Dida tersungkur dan meringis. Badannya terasa sakit, ketika dengan tidak sengaja tubuhnya itu membentur sesuatu di depannya.
“Kak Dida, Kakak baik-baik saja?” tanya Arya, mencoba mengecek keadaan salah satu anggota timnya.
“Sepertinya tempat ini dihalangi dinding kaca,” ucap Firman. Arya langsung menoleh saat mendengar ucapan dari Firman itu. Terlihat laki-laki itu sedang meraba sebuah dinding kaca yang tak begitu nampak. Iya, dinding itu tidak akan terlihat, jika tidak bersentuhkan dengan manusia—lebih tepatnya avatar manusia.
Selang beberapa detik, dari jam digital yang melingkat di tangan kanan para pemain, terdengar bunyi notifikasi pesan. Dengan serempak, mereka langsung mengalihkan fokusnya pada jam tersebut. Membuka layar digital masing-masing dan melihat sebuah pesan muncul begitu saja.
[Side Quest]
Arya mengerutkan keningnya. Ternyata memang ada misi lain seperti ini, dia kira seperti di level pertama yan
Seseorang mengintrupsi Arya, ketika dia hendak menekan tombol ‘lanjutkan’ untuk mengkonfirmasi pemain yang sudah dipilihnya untuk menyelesaikan misi ini. “Ada apa?” tanya Arya dengan wajah kesal. “Kenapa tidak ada nama saya?” protes Candra. Dia melihat dengan jelas, bahwa dirinya tidak di pilih oleh sang leader. “Tidak bisa! Pokoknya kamu harus memilih saya!” tegasnya lagi. Ya. Memang pada daftar pemain yang Arya pilih untuk menyelesaikan side quest ini, tidak ada nama Candra. Arya hanya memilih dirinya dan empat anggota tim RD; Idun, Dida, Reza dan Firman. Untuk Candra dan Angel, Arya tak memilihnya. “Begini juga sudah cukup, Pak,” balas Arya. “Tidak bisa! Tetap kamu harus memasukkan saya ke dalam daftar pemain yang kamu pilih! Kenapa kamu harus memilih Di? Jelas-jelas level dia itu jauh di bawah saya. Level dia itu masih 24, setara dengan salah satu buaya di sana,” tunjuk Candra yang mengungkapkan protesnya. Benar. Anggota tim
Candra mengeluarkan skill yang memiliki efek sangat kuat dan besar untuk musuhnya. Ah, tidak! Bukan hanya untuk musuhnya, tapi untuk siapa pun yang ada di dalam jangkauannya. “Bangsat!” umpat Arya saat dirinya merasa sedikit sesak. Helth Poin miliknya benar-benar berkurang. Dia tahu betul, ini adalah efek yang dia dapatkan dari skill yang baru saja dikeluarkan oleh Candra. “Dasar laki-laki tua!” desisnya. Prang. Terdengar suara seperti pecahan kaca. Kelima buaya tadi langsung dikalahkan oleh Candra. Tubuhnya yang besar dan menyeramkan itu, seketika hancur, saat HP milik kelima buaya itu terkuras habis oleh Candra. Seketika, lingkaran hitam yang tadi muncul akibat efek dari skill Forgo Sarlo milik Candra menghilang. Terlihat laki-laki berumur kepala tiga itu, terengah-engah, tapi sejurus kemudian dia tersenyum penuh. Wajahnya terlihat sangat segar dan bugar. Jelas saja, dia mengisap semua HP musuh dan bahkan rekan satu timnya—yang tadi ada dalam jangka
“Ja-jangan!” Teriakan itu berasal dari Dida. Perempuan itu mencoba berdiri, walau butuh sedikit perjuangan. “Jangan keluar. Aku tahu dan sadar, kalau levelku masih di bawah kalian … tapi, dari pada mengeluarkan Pak Candra yang jelas memiliki skill lebih baik dari aku. Lebih baik aku aja yang keluar, karena aku pasti jadi beban buat kalian,” ucapnya. “Loh, kok, kakak yang keluar, sih?” sergah Idun. Dari raut wajahnya terlihat, bahwa anak laki-laki itu tak ingin Dida meninggalkan timnya. “Lagi pula sebelum dia, Kak Dida yang lebih dulu masuk ke tim ini.” Idun menunjuk Candra tanpa segan. “Tapi … aku-aku nggak mau jadi beban kalian.” Dida menunduk dengan perasaan bersalah. “Nggak, siapa yang bilang Kakak beban kita?” “Pak Candra yang bilang,” timpal Dida dengan setengah berteriak. Terlihat mata perempuan itu berkaca. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Dida merasa sakit ketika dianggap sebagai beban tim. Memang, kemampuan Dida berbeda dari yang lain,
“Eh? Itu apa?” seru Firman. Arya yang penasaran, dia mendekat ke cahaya tersebut. “Sepertinya ini item yang kita dapat dari buaya tadi,” ucap Arya. Tangan anak laki-laki itu terulur ke depan. Sedetik kemudian cahaya emas yang sedang mengapung itu turun dan sebuah benda asing mendarat di telapak tangan Arya. Dia menautkan alisnya, saat melihat benda bulat dan kecil berwarna emas. Dalam benda itu terdapat sebuah tombol. Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari jam digital milik Arya. Dengan sekejap pada jam itu keluar sebuah hologram yang menampilkan sebuah benda yang menyerupai barang yang sedang dipegang di tangan kanan Arya. [Tombol Pembuka Portal. Kamu bisa menggunakan benda ini untuk membuka portal otomatis. Sebelumnya tentukan titik koordinat tempat yang ingin kamu tuju. Memiliki jarak maksimal 1500 km.] “Wah! Ini item bagus, kita sangat membutuhkan benda seperti ini.” Arya membalikkan badannya, wajahnya nampak sumringah. “Apa?” s
“Apaan ini?” pekik Arya, saat dirinya selesai membaca sebuah pesan yang baru saja masuk ke akun miliknya.Penasaran, rekan satu timnya langsung menoleh dan mendekat kea rah Arya. Mereka pun membaca secara saksama isi pesan itu.“Maksudnya apa? Besok tempat ini akan dilanda bencana kekeringan?” ujar Firman.“Sepertinya begitu,” timpal Arya.Menurut pesan yang baru saja Arya dapatkan, kekeringan akan melanda tempat ini besok. Semua persediaan air dan makanan tidak tersedia lagi. Itu berarti sumber kehidupan mereka akan hilang. Sedangkan, untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka harus memanfaatkan alam. Dalam misi kedua ini mereka tak menemukan toko sama sekali.“Terus gimana dong?” keluh Dida. Bibirnya itu melengkuk ke bawah dan wajahnya pun nampak memelas.Arya menarik napas dalam. Kedua bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Sesekali dia mengigit bibir bawahnya. Kemudian dia mencoba melihat
“Siapa yang beraninya mengambil makananku di sini!” teriaknya lagi.Arya terus mendongak, memindai daerah di sekitar hutan yang bisa terjangkau oleh pandangannya. Namun, dia tak menemukan apa pun. Hanya saja, dia merasa bahwa suara itu sangat dekat dengannya.Brug!Arya menoleh ke belakang, dan dia mendapati Dida tersungkur ke tanah. Dida mengangkat kepalaya dan mata hitamnya membelalak maksimal.“A-Arya,” ucapnya lirih. Telunjuknya itu di arahkan ke satu titik di atas sana. Tangan kanan Dida terlihat bergetar hebat.Arya langsung memperhatikan ke mana Dida menunjuk. Sontak mata Arya pun langsung membulat. Tubuhnya seketika menengang, sampai-sampai dia tidak bisa bergerak sama sekali.“Keluar kalian! Aku bisa mendengar suaramu!” raung makhluk itu lagi.Ternyata benar, sosok itu adalah seorang monster. Di lihat dari perwujudannya; kepala besar, mata dan mulut pun besar, gigi bertaring tajam. Arya men
Tak membantah perintah dari Arya, Dida pun hanya mengangguk dan langsung berlari dengan cepat. Sedangkan Arya dan Idun berhenti, lalu saling bertatapan.“Tes drive, lo keluarin satu item yang lo ambil dari hutan itu,” bisik Arya. Idun hanya mengangguk dan langsung mengeluarkan item yang baru saja diambil olehnya beberapa saat lalu. Sedetik kemudian dia langsung melemparkannya dengan sekuat tenaga. Mata monster itu bisa menangkap apa yang dilempar oleh Idun. Labu! Mata monster itu langsung berbinar. “MAKANANKU!” pekiknya, yang kemudian lidahnya itu terulur. Menangkap labu besar itu dengan cara melilitnya. Dengan cepat, buah labu itu ditarik oleh lidahnya yang ternyata bisa memanjang, dan dia langsung melahapnya.“Mana makananku yang lain?!” berang Tao-Tie. Monster itu tidak bodoh, dia tahu bahwa Arya dan Idun masih menyembunyikan sebagian besar makanan yang diambil tanpa seizinnya. Ah, lagi pula, jika mereka meminta izin
“Lo yang nyuruh dua jam, tapi lo yang telat tiga puluH menit!” Bukannya disambut dengan baik, Reza malah menyindir Arya. Dua anak laki-laki itu baru saja datang dan bergabung bersama dengan anggota timnya yang lain. “Ish! Aku, kan, udah bilang, Za. Kalau kita ini ketemu monster!” sanggah Dida. “Monster apa? Kita aman-aman aja, tuh?” Reza membandingkan dengan timnya. “Ah, udahlah, Bang Reza. Lo nggak lihat, Arya sama Idun mukanya kelelahan gitu?” timpal Angel. Dia mengeluarkan dua kendi botol dan diberikan pada Arya juga Idun. “Thanks,” ucap Arya. Dia langsung menengadahkan kepalanya dan segera meminum air dalam botol tersebut. Ah, rasanya segar sekali. “Arya, gimana persediaan makannya aman, kan?” tanya Dida sedikit khawatir. Mendapat pertanyaan itu, raut wajah Arya berubah. Dia hanya menghela napas. “Kenapa lo kayak hopeless gitu? Jangan-jangan lo nggak bawa apa-apa?” serang Reza lagi, kini nada bicaranya naik satu okt
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan