“Apakah tawaran lo masih berlaku buat gue, Arya Kusuma?”
Arya membulatkan matanya, ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu dari seorang gadis yang dia kenal. Kenapa gadis itu ada di sini? Bukannya tadi dia menolak mentah-mentah ajakan Arya?
“Angel!” pekik Idun. Kemudian dia menghampiri si gadis pemanah. “Masih! Masih, kan, Ya?” Idun beralih memandang Arya.
Arya melepaskan tangan Candra pada kerah bajunya. Untungnya Candra melonggarkan cengkramannya itu. Mungkin karena dia juga sama terkejutnya saat mendapati sosok Angel.
“Lo, yakin?” tanya Arya lagi.
Angel menyisir rambutnya dari depan ke belakang. “Setelah gue pikir-pikir, emang nggak ada pemain yang bisa ngimbangin gue selain lo. Dari pada gue rugi dapat leader yang nggak kompeten. Ya … walau lo sendiri belum oke banget buat jadi leader,” timpal Angel dengan nada yang siapa pun yang mendengarnya akan merasa jengkel.
“Cih!” Arya berdecih, lalu mendengus. “Nggak usah malu-malu gitu.
Ting. Seluruh rekan satu tim Arya langsung menoleh ke arah jam digital mereka. Ternyata keenam anggota itu mendapatkan pesan secara bersamaan. [Selamat, kalian resmi bergabung bersama ‘Ravens Destroyers’, Leader; Arya Kusuma. Selamat menjalankan misi!] “Hah? Ravens Destroyers?” dengus Candra. Hatinya merasa kesal, karena bocah itu tak menampung saran darinya. “Not bad, lah,” ucap Reza sambil menarik sebelah sudut bibirnya. Matanya melirik ke arah Firman. Dia merasa senang ketika Arya menampung sarannya, walau … kata ‘maung’ tak dia pakai. Firman berdecih saat mendapatkan tatapan mendelik dari Reza. Dia paham laki-laki itu sedang menyombongkan dirinya sendiri. Tapi dia enggan untuk meladeni bocah seperti Reza. Jadi, untuk menghemat energi dia lebih baik diam. Lagi pula Firman lebih tertarik dengan keberadaan Angel. Arya sendiri bergeming, dia masih fokus menatap layarnya. Pasalnya pesan yang dia dapatkan be
“Arya!” seru seseorang dari arah kanan Arya. Anak laki-laki itu langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Kemudian dia melihat sosok laki-laki yang menghampiri dirinya. Nampak tak asing bagi Arya, tapi dia sendiri merasa tidak yakin dengan laki-laki itu. “Masih ingat saya?” tanya laki-laki itu. “Ah, tapi mana mungkin kamu ingat saya. Lagi pula dulu saya tidak memperkenalkan diri padamu,” imbuhnya sambil tersenyum. Arya mendadak canggung. “Ta-tapi wajahnya nggak asing, kayaknya kita pernah bertemu, ya?” timpal Arya. Laki-laki—yang terlihat memilliki jobclass swordman itu mengangguk. “Iya. Tepat setelah kami, ah, tidak, lebih tepatnya kamu mengalahkan Belphegor, saya datang menyapamu,” ujar laki-laki itu. Arya mencoba untuk memutar kembali ingatan tepat setelah kekalahan Belphegor. “Ah! Iya, saya ingat!” seru Arya. Saat dia melihat ke belakang laki-laki itu, terlihat ada enam pemain lainnya sedang berkumpul dan berdiskusi di sana. Seper
Arya menatap layar besar itu dengan sangat tajam. Dia sudah tidak sabar mendengar apa keuntungan yang akan didapatkannya. Tak hanya Arya, tapi semua rekannya pun sangat antusias dengan keuntungan tersebut.Terdengar suara aneh di tempat tersebut. Arya mencoba mencari dari mana suara seperti gemuruh itu berasal. Sampai akhirnya tepat di depan hutan tersebut muncul lima lubang, yang perlahan terbuka semakin lebar.Dari dalam lubang itu tak terlihat apa pun, hanya warna hitam pekat. Selain itu, semua pemain di sana bisa merasakan semilir angin yang berembus dengan kencang dari dalam lubang tersebut. Arya mencoba memicingkan matanya, mengarahkan pandangannya ke lubang hitam tersebut.“Keuntungan kalian adalah bisa mempersingkat perjalanan menuju Kekaisaran Dainiku,” ungkap Poppy.“Hah?” Arya terlihat kebingungan dengan apa yang diucapkan Poppy. Mempersingkat perjalanan? Maksudnya apa?“Jadi, di depan kalian ada lima portal
Arya perlahan bangkit, walau dia masih merasa nyeri pada bagian dadanya. Matanya masih memindai sekeliling tempat itu. Mereka terdampar di sebuah hutan yang sangat lebat. Dasar atau lantai hutan itu terasa sangat lembab dan juga sedikit berlumut.“Sepertinya kita sudah memasuki bagian dalam hutan,” ucap Angel sembari menepuk-nepuk pakaiannya yang terlihat sedikit kotor.“Jarak tempuh kita tinggal 4.900 km lagi,” ucap Idun yang sedang mengecek peta pada layar digital miliknya.“Hah? 4.900? Bukan 4.500?” pekik Candra. Dia buru-buru mengecek dan ternyata yang dikatakan Idun benar. “Sial! Gini, nih, kalau bukan tim nomor satu. Kita cuman mengurangi jarak tempuh sebanyak enam ratus kilometer? Cih!” cecar Candra kesal.Muak. Arya mulai merasa kesabarannya sudah habis. Dari kemarin Candra selalu mengoceh karena timnya tidak bisa duduk di peringkat pertama. Awalnya Arya malas menanggapi, tapi lama-kelamaan, dia mera
Dida tersungkur dan meringis. Badannya terasa sakit, ketika dengan tidak sengaja tubuhnya itu membentur sesuatu di depannya. “Kak Dida, Kakak baik-baik saja?” tanya Arya, mencoba mengecek keadaan salah satu anggota timnya. “Sepertinya tempat ini dihalangi dinding kaca,” ucap Firman. Arya langsung menoleh saat mendengar ucapan dari Firman itu. Terlihat laki-laki itu sedang meraba sebuah dinding kaca yang tak begitu nampak. Iya, dinding itu tidak akan terlihat, jika tidak bersentuhkan dengan manusia—lebih tepatnya avatar manusia. Selang beberapa detik, dari jam digital yang melingkat di tangan kanan para pemain, terdengar bunyi notifikasi pesan. Dengan serempak, mereka langsung mengalihkan fokusnya pada jam tersebut. Membuka layar digital masing-masing dan melihat sebuah pesan muncul begitu saja. [Side Quest] Arya mengerutkan keningnya. Ternyata memang ada misi lain seperti ini, dia kira seperti di level pertama yan
Seseorang mengintrupsi Arya, ketika dia hendak menekan tombol ‘lanjutkan’ untuk mengkonfirmasi pemain yang sudah dipilihnya untuk menyelesaikan misi ini. “Ada apa?” tanya Arya dengan wajah kesal. “Kenapa tidak ada nama saya?” protes Candra. Dia melihat dengan jelas, bahwa dirinya tidak di pilih oleh sang leader. “Tidak bisa! Pokoknya kamu harus memilih saya!” tegasnya lagi. Ya. Memang pada daftar pemain yang Arya pilih untuk menyelesaikan side quest ini, tidak ada nama Candra. Arya hanya memilih dirinya dan empat anggota tim RD; Idun, Dida, Reza dan Firman. Untuk Candra dan Angel, Arya tak memilihnya. “Begini juga sudah cukup, Pak,” balas Arya. “Tidak bisa! Tetap kamu harus memasukkan saya ke dalam daftar pemain yang kamu pilih! Kenapa kamu harus memilih Di? Jelas-jelas level dia itu jauh di bawah saya. Level dia itu masih 24, setara dengan salah satu buaya di sana,” tunjuk Candra yang mengungkapkan protesnya. Benar. Anggota tim
Candra mengeluarkan skill yang memiliki efek sangat kuat dan besar untuk musuhnya. Ah, tidak! Bukan hanya untuk musuhnya, tapi untuk siapa pun yang ada di dalam jangkauannya. “Bangsat!” umpat Arya saat dirinya merasa sedikit sesak. Helth Poin miliknya benar-benar berkurang. Dia tahu betul, ini adalah efek yang dia dapatkan dari skill yang baru saja dikeluarkan oleh Candra. “Dasar laki-laki tua!” desisnya. Prang. Terdengar suara seperti pecahan kaca. Kelima buaya tadi langsung dikalahkan oleh Candra. Tubuhnya yang besar dan menyeramkan itu, seketika hancur, saat HP milik kelima buaya itu terkuras habis oleh Candra. Seketika, lingkaran hitam yang tadi muncul akibat efek dari skill Forgo Sarlo milik Candra menghilang. Terlihat laki-laki berumur kepala tiga itu, terengah-engah, tapi sejurus kemudian dia tersenyum penuh. Wajahnya terlihat sangat segar dan bugar. Jelas saja, dia mengisap semua HP musuh dan bahkan rekan satu timnya—yang tadi ada dalam jangka
“Ja-jangan!” Teriakan itu berasal dari Dida. Perempuan itu mencoba berdiri, walau butuh sedikit perjuangan. “Jangan keluar. Aku tahu dan sadar, kalau levelku masih di bawah kalian … tapi, dari pada mengeluarkan Pak Candra yang jelas memiliki skill lebih baik dari aku. Lebih baik aku aja yang keluar, karena aku pasti jadi beban buat kalian,” ucapnya. “Loh, kok, kakak yang keluar, sih?” sergah Idun. Dari raut wajahnya terlihat, bahwa anak laki-laki itu tak ingin Dida meninggalkan timnya. “Lagi pula sebelum dia, Kak Dida yang lebih dulu masuk ke tim ini.” Idun menunjuk Candra tanpa segan. “Tapi … aku-aku nggak mau jadi beban kalian.” Dida menunduk dengan perasaan bersalah. “Nggak, siapa yang bilang Kakak beban kita?” “Pak Candra yang bilang,” timpal Dida dengan setengah berteriak. Terlihat mata perempuan itu berkaca. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Dida merasa sakit ketika dianggap sebagai beban tim. Memang, kemampuan Dida berbeda dari yang lain,
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan