"Aku mau bicara penting." Amanda menghampiri Angga yang baru saja datang dan sedang bersantai di ruang tamu. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa lelaki itu sangat kelelahan."Sebentar, Yang. Aku masih capek.""Aku tunggu di taman belakang." Amanda berbalik, mengayun langkah menuju taman belakang. Dia berulangkali menghela napas pelan, menguatkan hati bila sesuatu yang tak diinginkan benar-benar terjadi. Namun, sekuat apa pun dia mencoba terlihat tegar, tetapi itu percuma karena rasa sakit itu jauh lebih nyata dari segala hal.***"Yang, buka pintunya!" Angga mengetuk pintu kamar mereka yang telah Amanda kunci dari dalam. Berharap Amanda membukakan pintu dan mau mendengarkan semua penjelasan darinya."Pergi Angga!" usir Amanda tak ingin mendengar alasan apa pun dari Angga."Yang, aku mohon kamu ngertiin aku! Ini semua demi kita," bujuk Angga. Namun, Amanda tak perduli. Wanita itu terus mengusirnya supaya pergi dari balik pintu.
***Semakin mendekati hari H, Angga semakin sibuk. Hampir setiap hari berangkat pagi dan pulang tengah malam dan hampir setiap malam juga Amanda selalu menangis di dalam kamarnya, ia tak mau Angganya menikah lagi, tetapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Meminta bercerai kepada Angga, itu bukan solusi yang baik. Tuhan sangat membenci kata itu lagipula Amanda sudah berjanji pada almarhumah Bundanya bahwa seberat apa pun masalahnya dengan Angga ia tak akan mau mengucapkan kata itu."Aku mencintaimu, Angga. Sungguh aku gak bisa ngelihat kamu menikah sama wanita lain," lirih Amanda di sela Isak tangisnya.Andaikan Amanda saat ini tengah hamil mungkin saja Angga tidak akan meninggalkannya. Angga tidak meninggalkannya, tetapi membagi dirinya dan Amanda tidak mau itu. Ia ingin Angga hanya memiliki satu istri dan istrinya hanya dirinya."Yang, kamu udah tidur atau belum?" tanya Angga dari balik pintu. Lelaki itu masih berharap bisa tidur di kamar yang sama lagi dengan sang i
Terlalu banyak menangis membuat Amanda merasa lelah dan akhirnya tertidur. Ia kembali terbangun ketika mendengar namanya dipanggil berulangkali. Amanda mengernyit, merasa asing dengan tempatnya saat ini—taman yang begitu sejuk dan indah dengan banyaknya tanaman hijau."Amanda, sini Sayang!"Amanda menoleh, senyuman lebar menghiasi bibir indahnya dengan rinai yang mengalir dari kedua pelupuk mata. Ia berlari dan segera mendekap wanita cantik bergamis putih yang sudah sangat ia rindukan."Amanda kangen sama Bunda," ungkap Amanda memeluk tubuh Rania yang terasa begitu nyata. "Akhirnya bisa memeluk Bunda seerat ini.""Kamu apa kabar?"Amanda melepaskan pelukannya, menatap wajah sang ibunda yang terlihat lebih cantik dan muda dari sebelumnya. "Amanda mau ikut sama Bunda aja, nggak mau di dunia lagi. Nggak ada yang sayang sama aku, Bunda."Rania tersenyum, mengusap sisa-sisa air mata yang masih membasahi pipi Amanda. Membingkai
Acara demi acara berjalan dengan lancar, Angga sibuk menemui para kolega perusahaan yang hadir hari itu. Dalam hati Amanda memaki karena merasa iri ini bukanlah pesta untuk pernikahannya dengan Angga melainkan pesta lelaki itu bersama istri barunya. Dia juga melihat semuanya, tatapan kagum Angga ketika melihat Seffi yang begitu cantik dan anggun dengan gaun merah marunnya. Namun, Amanda juga jadi pusat perhatian ketika menginjakkan kaki dalam pesta di pinggir pantai itu, banyak pasang mata yang menatapnya kagum seolah Amanda lah pemilik pestanya. "Amanda." Panggilan dari Lina membuat Amanda menoleh, dia memutuskan menemui para teman satu ruangannya itu dan bercengkrama sebentar sebagai pengalihan. "Ih! Amanda cantik banget, deh," puji Lina dan diangguki oleh Radisty dan Ifa. "Bukan hanya banget tapi parah cantiknya, berasa ini pesta kamu yang punya," imbuh Ifa. Namun, Amanda hanya merespons dengan senyuman tipis. Amanda hanya te
Amanda bahagia, hubungan mereka telah diketahui banyak orang dan dia tak perlu lagi bersembunyi dari siapa pun bahwa atasannya, Dirut di perusahaan adalah suaminya sendiri. Setelah dirasa cukup tenang, Angga meminta wanita itu membersihkan diri. Dia sangat tahu bahwa Amanda sangatlah lelah dan butuh istirahat yang banyak.Angga menghempaskan kasar tubuhnya ke atas ranjang setelah Amanda menolak permintaannya untuk mandi bersama, imajinasi liarnya muncul saat mendengar gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar sampai ke telinga. Tak bisa mandi bersama bukan berarti tak bisa membayangkannya 'kan. Angga terkikik pelan ketika membayangkan hal itu.Angga merubah posisi Jadi duduk, menatap intens tubuh Amanda yang hanya terbalut bathrobes, wanita itu tengah sibuk mencari pakaian gantinya di dalam koper. Namun, mulai merasa terganggu ketika suaminya menghampiri dan memeluknya dari belakang seperti biasa. Angga menghirup kuat aroma stroberi kesukaannya yang melekat di tubuh d
Tidur Amanda harus terusik saat dengan nakalnya Angga terus menerus menelusupkan kepalanya ke dalam ceruk leher Amanda membuat wanita itu terpaksa membuka mata padahal dirinya masih sangat mengantuk."Pak Dirut, bisa diem nggak! Aku ngantuk mau tidur," geram Amanda. Namun, Angga abai."Yang, nggak bisa tidur. Temenin," adunya dengan manja dan memeluk tubuh Amanda yang berada di bawah selimut yang sama."Astaga Angga, kenapa lagi? Tadi kamu 'kan udah tidur, terus kenapa jadi nggak ngantuk?" Bingung Amanda, bukannya tadi Angga tidur lebih dulu darinya, tetapi kenapa sekarang lelaki itu malah mengatakan tak mengantuk."Aku kebayang terus sama wajah kamu." Angga menatap intens wajah Amanda di sampingnya yang sedang menatap langit-langit kamar."Maksudnya apa?" tanya Amanda sambil menoleh dan menatap wajah sang suami."Pakai lagi, ya, lingerie-nya. Aku ingin lihat kamu pakai itu lagi," pinta Angga dengan wajah memelas.Amanda terbelalak dan dengan
"Angga," panggil Amanda, lalu mendekati Angga yang sedang mencuci tangannya di westafel karena baru saja selesai makan."Kenapa, Yang?""Aku mau bicara, penting!"Angga mengeringkan tangannya, lalu menarik pinggang Amanda mendekat menghilangkan jarak di antara mereka."Kamu mau bicara apa? Heum.""Lepasin tangannya dulu," pinta Amanda mulai merasa risih dengan sikap Angga yang kini berubah agresif."Bicara apa, Yang, kamu mau anak?"Amanda terbelalak, meringis tipis dan memukul pelan lengan Angga yang melingkari pinggangnya. Dia pun mulai mengatakan bila sejak hubungan mereka terbongkar, para karyawan yang lain selalu segan kepadanya dan itu membuat Amanda risih.Angga merasa bingung dengan permintaan Amanda, seharusnya wanita itu bahagia banyak yang bersikap demikian. Namun, nyatanya tidak. Amanda bersikeras supaya Angga memberitahu kepada semua, untuk kembali bersikap biasa bukan lagi segan seperti sekarang."Ok, besok aku bilang sama mereka supaya n
"Sudah, sana! Kamu ngapain masih di situ?" "Tunggu kamu masuk, baru aku pergi." "Mas," tegur gadis cantik kepada kekasihnya yang masih menunggunya di depan kafe. "Iya, Sayang. Mau ambil cuti hari ini?" tanyanya dengan binar bahagia. "Cepat berangkat! Kamu bilang ada ujian hari ini. Katanya mau jadi arsitek terkenal tapi males pergi ke kampus," ejeknya membuat lelaki berparas tampan itu memberenggut. "Aku masih kangen sama kamu," rengeknya seperti biasa. Gadis itu mendesah pelan, harus bersikap ekstra sabar bila menghadapi lelaki di hadapannya ini. "Mas Bima, nanti kita bertemu lagi. Jadi sekarang! Ke kampus dulu karena aku harus bekerja." Bima terpaksa menurut meski rasanya sangat enggan berjauhan dengan sang kekasih. "Oke aku pergi, tapi nanti pulangnya tungguin aku, oke." Gadis berambut panjang itu tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya bersemangat. Hari-hari keduanya sebagai sepasang kekasih bisa
ADA ADEGAN 21++ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA YA, BAGI YANG TIDAK SUKA HARAP DI SKIP!!Fara menghela napasnya dengan pelan saat µelihat Yuda yang sedang µelaµun di teras belakang dengan sebatang rokok yang terselip antara jari telunjuk dan tengahnya. Yuda µerasa kesal dan dongkol karena hasratnya yang harus tak terselesaikan gara-gara baby Bina yang tiba-tiba saja µenangis. Seharusnya sejak awal dia µeµinta jasa baby sitter saja tetapi Fara sendiri yang µenolak itu seµua dengan alasan dia ingin µerawat sendiri dan µenjadi ibu yang selalu ada untuk anaknya. Naµun, kini µalah dirinya yang sangat dirugikan karena sikap Fara tersebut.Eµbusan napas terus Yuda keluarkan dan berharap rasa kesal sekaligus hasratnya bisa ikut menghilang, tetapi nyatanya tidak semudah itu."Aahh, sial banget sih!!" umpat Yuda sambil kembali menyalakan batang rokok kelima yang sudah dia hisap malam itu.Fara hanya geleng-geleng kepala saat melihat Yuda yang begitu frustrasi seperti itu. Ini adalah kali pertamanya Y
Angga mengembuskan napasnya dengan kasar. Dia memang sudah tahu semua kebenarannya tetapi saat ini ia tidak mengungkapkan kebenaran itu. Namun, reaksi Shadam malah terkejut seperti itu."Oom nggak bilang kalau Papa Jung itu bukan papa kamu, tapi oom nanya ... kalau misalkan itu terjadi bagaimana?" tanya Angga sambil menahan diri supaya tidak sampai mengatakan kebenaran itu saat ini juga.Shadam terdiam sambil memikirkan apa yang telah oom baik di sampingnya itu katakan. "Berarti Shadam punya dua papa dong, ya?"Angga mengngguk sebagai isyarat akan jawabannya. "Ya, kalau seandainya itu memang benar, apa yang akan Shadam lakukan? mencari tahu soal papa kandung Shadam itu atau nggak peduli?" Pancing Angga karena dia sangat ingin tahu apa jawaban yang akan bocah SD itu utarakan."eumm ... Shadam nggak tahu."Angga mengembuskan napasnya dengan berat dan kembali berdiri, lalu membawa Shadam ke dalam gendongannya. "Shadam tahu ... alasan terbesar oom hanya diam ya karena dia sama sekali
"Jadi ... kapan Oom baik mau kembali ke Indonesia? kenapa nggak tinggal lebih lama aja, Oom," usul shadam yang saat ini sedang berjalan bersisian dengan Angga.Keduanya akhirnya jalan-jalan bersama meski sebenarnya Amanda sangat menolak dengan keras kedekatan anak dan ayah itu. Amanda juga sangat tidak setuju dengan kedekatan keduanya, tetapi dia juga tidak mungkin memberikan larangan yang sangat keras dan nantinya akan membuat Daejung semakin curiga saja dengan sikapnya yang kian berubah. "Beberapa bulan lagi, Sayang. Kerjaan oom di sana juga banyak jadi harus segera kembali. Shadam juga tahu benar kan kalau pekerjaan oom itu tidak sedikit." Angga menghentikan langkahnya, lalu berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan bocah lucu tersebut. "Berarti Oom juga sama sibuknya ya kayak Papa. Malahan Papa sering nggak pulang dari rumah sakit." Shadam menatap ke atas karena sedang mengingat bahwa Daejung yang memang kerap sering menginap di rumah sakit sehingga sering mengabaikan Shad
"Bisa jadi kan kalau Angga tahu semuanya dari kak Altan, bisa aja juga kalau dia sengaja kirim Angga ke sini supaya bisa deketin kamu lagi atau malah lebih buruknya ... ambil Shadam dari kamu.""Enggak, Ra. Seffina udah ceritain semuanya ke aku kalau Angga tahu kehamilan itu dari surat diagnosis yang aku tinggalin. Aku memang ceroboh karena masih nyimpan hasil tespack dan surat itu. Seffina juga cerita kalau Angga tahu itu semua dari barang-barangku yang masih Angga simpan," jelas Amanda. Hatinya sedikit bergetar saat mengingat kenyataan bahwa Angga masih menyimpan sisa-sisa barangnya."Jadi ... apa Angga juga udah tahu kalau Shadam anaknya?""Entahlah ... aku juga udah berusaha supaya mereka nggak terlalu dekat, tapi Shadam ... dia yang nggak bisa aku kendalikan. Sementara Daejung, dia juga mendukung kedekatan Shadam dengan Angga." Amanda menghela napasnya dsngan frustrasi. Dia benar-benar belum siap bila harus berpisah dengan Shadam. "Apa Daejung tahu soal masa lalu kalian?" tanya
"Aku minta maaf sama kamu, Nda. Andai aja waktu itu aku ikhlas . Mungkin, kamu nggak akan sendirian menghadapi ini semua. Aku benar-benar minta maaf sama kamu, Amanda," sesal Fara akan kesalahannya di masa lalu. Amanda melepaskan dekapan Fara dan menatap wajah sahabatnya itu yang kini menjadi sendu dan bersalah. Amanda tidak mengerti apa yang Fara ucapkan barusaja. "Maksud kamu apa, Ra?" Amanda menatap Fara engan ekspresi yang benar-benar merasa kebingungan. Dia benar-benar tak mengerti dengan kata ikhlas yang Fara maksudkan tadi. Fara menghela napasnya dengan sangat berat. Kini dia harus mengingat kembali kejadian tujuh tahun silam saat pertengkaran paling hebat dalam pernikahannya. "Waktu itu ... beberapa hari setelah aku keguguran ...." "Apa?! kamu pernah keguguran sebelum ini. AStaga, Fara. Apa Yuda nggak jagai kamu dengan baik sampai keguguran kayak gitu," potong Amanda karena merasa sangat terkejut mendengar kabar kalau Fara pernah keguguran. Fara mengang
Amanda hanya diam dan berusaha untuk mengingat dokter tampan yang saat ini berbicara dengannya. Dia merasa kalau sebelum hari ini mereka telah bertemu sebelumnya. "Kenapa menatapku seperti itu?" Dokter tampan yang sedang memeriksa cairan infus milik Amanda langsung menoleh saat dia merasakan kalau wanita hamil itu sedang mentapnya cukup lekat. "Ah, Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Amanda masih mencoba mengingat di mana dia bertemu dengan dokter itu, tetapi rasa pening di kepalanya malah menghalangi. "Saya merasa kalau pernah bertemu dengan Dokter sebelum ini tapi lupa kita bertemu di mana." Dokter tampan itu diam, tetapi mengembuskan napasnya dengan berat beberapa kali. Pertemuan pertamanya dengan Amanda sangat jauh dari kata mengesankan jadi wajar kalau saat ini wanita itu melupakan pertemuan mereka. "Kamu harus banyak-banyak istirahat, tidak perlu memikirkan hal yang memang tidak harus dipikirkan," jelas dokter tampan itu dan kemudian berlalu dari ruangan Amand
Pertemuan hari itu adalah awal kebahagiaan Amanda yang kembali, dia bisa bercanda dan bergurau lagi dengan Fara seperti dulu. "Mami mau ke mana? keluar sama papa ya?" tanya bocah itu saat memasuki kamar ibunya dan melihat Amandasedang bersiap. "Shadam mau ikut mami nggak, mau mami kenalin sama sahabatnya mami." Amanda yang sedang merias menoleh dan menatap Shadam dengan senyuman. Shadam berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk dengan senyuman lebar. "Temannya Mami laki-laki atau perempuan?" "Perempuan, Sayang. Jadi Shadam mau ikut apa enggak?" tanya Amanda lagi sambil meraih tas tangan yang dia letakkan di atas ranjang. "Mau, Mi. Shadam mau ganti baju dulu ya." Amanda mengangguk dan memilih menunggu Shadam di ruang tamu sambil berbalas pesan dengan Fara yang sudah menunggunya di tempat sementara wanita itu. Perjalanan yang penuh dengan suka cita, senyuman lebar tak pernah berhenti menghiasi bibir Amanda, ya, dia memang sangat bahagia karena akhirn
Amanda berulangkali mengembuskan napasnya dengan kasar, rasa sesak di dalam dadanya sudah begitu menumpuk. Menangis pun percuma dan dia juga merasa begitu lelah karena sudah sering menangisi pria seperti Angga.*** "Yang." Amanda hanya menjawab dengan deheman sementara tangannya masih sibuk merajut syal untuk Angga yang khusus dia buatkan untuk orang terkasihnya tersebut. Amanda bahkan abai dengan Angga yang menempel padanya bak perangko yang menempel di sebuah amplop. "Sayaaaaaang noleh dong bentar aja," pinta Angga yang kini sudah memeluk tubuh Amanda dari belakang. "Apasih, Mas? aku tuh lagi sibuk, jangan mulai deh manjanya," gerutu Amanda dan masih belum juga mau menoleh. Bukannya menjauh, Angga malah semakin mengeratkan dekapannya dan kini bukan hanya memeluk tetapi juga menggoda istrinya tersebut supaya berhenti berkutat dengan jarum dan juga benang wol. "Maaaass, udah aku bilang jangan usil malah makin menjadi. Aku udah bilang jangan usil, aku itu la
"Aku minta maaf, aku juga nggak bermaksud melakukan itu." Angga menunduk, meski sebenarnya dia ingin berkata lain. Namun, untuk saat ini mengalah adalah yang terbaik. Dia akan mencoba mencari tahu semuanya tentang Shadam dan juga hubungan Amanda dengan Daejung. Setelah berkata demikian, Angga memutuskan untuk pulang dan mulai mencari semua informasi tentang Shadam Syazwan dan hubungan Amanda yang mulai ada kemajuan dengan Daejung padahal dia ingat dengan benar kalau saat mereka bertemu di mall hari itu sang dokter mengatakan kalau hubungan mereka masih mengambang. Namun, kini mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih dalam waktu singkat. *** Amanda semakin gusar saat Shadam begitu dekat dengan Angga, dia sudah berencana dan akan meminta Shadam supaya tidak teralu dekat dengan Angga. Awalnya dia berpikir kalau Shadam pasti akan menurutinya seperti biasa, tetapi kini bocah berumur tujuh tahun itu malah menolak permintaan sang ibu dengan sangat tegas membuat Amanda benar-be