#32Setelah kejadian memalukan itu, Laras nampak menjaga jarak dengan Galih. Wanita itu tak tahu harus bagaimana menghadapi Galih setelah mereka berciuman tempo hari. Ia pasti canggung saat kembali bertemu, dan memutuskan untuk menjauhi Galih.Laras menjadi membatasi dirinya untuk berinteraksi dengan Galih. Bahkan, wanita itu mengabaikan tawaran Galih untuk menjadi penyanyi tetap di cafenya. Hal itu Laras lakukan karena tak mau terus menerus canggung kala dirinya harus bertemu dengan Galih setiap waktu jika dirinya memutuskan untuk menjadi penyanyi tetap di sana.Ia juga menjadi lebih sering mengabaikan setiap pesan yang dikirimkan oleh Galih. Saat bertanya kabar pun, Laras akan menjawab singkat pesan Galih. Membuat laki-laki itu gusar dan tak tahu harus bagaimana lagi untuk membujuk Laras agar mau memaafkannya."Ah, nggak bisa begini terus. Kayaknya aku harus menemui Laras di rumahnya," gumam Galih lirih. Laki-laki itu sudah putus asa.Terhitung sudah dua minggu sejak kejadian itu, d
#33Semenjak Galih menyatakan cintanya pada Laras dan wanita itu menarik garis yang jelas tentang hubungan mereka. Hubungan keduanya yang sempat renggang pun, akhirnya kembali seperti semula.Laras tidak merasa canggung lagi, dan sesuai dengan janji yang pernah diucapkannya saat Galih menyatakan perasaan cinta padanya. Dia tidak menghindar apalagi menjauh dari Galih dan tetap bersikap layaknya seorang sahabat.Walaupun pada akhirnya, Laras memilih untuk menyendiri karena belum bisa membuka hatinya untuk laki-laki lain termasuk pada Galih yang sempat menyatakan cinta. Dan Laras belum bisa menerima perasaannya.Enam bulan sudah berlalu sejak pernyataan perasaan Galih waktu itu. Dan selama itu pula Laras lebih nyaman dengan status mereka yang bersahabat daripada jika mereka tiba-tiba berubah menjadi pasangan.Akan tetapi, apa yang terjadi di masa depan selalu menjadi misteri yang siapa pun tidak akan pernah bisa mengetahuinya.*"Maaf ya, Rian. Aku nggak bisa menerima perasaanmu, jadi, a
#34Galih menatap lekat wajah Laras dalam diam. Harapannya kali ini adalah Laras mau menerima ajakannya untuk menikah. Bukannya berpacaran seperti pria-pria yang ia suruh untuk mendekati Laras. Ia sengaja melakukan semua itu untuk menguji Laras."Aku … aku … Gal, apa kamu serius dengan apa yang kamu ucapkan tadi?" tanya Laras gugup dan malah balik bertanya pada Galih.Ia sampai lupa untuk menjawab pertanyaan Galih. Dengan berjuta perasaan yang telah mengaduk-aduk hatinya, akhirnya hanya meluncurlah kata yang serupa dengan pertanyaan itu.Laras seakan masih tidak percaya dengan yang sedang terjadi saat ini. Ia masih merasa jika ini mimpi. Ia berpikir, kenapa Galih malah meminta orang lain mendekatinya, dan menyatakan cintanya untuk Laras, jika dirinya pun memiliki niat untuk melamar Laras."Kamu serius, Gal?" ulang Laras lagi memastikan jawaban Galih atas tujuannya melamarnya secara mendadak seperti ini.Galih segera menganggukkan kepalanya mantap. Tatapan teduhnya mampu membius Laras
#35"Aku nggak pernah mau dijodohkan, Ma! Aku cuma mau Laras!" tolak Galih tegas pada Bu Irma. Membuat wanita itu tersentak karena itu merupakan pertama kalinya Galih menaikkan nada bicaranya."Kamu berani ya ngelawan sama mama," ucap Bu Irma sinis. Wanita itu mendelik tajam ke arah putra semata wayangnya. Ia benar-benar tak habis pikir jika Galih berubah hingga berani bernada tinggi padanya."Apa perempuan itu telah membutakanmu, sampai-sampai kamu membentak mamamu sendiri, Galih!" teriak Bu Irma ketus.Pak Dhanu yang duduk di sampingnya pun mulai gusar dan mencoba untuk menenangkan istrinya dari amarah yang bergulung-gulung."Selama ini, Galih selalu menurut apa pun permintaan kalian, tapi kenapa saat aku menginginkan sesuatu untuk pertama kalinya, kalian sedemikian rupa menolaknya keras! Apa jatuh cinta pada Laras adalah sebuah kesalahan, Ma, Pa?" tutur Galih. Lelaki itu berkata tulus dari dalam hatinya.Perasaannya pada Laras sangatlah besar dan terus bertambah setiap harinya. Ia
#36"Aku nggak salah dengar 'kan, Ma?" tanya Galih lagi memastikan jika dirinya tidak sedang bermimpi."Mama serius, Nak. Mama merestui hubungan kalian, jadi menikahlah seperti yang kamu katakan pada mama," sahut Bu Irma yakin.Raut wajahnya menunjukkan sebuah ketegasan yang teramat jelas. Sehingga baik Laras maupun Galih kini saling melempar tatapan haru.Bagaimana tidak, keduanya bahkan sempat berpikir jika hubungan mereka pasti tidak akan berakhir bahagia. Laras juga mengira jika Bu Irma akan mempermasalahkan statusnya yang merupakan janda cerai.Tetapi, Laras hanya merasa jika semesta sedang berbaik hati padanya. Dan prasangka buruk itu tak terjadi. Ia tak luput memanjatkan puji syukurnya pada Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas seizin Dia lah, Bu Irma luluh dan akhirnya impian mereka untuk segera menikah akan terwujud."Laras, bersiaplah. Dan kabari orang tuamu kalau kami akan datang seminggu lagi," ujar Bu Irma sambil menatap lekat wajah teduh calon menantunya.Secara fisik, Lara
#37"Apa benar kalau kamu bercerai karena mandul?"Pertanyaan dari Bu Irma masih membuat Laras tercengang. Dia seakan mematung di tempatnya. Sementara itu tanpa Laras ketahui, ada sepasang mata yang tengah mengawasi mereka. Ya, mengawasi gerak-geriknya dan juga Bu Irma."Ma …," ucap Laras lirih. Wanita itu seakan kehabisan kata-kata dan entah harus bagaimana menjelaskan jika kabar itu sama sekali tidak benar pada calon mertuanya itu."Kita masuk ke dalam saja, Laras. Biar enak ngobrolnya." Bu Irma tiba-tiba berucap dengan nada bicara yang terdengar lebih tenang daripada tadi. Membuat Laras semakin bingung dengan perubahan sikap mertuanya itu.Raut wajah Bu Irma yang terlihat dipenuhi amarah tadi telah sepenuhnya berubah. Nampak seperti sudah bisa meredam semua emosi yang sempat dirasakannya tadi. Laras pun akhirnya mempersilakan Bu Irmai masuk dan duduk di sofa."Ma, mama tahu dari mana kabar itu kalau ak—" Ucapan Laras terpotong oleh gerakan Bu Irma."Ssttt!" Bu Irma tampak memotong
#38Setelah kejadian itu hari-hari pun mulai berganti dengan minggu, minggu berubah menjadi bulan. Saat yang telah Laras dsn Galih tunggu akhirnya tiba. Bahkan berbeda dari rencana awal jika resepsi akan dilaksanakan di rumah ayah tiri Laras. Bu Irma berubah pikiran dan mempertimbangkan untuk mengadakannya di rumah Laras.Entah itu sengaja atau memang Bu Irma memiliki maksud lain memindahkan lokasi acara. Laras pun tak tahu persis apa alasannya. Dan menurut saja saat akhirnya lokasi resepsi pun diubah.Meskipun begitu, dalam hatinya Laras merasa gelisah menghantuinya. Takut dan khawatir jika keluarga mantan suaminya akan melakukan hal yang tidak mengenakkan di acara pernikahannya."Astaghfirullah, kenapa aku jadi mudah suudzon begini," gumam Laras lirih. Entah kenapa sejak kejadian hari itu di mana Bu Intan sengaja menghasut calon mertuanya, pikiran Laras selalu was-was dan tidak nyaman.
#39Berbeda dengan Laras yang tengah berbahagia atas pernikahan keduanya. Arvi mengalami hal yang bertolak belakang dengan apa yang sedang Laras rasakan. Ia berpikir jika dirinya akan lebih bahagia jika bercerai dari Laras.Namun, dirinya salah besar. Dan itulah hal yang sedang dirasakan olehnya saat ini. Bercerai dari Laras ternyata membuatnya tidak merasa bahagia. Hari-hari yang dilaluinya setelah perceraian itu bagaikan hidup di neraka. Aluna dan Bu Intan selalu ribut dan bertengkar setiap hari.Para tetangga pun tahu betapa tidak akurnya hubungan mertua dan menantu itu. Hampir setiap hari, mereka selalu mendengar kegaduhan dari kedua rumah yang bersebelahan itu. Hal itu cukup membuat Angga pusing dalam menghadapi dua wanita yang berharga dalam hidupnya itu.Aluna selalu mempermasalahkan setiap uang yang Angga berikan pada ibunya. Hingga masalah sepele pun akan selalu dibesarkan oleh Aluna. Rasanya tidak ada lagi kedamaian dalam hidup Angga. Ia merasa menyesal karena telah mencerai
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.