"Fa, nanti mampir ya, Ibu mau ngasih sesuatu buat Aksa, pokoknya Ibu beliin mainan sama yang lain. Awas kalau gak mampir! Ibu ngambek.""Iya Bu, insya Allah nanti Alfa mampir. Makasih sebelumnya Bu."Aku menutup telepon dari Ibu seraya menyunggingkan senyum di bibir.Baru kusadari, semenjak Zela hamil dan melahirkan, sikap Ibu banyak berubah. Kini Ibu bersikap layaknya Nenek yang super perhatian sampai fokusnya hanya pada Aksa saja. Namun, aku bersyukur karena dengan begitu Ibu sudah tidak kesepian lagi dan menerima kami seutuhnya.Harus kuakui menjadi putra satu-satunya dari seorang ibu yang pernah mengalami dikhianati dan terluka akibat perselingkuhan itu tak mudah. Terlalu banyak pertimbangan dan banyak hal yang menjadi perhatian. Di satu sisi, aku harus berbakti karena akulah yang menjaga Ibu tapi di satu sisi aku juga memiliki keluarga yang harus aku jaga, siapa lagi kalau bukan Zela dan Aksa.Ya, Zela dan Aksa.Dua nama yang selalu ada dalam ingatanku setiap saat bahkan ketika
Tak terasa kini umur Aksara sudah menginjak bulan ke enam. Anakku yang ganteng dan menggemaskan itu sudah bisa diajak ke mana-mana dan tumbuh kembangnya pun baik. Mungkin sebentar lagi, Aksara sudah bisa main piano atau jadi Superman-lah kira-kira.Hahahaha! Canda.Pokoknya sebagai ibu rumah tangga yang baik, aku merasa bahagia telah melahirkan Aksara. Terutama setelah kelahirannya banyak hal baik yang terjadi. Salah satunya adalah, akhirnya ayah Rengga dan Bu Dahlia bisa tinggal bareng setelah rujuk kembali tentunya. Honestly, di antara kebahagiaan yang terjadi di dunia ini kupikir kebersamaan orang tuaku-lah yang paling membuatku nangis bombay. Aku tahu tak mudah bagi hati ini menerima tapi seperti kata Mas Yuga memendam sifat balas dendam pun nggak ada artinya. Maka, setelah ayah Rengga sembuh aku mencoba memaafkannya dengan syarat dia tidak boleh menyakiti ibu kandungku lagi dan dia setuju.Alhamdullilah! Meski belum sempurna, setidaknya Aksara memiliki kakek dan nenek yang siap
Ternyata benar menjadi istri dari seorang dokter yang punya ketampanan di atas rata-rata seperti Mas Alfa itu harus siap lahir batin. Buktinya walau pun suamiku sudah memploklamirkan kalau dia hanya memiliki aku sebagai istrinya dan gak berniat membuka lowongan buat istri kedua apalagi selingkuhan tetap saja para pelakor tetap datang tanpa henti membuat aku gondok setengah mati. Dan sialnya itu terjadi seperti saat ini. Sungguh, aku tidak menyangka di saat aku merasa bahwa persoalan sudah selesai rupanya ada gosip baru yang cukup mengganggu perasaanku yaitu konon katanya ada sahabat sejawat Mas Alfa saat kuliah kini pindah tugas ke klinik kesengsem dan meng-caper sama suamiku sekali pun dia tahu kalau Mas Alfa udah punya istri. Coba bayangkan! Apa gak kurang ajar itu namanya? Pasti kalian bertanya kan, kok aku bisa tahu? Oho! Zela gitu loh, mantan intel cap batako begini dilawan. Jangan salah! Meski Mas Alfa gak cerita, sebagai istri Mas Alfa yang juga mantan perawat aku tentu saja
Pernah nggak sih ngerasa pegal mendadak? Mau melakukan apapun rasanya pegal. Minum? Pegal. Makan? Pegal. Duduk? Pegal. Nonton? Pegal. Shopping? Pegal banget. Apalagi ghibah duh gak deh.Padahal aku nggak ke mana-mana tapi rasanya udah kaya ditimpa Thanos berkekuatan super. Pokoknya kehamilan kali ini rasanya ekstra pegal udah kaya mie goreng ekstra pedasnya.Alhasil karena merasa syndrom pegal-gegal ini tidak mau pergi dari badanku, kuputuskan untuk terkapar saja di kasur dan menjadikan ranjang sebagai teman setiaku selama proses kehamilan si kembar.Sayangnya, akibat seharian bergelut di kasur akhirnya di saat malam tiba aku bukannya tidur tapi malah melek padahal sekarang udah jam kunti pergi ngeronda. Entah kenapa di saat semua orang harusnya terbang ke pulau indah kapuk aku malah membayangkan mangga muda yang kalau dimakan rasanya maknyoos.Astaga! Bisa gila aku kalau terus membayangkannya."Jam 2? Heum ... aduh, gimana ini? Aku lapar."Merasa frustasi karena gak bisa tidur juga,
POV JINGGAIni hari pernikahanku. Kurang lebih beberapa menit lagi akad akan terjadi antara aku 'si gadis kampung' yang beruntung dan Deni--si tampan nan rupawan anaknya teman Pak Alfa. Oh ... rasanya masih terasa mimpi jika aku melihat situasi saat ini. Kupikir karena latar belakangku yang sangat miskin, tak ada pria yang mau menikahiku tapi ternyata aku salah. Siapa sangka, atas bantuan Bu Zela dan Alfa, aku akhirnya bisa dijodohkan dengan Bang Deni."Duh ... cantiknya ... Masya Allah calon pengantin ini," seru Teh Mirah-- tukang rias hari ini padaku.Aku hanya tersenyum malu seraya menatap lekat parasku yang tampak cantik nan chubby di cermin kamar. Tak sia-sia rasanya berdandan dari setelah subuh hingga jam 9.00 pagi ini, menurutku baru kali ini aku terlihat bak putri sunda sejati. Dengan hiasan melati dan kebaya putih, entah mengapa aku merasa sangat anggun. Mungkin inilah namanya keajaiban make-up.Wajahku yang semula berminyak kayak kue donat gara-gara make-up kini telah berha
Aku terduduk di kursi singgasana pengantin dengan perasaan campur aduk. Jika aku punya robot kucing seperti Doraemon kayaknya aku bakal minta dibukakan pintu ke mana saja, agar aku juga bisa kabur seperti perbuatan Bang Deni yang telah menghinaku. Namun, sayangnya itu hanya mimpi, mau tidak mau aku harus terjebak di sini.Tak pernah aku bayangkan, seorang pembantu sepertiku bisa menjadi seorang istri dari Aksara Muhammad Prawira yang merupakan majikanku sendiri. Di lihat dari segi mana pun, status kami sangat jauh berbeda.Aku yang berumur 23 tahun, kucel, dekil belum sarjana dan beban keluarga Alfa Prawira mendapatkan lelaki berumur 30 tahun yang merupakan seorang dokter dengan status idola wanita.Ya ampun ... apa yang harus kulakukan menyikapi semua ini? Pantaskah aku duduk di sini? Haruskah aku meminta Den Aksa mentalakku malam ini juga? "Kamu bisa lepas sepatu berhak kamu jika kamu capek. Kaki kamu merah."Akhirnya setelah hampir dua jam kami jadi pajangan di pesta resepsi, sat
Setiap perempuan pasti mendambakan sehabis malam pertama itu terbangun dengan segar dan bugar karena baru saja melepas keperawanannya tapi tampaknya keberuntungan itu gak berpihak pada semua perempuan karena aku adalah pengecualian.Berbeda dengan kebanyakan pengantin wanita yang bahagia di malam pertama sebaliknya aku malah merasa gelisah dan terjaga sepanjang malam.Coba saja bayangkan, wanita mana yang bisa tidur setelah ditinggal di malam pertamanya oleh suaminya sendiri? Terlebih yang jadi suamiku itu adalah mantan majikanku yaitu Den Aksara Muhammad Prawira yang mungkin menikahiku karena terpaksa. Dan setelah kesedihan yang terjadi, payahnya keadaanku diperburuk dengan hadirnya chat info tentang Den Aksa dari si Kalila.Ya, Kalila dia memang sama biang keroknya sama Bang Deni. Si pelakor yang telah kabur dengan Bang Deni itu mengatakan kalau Den Aksa sebenarnya hanya mencintai Nadia yang ternyata janda sahabatnya. OH MY GOD! Kenyataan macam apa ini? Kalau info si Kalila itu be
Tahu gak kepanjangan GEGANA? Ya, benar! Gegana itu adalah gelisah, galau dan merana. Sayangnya, itulah yang aku rasakan sekarang.Sungguh, aku benar-benar tidak menyangka ternyata efek mengangkat telepon dari Nadia untuk Den Aksa akan sedahsyat ini. Padahal niatku semula baik ingin memberi tahu kalau Den Aksa sakit pada si penelepon tapi akhirnya malah aku yang menyesal dan menjadi sakit tanpa alasan.Seandainya aku tahu kalau yang menelepon itu adalah Nadia, mungkin kuabaikan saja sehingga aku tak perlu mendengar pernyataan cinta si Nadia yang membuat aku kehilangan kata-kata. Coba bayangkan!Bagaimana bisa dia yang seorang janda dengan mudahnya mengaku cinta pada lelaki yang sudah beristri?Ya Allah! Tega! Sumpah tega banget.Untungnya tadi aku memilih diam saja saat si Nadia nyerocos menyatakan perasaannya dan memilih untuk langsung menutup telepon Nadia daripada emosiku untuk melabrak semakin besar padahal bisa jadi Den Aksa akan marah jika mengetahuinya.Astaghfirullah! Pusing
Sebulan kemudian."Senangnya dalam hati, kalau bersuami kaya. Oh dunia, serasa aku yang punya cikicik ... asyik-asyik Jos!""Eh, bentar! Kok aku jadi nyanyi begituan, ya?"Gue terkekeh kecil mengingat lagu apa yang sedang gue senandungkan sekarang ini. Mengingat kalau hari ini kami ada di Singapura tak ayal membuat wajah gue terus tersenyum merekah dan menyanyi tanpa henti.Seperti yang sudah dibahas tempo hari, setelah kami melakukan klarifikasi di sekolah dan membuat Alina juga Januar berurusan dengan hukum karena kelakuannya yang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, kami pun melakukan honeymoon untuk kesekian kali.Ohoo! Jujur, sebenarnya ini bukan kali pertama kami menginjakkan kaki di Singapura, semenjak resmi jadi pasangan sungguhan kerjaan Pak Zian bawa gue ke sini mulu. Katanya dia ingin nostalgia karena waktu kecil pernah tinggal di sini sekaligus honeymoon yang sekarang kayaknya bakal rada lama karena kami ingin merayakan berhasilnya membuat
Selepas mendengar indo dari Pak Zian kalau Alina telah memfitnahnya gue langsung mengecek kondisi sekolah, jika info tentang Pak Zian sampai di rumah sakit pastinya ke sekolah pun ada rumor tersebut. Nyatanya yang gue takutkan terjadi. Sesuai dugaan, ketika gue sampai di sekolah tiba-tiba Pak Joan dan Bu Hani yang tetap jadi sahabat gue langsung nyamperin. Mereka bilang di sekolah udah beredar kabar yang gak mengenakan yaitu katanya gue udah merebut Pak Zian dari Bu Alina dan katanya Pak Zian digosipkan mandul.Brengsek emang si Alina! Bisa-bisanya dia menyebar info yang gak berdasar itu.Saking banyaknya gosip di luaran sampai-sampai gue bisa dengan jelas semua umpatan juga sindiran yang dilayangkan ke gue. Tapi, terlepas dari semua itu gue udah tahu ini adalah salah satu resiko yang harus dihadapi. Semenjak memutuskan untuk memberi Pak Zian kesempatan kedua gue merasa udah siap apa pun yang terjadi tapi sayangnya gue gak prediksi akan separah ini. Coba bayangkan aja, masa Alina bil
Pak Zian kecewa berat. Setelah gue mengatakan kalau hari ini gak jadi 'ena-ena' dia mematung bak manekin. Bibirnya yang sejak tadi udah nyosor-nyosor aja langsung ditarik menjauh."Apa? Tsan? Kamu kenapa?" tanyanya tercekat. Wajahnya yang sudah semangat 45 mendadak memucat. "Saya mens, Mas. Menstruasi," jawab gue lebih lugas. Takutnya dia terlalu syok hingga telinganya mengalami ganteng 'gangguan telinga'."Astaghfirullah!"Tubuh Pak Zian seketika mundur dengan frustasi sampai menyentuh dinding. "Jadi, kita gak bisa bikin anak? Jadi Mas, gak bisa ibadah syurga sekarang?" selanya seolah masih tak percaya. Gue menggelengkan kepala. "Enggak Mas, maaf yak. Seminggu lagi mungkin," jawab gue sambil menepuk punggungnya menyabarkan.Rasa penyesalan langsung menelusup tapi mau gimana lagi, masa dipaksakan? Kan gak mungkin. Dosa!Pak Zian membasahi bibirnya yang terlihat kering sambil berjalan lunglai ke arah tempat tidur. "Jadi, ide beriliannya gak bisa dilakukan sekarang, ya?" tanyanya ko
"Ma-maksud Bapak apa? Kenapa saya harus menjawab? Dan kenapa--""Jawab saja Tsan, jika saya suami kamu apakah kamu akan menerima saya?" tanya Pak Zian memutus ucapan gue dengan tatapan yang tajam seolah hendak membolongi kepala gue.Entah mengapa gue merasa dia bertanya seolah-olah sedang takut kehilangan dan ini membuat kecurigaan gue sama dia kian membesar.Melihat itu, gue mengepalkan tangan kuat. "Baiklah, saya akan jawab. Jika saya memiliki suami seperti Pak Zian mungkin saya ...." Gue menarik napas dalam sejenak, "akan menerimanya," jawab gue lirih.Mendapat jawaban itu dari gue, samar mata gue menangkap Pak Zian menghembuskan napas lega dan dia pun mencondongkan badan ke depan penuh perhatian. Seulas senyum terlukis di wajahnya yang tampan. "Alhamdullilah. Kalau begitu saya gak salah memilih istri. Kamu memang beda Tsan."Deg."Istri?" Gue sontak tercengang mendengar pernyataan Pak Zian. "Maksud Bapak apa? Kenapa menyebut istri? Jujur, Pak! Sebenarnya apa yang sedang terjadi?"
Pak Zian mengepalkan tangan sampai kukunya memutih karena sekuat tenaga menahan amarah. Kerut-kerut tajam mulai muncul di sudut mulut Pak Zian dan kulit pipinya menegang.Di saat membingungkan seperti sekarang. Jujur, gue tidak tahu apa yang harus dilakukan di tengah pertikaian keduanya sebab gue sendiri juga masih syok.Gue gak nyangka Bu Ayu bisa membongkar kebusukan Alina tepat di saat kami mau memasuki rumahnya.Gue bertanya-tanya. Haruskah sekarang gue jadi wasit? Atau ikut jadi pemain juga? Tapi, dibanding kena semprot gue memilih diam saja, auranya gak bagus buat ikut campur tapi honestly gue suka keributan ini.Sangat suka!Suruh siapa si kuntilanak itu ngambil kesempatan dalam kesempitan? Udah tahu dia yang selingkuh dan zina, masih mau berlaga polos dan merebut Pak Zian kembali lagi.Sekarang, rasakan akibatnya!"Mas, Mas, Ibu bohong! Janin ini milikmu, ini anakmu Mas!""Shut your fuckin mouth up, Alina! Berhenti bikin alasan! I told you, jika kamu memang selingkuh akui saja
Selama gue jadi menantu kalau diingat-ingat gue jarang banget pergi ke rumah mertua. Mungkin kedatangan gue buat berkunjung bisa dihitung dengan jari tapi kali ini gue rasa akan lebih sering bahkan gue bakal tinggal di sana. Sejujurnya, sampai detik ini gue masih tak percaya bahwa akhirnya gue akan menjadi istri yang gak dianggap. Gue masih ingat, dulu gue pergi ke rumah Bu Ayu--mertua gue sebagai istri yang ditunggu dengan digandeng Pak Zian tapi sekarang situasinya berbeda. Lelaki yang sebelumnya ada buat gue malah berada di samping mantan istrinya.Dan gue terpaksa menginjakan kaki di rumah ibu dengan status sebagai asisten di mata Pak Zian.'Huft! Miris sekali.' Gue menghembuskan napas dalam.Sepanjang perjalanan menuju ke rumah ibu mertua. Sejujurnya, gue ingin sekali cepat sampai tapi apa daya gue harus bersabar karena jalanan macet.Alhasil, dengan sangat terpaksa gue harus menjadi kambing congek selama ada di mobil Pak Zian. Setelah Alina memergoki kami di ruang inap VIP seb
"Saya menolak tawaran Mbak! Saya tidak mau Mbak jadi madu saya!""Kenapa? Apa salahnya? Coba kamu pikirkan Tsan, jika saya jadi istri kedua Zian, kita bisa saling mengasihi selayaknya keluarga, kan? Kita berdua akan merawat Zian! Kita gak perlu berpura-pura!""Bullshit! Jangan berharap! Ingat Mbak, sebelum kejadian ini Mbak telah mengkhianatinya dan pikirkan bayi dalam perut Mbak sendiri! Paham?! Camkan! Sampai kapan pun saya gak akan membiarkan Mbak mengambil Mas Zian! Permisi!"Dan setelah mengatakan penolakan gue yang tegas pada Alina, tanpa menunggu jawaban si iblis betina itu, gue pun pergi tanpa menoleh lagi.Gue bertekad gak akan membiarkan dia mengambil kesempatan dalam sandiwara ini.Never!(***)Gue mendesah mengingat percakapan beberapa hari yang lalu dengan Alina di kantin. Jujur, gara-gara tawaran gila tersebut sampai sekarang gue masih punya amarah yang belum terlampiaskan. Akibatnya, malam ini mata gue malas terpejam. Padahal waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari.
Gue tahu bahwa dalam setiap kehidupan itu selalu ada perjuangan. Gue juga tahu kalau gak setiap hal sesuai keinginan tapi kali ini takdir sepenuhnya udah bikin gue serasa dihempaskan ke lembah terdalam.Gue berjalan gontai di sepanjang lorong rumah sakit, usai pembicaraan panjang dengan mertua, gue pun udah punya keputusan yaitu mulai hari ini gue harus berpura-pura menjadi 'orang lain' bagi Pak Zian. Meski perih gue harus sanggup sampai suami gue mampu mengingat semuanya.Namun, masalahnya sampai kapan gue bisa bertahan? Sampai kapan? Sementara membayangkan Alina ada di samping Pak Zian aja udah bikin gue sakit apalagi mengakuinya sebagai istri. Ah, gue akuin ini emang berat, tetap aja gue gak mau menyerah. Gue mau tetap berada di samping Pak Zian seperti dia mencintai gue sebelumnya.Selepas sepuluh menit berjalan di sepanjang lorong tanpa terasa kaki gue yang lemah udah mengantarkan badan ini sampai ke depan ruangan Pak Zian.Gue menarik napas dalam dan hendak memasang wajah yang
Amnesia? Gimana bisa Pak Zian mengalami amnesia? Kenapa Mas Tsabit bilang dia gak mengenal gue?Agh, shit! Gue gak percaya. Mustahil suami gue bisa melupakan gue gitu aja.Gue mendesis lelah sepanjang perjalanan menuju ruang rawat VIP yang menjadi tempat di mana Pak Zian kini dirawat. Kata Mas Tsabit di telepon tadi, suami gue diputuskan pindah ke sana sesuai arahan dokter karena keadaannya berangsur pulih.Sampai di depan pintu, entah kenapa kaki ini jadi ragu untuk melangkah. Gue merasa ada ketakutan yang tiba-tiba menelusup dan membuat gue ingin kabur. Namun, ini bukan waktunya untuk melarikan diri karena gue ingin menemuinya.Gue senang dia sadar. Itu yang lebih penting dari apa pun. Gue rindu!"Mas Zian ...."Cklek.Gue membuka perlahan pintu yang tertutup. Di dalam ruangan terlihat seorang tengah berbaring dengan kaki yang digips, tangan dan kepala yang diperban persis mumi yang baru saja bangkit. Gue tercenung, mata kami beradu pandang pertama kali. "ADEK PENOLONG!?" Pak Zia