang lo kirim ke sana," desah Angga sambil memasukkan beberapa keperluannya selama jauh dari rumah."Ck, emang siapa yang bisa gue kirim selain lo ... Seffina gitu. Gila aja gue suruh dia pergi, kalau gue kangen nanti gimana? Mau lo tanggungjawab!" kata Althan yang langsung membuat atensi Angga beralih padanya."Okeh, gue yang akan pergi!" putus Angga dengan berat hati. Nasibnya kini sangat buruk karena sudah menjadi jomlo, lebih tepatnya seorang duda, entah duda beranak atau duda yang kesepian."Gue udah persiapin semuanya, apartemen selama lo ada di sana dan juga asisten pribadi buat ngurusin semua agenda lo itu
Lagi dan lagi, hanya sebuah penolakan yang selalu Daejung dapatkan. Luka karena masa lalu di hati Amanda belum juga bisa dia obati. Wanita itu juga sudah sering mengatakan bahwasanya dia belum bisa menerima kehadiran orang lain di hatinya. Amanda sudah menerima Daejung dalam hidup wanita itu, tetapi untuk menjadi pendamping hidup dia harus kembali memikirkannya dengan sangat matang."Memilih pendamping bukan seperti memilih barang, apa yang kita suka pasti akan kita miliki. Aku cuma butuh waktu lagi supaya meyakinkan hati ini kalau pilihanku tidak akan pernah salah. Aku sayang sama kamu, Jung. Tapi kalau untuk memulai hidup yang baru ... jujur aku belum sanggup." Amanda menatap sedih ke arah Daejung yang sedang bersenda gurau dengan Shadam.Meski Amanda belum juga memberikan kepastian tentang hubungan mereka, tetapi Daejung tetap perhatian kepadanya maupun Shadam. Pria itu juga tetap peduli seperti biasa seolah mereka tidak pernah adu pendapat sebelumnya."Mami sini! Ayo main sama pap
"Maaf, Amanda. Angga udah tahu semuanya, dia tahu kalau kamu pergi dalam keadaan hamil dan nggak ngasih tahu dia soal kabar bahagia itu.""Maksud Kak Althan apa?""Angga udah tahu semuanya, dan aku juga nggak mungkin sembunyiin keberadaan kamu lebih lama lagi."Amanda mengembuskan napasnya dengan berat berulangkali, ketakutan yang selama ini dia rasakan kini telah terjadi dan dia malah tidak mampu berbuat apa-apa. "Apa Kak Althan juga ngasih tahu keberadaanku di mana? Kakau misalkan dia datang ke sini gimana ... rebut Shadam dari aku dan ...." Amanda menggeleng beberapa kali dan membuang pikiran buruknya tersebut. Dia tidak mau terlalu berpikiran buruk dan nantinya yang dia takutkan malah benar-benar terjadi."Dia cuma masa lalu, dan soal rahasiaku itu. Aku bisa berkilah dari dia."Amanda selalu menyibukkan dirinya di rumah dan juga butik supaya tak lagi mengingat ucapan Althan hari itu. Dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan merancang mode-mode terbaru. Bermain dengan Shadam d
"Miii!""Iya ... ada apa, Sayang?" tanya Amanda tanpa menatap anak semata wayangnya itu karena sibuk mengemasi barang bawaannya agar tak tertinggal saat kembali ke kota tempat tinggalnya. "Papa mana? Bukannya tadi pergi bersama." Atensi Amanda langsung fokus ke arah bocah itu karena kembali sendirian tanpa Daejung."Papa lagi ngobrol sama oom," jawab Shadam polos sambil duduk di dekat sang ibu.Kening Amanda mengernyit mendengar jawaban Shadam. Pria itu tak mengatakan bila memiliki janji dengan orang di waktu liburan mereka. "Oom siapa maksudnya, Nak? Mami udah kenal belom sama oomnya?"Shadam yang tadinya sedang menjilat es krim kini menghentikan aktifitasnya itu dan mulai mendongak untuk mengingat sesuatu. "Kayaknya belum, soalnya papa belum pernah ajak oom itu ke rumah. Kan, baru beberapa hari yang lalu ketemunya waktu Shadam sama papa jalan-jalan di mall." Shadam menjelaskan dengan wajah polosnya membuat Amanda mengangguk beberapa kali sebagai isyarat mengerti."Oomnya baik loh,
Di lain sisi, di tempat yang tidak jauh dari Amanda berada, seorang pria dengan kemeja yang lengannya dilipat sampai siku juga sedang menikmati indahnya matahari terbenam di bibir pantai. Beberapa kali juga dia menghela napasnya dengan pelan saat semua penderitaan yang telah dia perbuat muncul silih berganti. Penyesalan itu memang datang di akhir dan kini hanya bisa meratapi semua penyesalan itu sendiri."Andai aja kamu masih di samping aku, Yang. Pasti sekarang kita bisa menikmati matahari terbenam bersama seperti yang kamu inginkan," lirihnya sambil terus menatap sang mentari yang perlahan pulang ke peraduan.Angga mendesah lagi saat semua bayangan penyesalan itu muncul secara bergantian. Dia benar-benar telah menyesali keputusannya yang salah hari itu dan kini menyesal telah tidak ada artinya lagi. "Aku benar-benar minta maaf sama kamu, Amanda. Aku juga nggak berharap kalau hubungan kita akan seperti dulu lagi, tapi seenggaknya seharusnya kamu ngasih aku waktu supaya bisa tahu
Amanda masih bersiap di dalam kamarnya dengan jantung yang berdegup cukup kencang, entah mengapa dia menjadi gugup dengan tiba-tiba mengingat bahwa tamu khusus yang telah Daejung undang adalah pemilik utama perusahaan yang sedang bekerja sama dengan dokter bujang tersebut. Dia memperhatikan setiap penampilannya agar tak mengecewakan sebagai pemilik rumah, apalagi Daejng juga sudah mengatakan mereka sudah memiliki status yang lumayan jelas. Ya, Amanda sudah menerima Daejung dan bersedia memulai semuanya dari awal dengan pria yangg masih bujang tersebut. Amanda juga tidak ingin kalau orang pentinng itu melihatnya dengan sebelah mata karena dia adalah sorang janda beranak satu meski secara umur lebih tua Daejung daripada dirinya. "Semoga penampilanku tidak membuat Jung malu di depan rekan kerjanya. Ini juga kali pertama Daejung mengajak temannya makan malam di rumahku. Sepertinya teman barunya itu memang sangat spesial. Amanda melanjutkan mematut dirinya di depan cermin. Dia mengenaka
"Shadam ... melambangkan pesona dan karisma. Ia adalah seorang yang glamor dan ingin menjadi pusat perhatian, mengutarakan gagasan dan acara, serta bekerja keras untuk mewujudkannya. Ia adalah seorang yang perasa, pemimpi, tulus, semangat, dan mudah jatuh cinta. Jadi intinya mami pilih nama itu supaya nantinya Shadam itu jadi idola," jelas Daejung dengan senyuman lebar di bibirnya. "Idola ... maksud Papa idola bagimana?" Daejung tersenyum lagi, mengusap pucuk kepala Shadam penuh dengan rasa sayang. "Idola itu ... orang yang disukai banyak orang. Jadi Shadam mau kan disukai banyak orang?" Shadam langsung mengangguk dengan semangatnya, membuat Angga tanpa sadar mengulum senyumannya dengan sendu. "Dan karakter dari nama kamu itu ... semoga Shadam menjelma menjadi laki laki yang berguna, rendah hati, dilindungi, dan baik. Mungkin, karena beberapa arti itu makanya mami pilih nama itu buat Shadam," lanjut Angga sambil menatap wajah bocah itu dengan mata berkaca-kaca dan
ADA ADEGAN 21++ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA YA, BAGI YANG TIDAK SUKA HARAP DI SKIP!!Fara menghela napasnya dengan pelan saat µelihat Yuda yang sedang µelaµun di teras belakang dengan sebatang rokok yang terselip antara jari telunjuk dan tengahnya. Yuda µerasa kesal dan dongkol karena hasratnya yang harus tak terselesaikan gara-gara baby Bina yang tiba-tiba saja µenangis. Seharusnya sejak awal dia µeµinta jasa baby sitter saja tetapi Fara sendiri yang µenolak itu seµua dengan alasan dia ingin µerawat sendiri dan µenjadi ibu yang selalu ada untuk anaknya. Naµun, kini µalah dirinya yang sangat dirugikan karena sikap Fara tersebut.Eµbusan napas terus Yuda keluarkan dan berharap rasa kesal sekaligus hasratnya bisa ikut menghilang, tetapi nyatanya tidak semudah itu."Aahh, sial banget sih!!" umpat Yuda sambil kembali menyalakan batang rokok kelima yang sudah dia hisap malam itu.Fara hanya geleng-geleng kepala saat melihat Yuda yang begitu frustrasi seperti itu. Ini adalah kali pertamanya Y
Angga mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia memang sudah tahu semua kebenarannya tetapi saat ini ia tidak mengungkapkan kebenaran itu. Namun, reaksi Shadam malah terkejut seperti itu."Oom nggak bilang kalau Papa Jung itu bukan papa kamu, tapi oom nanya ... kalau misalkan itu terjadi bagaimana?" tanya Angga sambil menahan diri supaya tidak sampai mengatakan kebenaran itu saat ini juga.Shadam terdiam sambil memikirkan apa yang telah oom baik di sampingnya itu katakan. "Berarti Shadam punya dua papa dong, ya?"Angga mengngguk sebagai isyarat akan jawabannya. "Ya, kalau seandainya itu memang benar, apa yang akan Shadam lakukan? mencari tahu soal papa kandung Shadam itu atau nggak peduli?" Pancing Angga karena dia sangat ingin tahu apa jawaban yang akan bocah SD itu utarakan."eumm ... Shadam nggak tahu."Angga mengembuskan napasnya dengan berat dan kembali berdiri, lalu membawa Shadam ke dalam gendongannya. "Shadam tahu ... alasan terbesar oom hanya diam ya karena dia sama sekali
"Jadi ... kapan Oom baik mau kembali ke Indonesia? kenapa nggak tinggal lebih lama aja, Oom," usul shadam yang saat ini sedang berjalan bersisian dengan Angga.Keduanya akhirnya jalan-jalan bersama meski sebenarnya Amanda sangat menolak dengan keras kedekatan anak dan ayah itu. Amanda juga sangat tidak setuju dengan kedekatan keduanya, tetapi dia juga tidak mungkin memberikan larangan yang sangat keras dan nantinya akan membuat Daejung semakin curiga saja dengan sikapnya yang kian berubah. "Beberapa bulan lagi, Sayang. Kerjaan oom di sana juga banyak jadi harus segera kembali. Shadam juga tahu benar kan kalau pekerjaan oom itu tidak sedikit." Angga menghentikan langkahnya, lalu berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan bocah lucu tersebut. "Berarti Oom juga sama sibuknya ya kayak Papa. Malahan Papa sering nggak pulang dari rumah sakit." Shadam menatap ke atas karena sedang mengingat bahwa Daejung yang memang kerap sering menginap di rumah sakit sehingga sering mengabaikan Shad
"Bisa jadi kan kalau Angga tahu semuanya dari kak Altan, bisa aja juga kalau dia sengaja kirim Angga ke sini supaya bisa deketin kamu lagi atau malah lebih buruknya ... ambil Shadam dari kamu.""Enggak, Ra. Seffina udah ceritain semuanya ke aku kalau Angga tahu kehamilan itu dari surat diagnosis yang aku tinggalin. Aku memang ceroboh karena masih nyimpan hasil tespack dan surat itu. Seffina juga cerita kalau Angga tahu itu semua dari barang-barangku yang masih Angga simpan," jelas Amanda. Hatinya sedikit bergetar saat mengingat kenyataan bahwa Angga masih menyimpan sisa-sisa barangnya."Jadi ... apa Angga juga udah tahu kalau Shadam anaknya?""Entahlah ... aku juga udah berusaha supaya mereka nggak terlalu dekat, tapi Shadam ... dia yang nggak bisa aku kendalikan. Sementara Daejung, dia juga mendukung kedekatan Shadam dengan Angga." Amanda menghela napasnya dsngan frustrasi. Dia benar-benar belum siap bila harus berpisah dengan Shadam. "Apa Daejung tahu soal masa lalu kalian?" tanya
"Aku minta maaf sama kamu, Nda. Andai aja waktu itu aku ikhlas . Mungkin, kamu nggak akan sendirian menghadapi ini semua. Aku benar-benar minta maaf sama kamu, Amanda," sesal Fara akan kesalahannya di masa lalu. Amanda melepaskan dekapan Fara dan menatap wajah sahabatnya itu yang kini menjadi sendu dan bersalah. Amanda tidak mengerti apa yang Fara ucapkan barusaja. "Maksud kamu apa, Ra?" Amanda menatap Fara engan ekspresi yang benar-benar merasa kebingungan. Dia benar-benar tak mengerti dengan kata ikhlas yang Fara maksudkan tadi. Fara menghela napasnya dengan sangat berat. Kini dia harus mengingat kembali kejadian tujuh tahun silam saat pertengkaran paling hebat dalam pernikahannya. "Waktu itu ... beberapa hari setelah aku keguguran ...." "Apa?! kamu pernah keguguran sebelum ini. AStaga, Fara. Apa Yuda nggak jagai kamu dengan baik sampai keguguran kayak gitu," potong Amanda karena merasa sangat terkejut mendengar kabar kalau Fara pernah keguguran. Fara mengang
Amanda hanya diam dan berusaha untuk mengingat dokter tampan yang saat ini berbicara dengannya. Dia merasa kalau sebelum hari ini mereka telah bertemu sebelumnya. "Kenapa menatapku seperti itu?" Dokter tampan yang sedang memeriksa cairan infus milik Amanda langsung menoleh saat dia merasakan kalau wanita hamil itu sedang mentapnya cukup lekat. "Ah, Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Amanda masih mencoba mengingat di mana dia bertemu dengan dokter itu, tetapi rasa pening di kepalanya malah menghalangi. "Saya merasa kalau pernah bertemu dengan Dokter sebelum ini tapi lupa kita bertemu di mana." Dokter tampan itu diam, tetapi mengembuskan napasnya dengan berat beberapa kali. Pertemuan pertamanya dengan Amanda sangat jauh dari kata mengesankan jadi wajar kalau saat ini wanita itu melupakan pertemuan mereka. "Kamu harus banyak-banyak istirahat, tidak perlu memikirkan hal yang memang tidak harus dipikirkan," jelas dokter tampan itu dan kemudian berlalu dari ruangan Amand
Pertemuan hari itu adalah awal kebahagiaan Amanda yang kembali, dia bisa bercanda dan bergurau lagi dengan Fara seperti dulu. "Mami mau ke mana? keluar sama papa ya?" tanya bocah itu saat memasuki kamar ibunya dan melihat Amandasedang bersiap. "Shadam mau ikut mami nggak, mau mami kenalin sama sahabatnya mami." Amanda yang sedang merias menoleh dan menatap Shadam dengan senyuman. Shadam berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk dengan senyuman lebar. "Temannya Mami laki-laki atau perempuan?" "Perempuan, Sayang. Jadi Shadam mau ikut apa enggak?" tanya Amanda lagi sambil meraih tas tangan yang dia letakkan di atas ranjang. "Mau, Mi. Shadam mau ganti baju dulu ya." Amanda mengangguk dan memilih menunggu Shadam di ruang tamu sambil berbalas pesan dengan Fara yang sudah menunggunya di tempat sementara wanita itu. Perjalanan yang penuh dengan suka cita, senyuman lebar tak pernah berhenti menghiasi bibir Amanda, ya, dia memang sangat bahagia karena akhirn
Amanda berulangkali mengembuskan napasnya dengan kasar, rasa sesak di dalam dadanya sudah begitu menumpuk. Menangis pun percuma dan dia juga merasa begitu lelah karena sudah sering menangisi pria seperti Angga.*** "Yang." Amanda hanya menjawab dengan deheman sementara tangannya masih sibuk merajut syal untuk Angga yang khusus dia buatkan untuk orang terkasihnya tersebut. Amanda bahkan abai dengan Angga yang menempel padanya bak perangko yang menempel di sebuah amplop. "Sayaaaaaang noleh dong bentar aja," pinta Angga yang kini sudah memeluk tubuh Amanda dari belakang. "Apasih, Mas? aku tuh lagi sibuk, jangan mulai deh manjanya," gerutu Amanda dan masih belum juga mau menoleh. Bukannya menjauh, Angga malah semakin mengeratkan dekapannya dan kini bukan hanya memeluk tetapi juga menggoda istrinya tersebut supaya berhenti berkutat dengan jarum dan juga benang wol. "Maaaass, udah aku bilang jangan usil malah makin menjadi. Aku udah bilang jangan usil, aku itu la
"Aku minta maaf, aku juga nggak bermaksud melakukan itu." Angga menunduk, meski sebenarnya dia ingin berkata lain. Namun, untuk saat ini mengalah adalah yang terbaik. Dia akan mencoba mencari tahu semuanya tentang Shadam dan juga hubungan Amanda dengan Daejung. Setelah berkata demikian, Angga memutuskan untuk pulang dan mulai mencari semua informasi tentang Shadam Syazwan dan hubungan Amanda yang mulai ada kemajuan dengan Daejung padahal dia ingat dengan benar kalau saat mereka bertemu di mall hari itu sang dokter mengatakan kalau hubungan mereka masih mengambang. Namun, kini mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih dalam waktu singkat. *** Amanda semakin gusar saat Shadam begitu dekat dengan Angga, dia sudah berencana dan akan meminta Shadam supaya tidak teralu dekat dengan Angga. Awalnya dia berpikir kalau Shadam pasti akan menurutinya seperti biasa, tetapi kini bocah berumur tujuh tahun itu malah menolak permintaan sang ibu dengan sangat tegas membuat Amanda benar-be